Degradasi sumber daya perikanan

sangat jauh dibawah persentase yang diwaspadai 50. Degradasi yang terjadi pada kedua jenis kelompok ikan ini pada awalnya berbeda, dimana degradasi pada pengamatan awal terjadi pada ikan pelagis besar sampai dengan tahun 1997, namun kemudian degradasi terjadi pada kedua kelompok jenis ikan ini relatif sama. Degradasi terjadi pada sebelum tahun 1997 terhadap ikan pelagis besar membuktikan tingkat eksploitasi jenis ikan ekonomis seperti tuna, cakalang, dan cucut relatif tinggi, namun memasuki tahun 1998 degrdasi memiliki kecenderungan menurun.

5.4 Analisis Ekonomi Pengembangan Perikanan Tangkap

5.4.1 Estimasi parameter ekonomi

Parameter ekonomi yang diperlukan dalam studi ini adalah harga ikan, biaya penangkapan dan discount rate δ. Harga ikan dibagi menjadi harga nominal dan harga riil real price. Harga nominal diperoleh dengan membagi nilai produksi yang ada dalam data sekunder dengan produksi ikan dari data yang sama, sedangkan harga riil dikonversi dari harga nominal dari per kilogram ikan yang ditangkap ex-vessel price ke dalam harga riil dengan cara menyesuaikan dengan indeks harga konsumen IHK. Penelitian ini melakukan analisis untuk struktur biaya dengan menggunakan formula 3.23 dan perhitungan harga dilakukan berdasarkan formula 3.24. Data yang berkenaan dengan struktur biaya dalam penelitian ini diperoleh dari survei lapangan cross section di Kepulauan Samgihe. Nelayan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini diambil dari Kecamatan Tahuna Kampung Tidore, dan Kecamatan Tabukan Utara, meiputi: Enemawira, Pulau Matutuang, Pulau Marore, dan Pulau Tinakareng. Struktur biaya yang dikumpulkan dari nelayan tersebut meliputi harga dan jumlah pemakaian seperti: es batu, solar, garam, oli, minyak tanah, dan pangan yang digunakan dalam penangkapan ikan pada tahun 2006. Untuk menghitung costunit effort dengan menggunakan nilai indeks harga konsumen IHK dilakukan dengan menggunakan perhitungan untuk kelompok ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar sebagaimana disajikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20. Dalam penangkapan ikan pelagis kecil digunakan alat tangkap pukat cincin, jaring insang lingkar, payang, pukat pantai, dan jaring insang hanyut. Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe menunjukkan jumlah unit alat tangkap untuk pukat cincin sebanyak 87 unit, jaring insang lingkar sebanyak 185 unit, payang sebanyak 15 unit, pukat pantai 112 unit, dan jaring insang hanyut sebanyak 102 unit. Biaya yang digunakan dalam Lampiran 19 masih merupakan biaya total dari kelima alat tangkap sebagaimana disajikan dalam Tabel 32. Tabel 32 Biaya total penangkapan ikan pelagis kecil menurut alat tangkap Tabel 32 memperlihatkan rata-rata geomean biaya penangkapan ikan pelagis kecil dengan alat tangkap pukat cincin, jaring insang lingkar, paying, pukat pantai, dan jaring insang hanyut yang dibutuhkan sebesar Rp. 21 044 435 751. Angka rata-rata ini secara geomean dari alat tangkap tersebut kemudian dibagi dengan jumlah rata-rata effort sebanyak 7 640 trip dan diperoleh total cost per effort Rp. 2 754 601. Selanjutnya angka ini kemudian dikalikan dengan share ikan pelagis kecil terhadap total ikan yang didaratkan sebagai adjustment factor yaitu Rp. 2 754 601 x 0.31233 diperoleh nilai sebesar Rp. 860 350 yang merupakan cost per trip, dan kemudian disetarakan dengan IHK diperoleh costtrip yang riil dalam penangkapan ikan pelagis kecil. Hal yang sama juga dilakukan dalam perhitungan costtrip dalam penangkapan ikan pelagis besar dengan menggunakan alat tangkap pancing tonda, rawai hanyut selain rawai tuna, Alat tangkap Biaya per tahun Rp Jumlah alat tangkap unit Total biaya Rp Pukat cincin 296 971 716 87 25 836 539 292 J. insang lingkar 277 535 015 185 51 343 977 775 Payang 260 532 612 15 3 907 989 180 Pukat pantai 268 632 515 112 30 086 841 680 J. insang hanyut 259 437 321 102 26 462 606 742 Geomean 21 044 435 751