Pengelolaan Kawasan Perbatasan Dr. Ir. Yuswandi A Temenggung, MSc
pasar dan arus perdagangan; 2 kebijakan pemerintah negara-negara yang berbatasan langsung; 3 pengaruh faktor politis masyarakat di wilayah perbatasan; dan 4 budaya khas masyarakat di
wilayah perbatasan. Dalam konteks borders dipahami sebagai suatu garis imajiner yang memisahkan wilayah suatu negara yang secara geografis berbatasan langsung dengan wilayah
negara lain. Sesungguhnya pengertian mengenai perbatasan tidaklah sederhana, karena di
dalamnya juga mengandung dimensi lain seperti garis batas border lines, sempadan boundary, dan perhinggaan frontier, yang merupakan persoalan politik Anggoro 2004.
Kawasan perbatasan kepulauan Sangihe dimaksud adalah sebutan bentangan laut dengan beberapa pulau kecil yang terletak di ujung utara sebagai penentuan batas wilayah NKRI. Pulau
terluar dalam kawasan perbatasan dimaksud adalah Pulau Marore, Pulau Kawio, Pulau Kemboleng, Pulau Matutuang, Pulau Kawaluso, dan Pulau Lipang.
Kawasan perbatasan kepulauan Sangihe mempunyai keterkaitan kedepan forward linkage adalah Filipina dengan
wilayah pemasaran produk adalah Filipina Manila, Hongkong, Kaohsiung, Busan dan Jepang. Sedangkan keterkaitan kebelakang backward linkage, adalah: Kepulauan Talaud, Kepulauan
Sitaro, Manado Sulawesi Utara, dan Gorontalo. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain dalam pengelolaan P2K perbatasan harus menganut sistem outward looking dalam pengelolaannya
bukan inward looking. Kawasan Perbatasan adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak pada sisi dalam
sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Sedangkan dalam pengelolaan
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, Pemerintah berwenang: 1 menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; 2 mengadakan
perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional; 3 membangun dan
membuat tanda Batas Wilayah; 4 melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; 5 memberikan
izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan; 6 memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan; 7 melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea
cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah Negara atau laut teritorial; 8 menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan
keamanan; 9 membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada DPR sekurang-kurangnya setiap 5 lima tahun sekali; dan 10 menjaga keutuhan, kedaulatan,
dan keamanan Wilayah Negara serta Kawasan Perbatasan Pasal 10 UU No. 432008. Selanjutnya untuk kewenangan pemerintah provinsi telah dimuat dalam Pasal 11 UU No.
432008, serta untuk kewenangan pemerintah kabupatenkota dimuat dalam Pasal 12 UU No. 432008.
Dengan demikian pengelolaan kawasan perbatasan negara Indonesia dengan negara Filipina, idealnya mempertimbangkan perwujudan fungsi dan wewenang dalam konteks aturan
perundang-undangan. Pertimbangan pengelolaan kawasan perbatasan harus sesuai dengan fungsi yaitu: keamanan security, kesejahteraan prosperity, dan fungsi lingkungan environment. Hal
ini merupakan suatu keniscayaan dalam upaya melakukan transformasi kawasan perbatasan dari “halaman belakang” menjadi “beranda terdepan” wilayah NKRI.
Pengelolaan masalah keamanan di kawasan perbatasan dapat dimaknai sebagai segenap kebijakan dan upaya terkait yang ditujukan untuk mengurangi potensi ancaman, kondisi
ketidakamanan, dan memaksimalkan keamanan di wilayah perbatasan. Terdapat dua sistem yang diterapkan oleh negara dalam pengelolaan keamanan di kawasan perbatasan, yaitu: 1 hard
border regime, yakni rejim keamanan perbatasan yang menganut sistem perbatasan sangat ketat dengan menempatkan pasukan bersenjata lengkap di setiap pos-pos perbatasan; dan 2 soft
border regime, yaitu memperlakukan pengamanan perbatasan tidak terlalu ketat Wuryandari 2009.
Sejalan dengan itu maka pantai dan laut harus dijaga dengan tugasnya, adalah: 1 melakukan tugas-tugas patroli guna menegakan hukum di laut; 2 melakukan shipping law
enforcement dalam rangka penegakan ketentuan keselamatan pelayaran, 3 melaksanakan pengawasan di laut terhadap kemungkinan pengrusakan terumbu karang dan habitat laut; 4
melaksanakan pemeriksaan di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan pelanggaran hukum serta ketentuan keselamatan pelayaran; 5 melaksanakan pencarian dan pertolongan di laut; 6
melaksanakan penanggulangan dan pertolongan tumpahan minyak dan kebakaran kapal di laut; dan 7 memasang, mengawasi dan menjaga sarana bantu navigasi dan stasiun radio pantai
Kamaluddin 2002.