Peningkatan industri jasa penunjang Sektor ESDM memberikan dampak backward linkage

Untuk Kesejahteraan Rakyat B AB 5 | AKUNT ABILIT AS KINERJA kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil; dan d. memberikan nilai tambah dalam industri pertambangan melalui penyediaan kesempatan kerja, pemanfaatan komponen lokal, investasi sektor jasa usaha pertambangan dan pajak usaha jasa pertambangan. Usaha jasa pertambangan dikelompokkan menjadi, yaitu: • Usaha Jasa Pertambangan: Usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan atau bagian kegiatan usaha pertambangan. • Usaha Jasa Pertambangan Non Inti: Usaha jasa selain usaha jasa pertambangan yang memberikan pelayanan jasa dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan meliputi: bidang-bidang di luar usaha jasa pertambangan. Perizinan yang diterbitkan untuk usaha jasa terdiri dari 2 jenis yaitu Izin Usaha Jasa Pertam bangan IUJP untuk usaha jasa pertambangan dan Surat Keterangan Terdaftar SKT untuk usaha jasa pertambangan non inti. Sampai dengan pertengahan triwulan IV tahun 2013 telah terdaftar perusahaan jasa pertambangan mineral dan batubara sebanyak 1.207 perusahaan yang terdiri atas 576 56 perusahaan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan IUJP dan 631 44 perusahaan pemegang Surat Keterangan Terdaftar SKT. Pencapaian kinerja mengenai Jumlah industri jasa penunjang sub sektor pertambangan umum mineral dan batubara telah melampaui target sebesar 134 dari target sebesar 900 perusahaan, hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan yang pesat terhadap industri jasa penunjang yang akan kemajuan industri pertambangan Indonesia dilihat dari data statistik menunjukkan trend positif rata-rata 19,3 tahun dari data tahun 2009-2013. Persentase Bidang Perusahaan Jasa yang masuk pasca terbit Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2009, sebagai berikut: • Tertinggi adalah bidang penambangan pengangkutan • Terendah adalah bidang pengolahan dan pemurnian • Lain – lain: konstruksi; penyelidikan umum, explorasi studi kelayakan; lingkungan pertambangan, pascatambang reklamasi ; dan keselamatan kesehatan Kerja

2. Terpenuhinya bahan baku industri pupuk Upaya Pemerintah dalam mendukung ketahanan

pangan melalui penongkatan penyediaan pupuk tidak dapat terlepas dari pemenuhan gas bumi sebagai bahan baku pupuk tersebut. Pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan gas bumi untuk pemenuhan industri pupuk baik untuk pabrik pupuk yang sudah ada existing maupun untuk pabrik pupuk revitalisasi. Kebutuhan gas bumi untuk pabrik pupuk adalah sebagai berikut. Pabrik Pupuk Iskandar Muda PIM, Nanggroe Aceh Darussalam Saat ini kebutuhan gas bumi untuk satu pabrik PT PIM adalah sebesar 55 MMSCFD atau sebesar 6 kargo LNGdan sebesar 7 kargo LNG di tahun 2014. Rencana pasokan gas untuk PIM di tahun 2015 berasal dari tail gas Arun dan mulai tahun 2016 rencananya akan dipasok oleh KKKS Medco Blok A bersamaan dengan mulai onstreamnya lapangan tersebut. Pabrik Pupuk Sriwidjaja, Sumatera Selatan Saat ini kebutuhan gas bumi untuk pabrik Pusri IB, III dan IV adalah sebesar 180 MMSCFD dipasok oleh PT Pertamina EP Region Sumatera bagian Selatan sebesar 166 MMSCFD dan dari Pertagas gas bumi berasal JOBP Talisman dan Golden Spike sebesar 14 MMSCFD. Sedangkan untuk pabrik Pusri II kebutuhan gas bumi sebesar 45 MMSCFD berasal dari Medco SCS. Revitalisasi pabrik Pusri IIB mulai beroperasi pada tahun 2015 yang akan dipasokKKKS Medco SCS dari pengalihan gas Pusri II mulai tahun 2015-2022. Kekurangan pasokan gas sebesar 17 MMSCFD akan dipasok oleh Pertamina EP mulai tahun 2015-2017. Untuk revitalisasi Pusri IIIB yang rencananya mulai beroperasi pada tahun 2017, belum ada kepastian pasokan gasnya. Pabrik Pupuk Kujang, Jawa Barat Kebutuhan gas bumi untuk parik Pupuk Kujang Cikampek PKC IA dan IB adalah masing-masing sebesar 57 MMSCFD dan 39 MMSCFD yang dipasok oleh PHE ONWJ dan Pertamina EP. Dalam upaya penghematan tingkat konsumsi bahan baku maupun energi serta ramah lingkungan, maka dilakukan revitalisasi pabrik pupuk yang sudah tua, yaitu mengganti pabrik PKC IA dengan PKC IC. Revitalisasi pabrik PKC IC rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2017. Alokasi gas bumi untuk pabrik PKC IC 146 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebesar 85 MMSCFD, berdasarkan surat MESDM Nomor 773813MEM.M2013 tanggal 21 Oktober 2013 perihal Alokasi Gas Bumi Pabrik PKG II dan PKC IC, rencananya akan berasal dari Lapangan Jambaran, Cendana dan Tiung Biru yang dioperasikan oleh Pertamina EP Cepu dimana akan mulai beroperasi pada tahun 2017 seiring dengan onstreamnya lapangan tersebut. Pabrik Pupuk Kalimantan Timur Kebutuhan gas bumi pabrik PKT 1, 2, 3 dan 4 adalah masing-masing sebesar 80 MMSCFD, 90 MMSCFD, 45 MMSCFD dan 50 MMSCFD yang saat ini dipasok oleh KKKS Total EP Indonesie, Vico dan Chevron. Untuk mendukung program revitalisasi pabrik PKT I menjadi PKT 5, Kementerian ESDM telah mengalokasikan gas bumi untuk PKT 5 berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3288 K15MEM2010, dimana rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2015 dan pasokan gasnya berasal dari KKKS Pearl Oil Sebuku sebesar 80 MMSCFD. Pabrik Petrokimia Gresik II Kebutuhan gas bumi pabrik Petrokimia Gresik PKG I adalah sebesar 65 MMSCFD yang dipasok dari Kangean Energy Indonesia dan JOB P-PetrochinaEast Java Tuban. Untuk program revitalisasi pabrik PKG IIrencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2017. Alokasi gas bumi untuk pabrik PKG II sebesar 85 MMSCFD, berdasarkan surat MESDM Nomor 773813 MEM.M2013 tanggal 21 Oktober 2013 perihal Alokasi Gas Bumi Pabrik PKG II dan PKC IC, rencananya akan berasal dari lapangan gas bumi MDA-MBH KKKS Husky- CNOOC Madura Ltd. Pabrik Petrokimia Tangguh Kebutuhan gas bumi untuk proyek Petrokimia di Tangguh adalah sebesar 180 MMSCFD, dimana rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2019 seiring dengan mulai beroperasinya Train III Tangguh, sesuai dengan surat MESDM Nomor 811510 MEM.M2012 tanggal 23 November 2012 perihal Persetujuan Alokasi Gas Tangguh. Prosentase pemanfaatan gas bumi pabrik pupuk dengan status s.d Agustus 2013 adalah sebesar 95 pemanfaatan sebesar 667 MMSCFD dari total kontrak kurang lebih sebesar 706 MMSCFD. Terdapat beberapa penurunan produksi secara alamiah di lapangan- lapangan gas bumi yang mengakibatkan tidak maksilnya pengaliran gas ke beberapa pabrik pupuk.