60
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Terkait jaminan pasokan bahan baku minyak mentah untuk kilang BBM dalam negeri,
kendala utama dalam pencapaian indikator prosentase jaminan pasokan bahan baku
adalah bahwa secara alamiah pasokan crude dari lapangan minyak domestik terus
menurun dan penemuan cadangan baru seperti dari lapangan Banyu Urip yang
dipasok ke kilang dalam negeri belum optimal berproduksi tahun 2013 ini.
Jumlah minyak mentah domestik tidak termasuk kondensat yang masuk kilang
minyak pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 205 juta barel, dengan jumlah total
minyak mentah tidak termasuk kondensat dan bahan baku lainnya yang diolah di
kilang di sebesar 301 juta barel. Minyak mentah domestik yang digunakan antara lain
dari jenis minyak SLC Minas, Duri Widuri, dan Banyu Urip.
Sedangkan minyak mentah impor yang masuk kilang antara lain Bonny Light crude,
Azeri crude dan Escravos Light. Kilang yang dapat mengolah crude impor di
Indonesia kilang RU IV Cilacap dan kilang RU V Balikpapan, sedangkan kilang-kilang
minyak lainnya memang dari sejak awal didesain untuk hanya dapat mengoah crude
domestik. Kilang RU IV Cilacap sudah sejak awal memang didesain untuk mengolah
heavy crude yang berasal dari Timur Tengah, sedangkan kilang RU V Balikpapan semula
menggunakan crude domestik yang berasal dari sekitar Kalimantan Timur, namun
semenjak produksinya menipis, kilang RU V Balikpapan mulai dapat mengolah crude
yang ebrasal dari impor hasil blending di Terminal Lawe-lawe sehingga didapatkan
hasil blending crude yang mendekati desain awal kilang.
Tercatat peningkatan penggunaan crude impor di RU V Balikpapan yang saat ini
mencapai 45 dari kapasitas kilang 260 mbcd cukup mempengaruhi presentase
penggunaan crude domestic dan crude impor yang diolah di kilang minyak dalam
negeri. Untuk tahun ini, persentase pasokan bahan baku minyak mentah domestic yang
diolah di kilang BBM dalam negeri adalah sebesar 68 crude domestik vs crude impor
= 68 : 32. Terkait jaminan pasokan BBM dari kilang dalam negeri, dengan semakin
tingginya tingkat konsumsi BBM sementara pasokan BBM dari kilang cenderung tetap
dikarenakan tidak adanya pembangunan fasiltas kilang BBM di Indonesia semenjak
tahun 1994, maka persentase pasokan BBM dari kilang domestik hanya sebesar 51.33
dari total konsumsi BBM nasional.
b. Prosentase pemanfaatan produksi gas untuk kebutuhan domestik
Dalam penyaluran gas bumi dari produsen gas sampai kepada konsumen dalam negeri
perlu dilakukan suatu monitoring pasokan gas bumi.
Monitoring dilakukan baik melalui pipa maupun LNG melalui FSRU, yang meliputi
konsumen untuk peningkatan produksi minyak dan gas bumi, pabrik pupuk,
pembangkit listrik, industri lain, rumah tangga dan transportasi. Monitoring pasokan
gas bumi dilakukan sebagai upaya dalam mempertahankan pemenuhan kebutuhan
gas bumi dalam negeri, sehingga dapat dicarikan solusi pemecahan permasalahan
apabila terjadi hambatan dalam perjalanan pengaliran gas dari produsen kepada
konsumen. Prosentase pemanfaatan gas bumi untuk
kebutuhan dalam negeri sebesar 47,5 dari target sebesar 60 dikarenakan adanya
beberapa penambahan ekspor LNG ke pembeli Jepang disebabkan keterbatasan
infrastruktur domestik dalam negeri sehingga belum dapat menyerap gas bumi tersebut.
c. Prosentase hasil pemanfaatan batubara
untuk kebutuhan domestik. Dalam rangka mencukupi kebutuhan
batubara di dalam negeri, maka pemerintah menerapkan kebijakan Domestic Market
Obligation DMO. Diterapkannya DMO
Untuk Kesejahteraan Rakyat
B AB 5 |
AKUNT ABILIT
AS KINERJA
batubara cukup efektif untuk turut menjamin ketersediaan batubara dalam negeri.
Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2934 K30MEM2012 tentang Penetapan
Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun
2013 maka untuk DMO tahun 2013 sebesar 74,32 juta ton atau sekitar 20,30 dari total
produksi batubara sebesar 366.042.287 ton. Dengan demikian target jumlah pasokan
batubara untuk dalam negeri Sampai dengan akhir Desember 2013, realisasinya sebesar
72,07 juta ton atau 97 dari target DMO sebesar 74,32 juta ton.
d. Persentase pemanfaatan Bahan Bakar Nabati BBN pada BBM Transportasi
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 mandatory kewajiban
pemanfaatan BBN untuk transportasi baik dengan subsidi dan nonsubsidi serta untuk
industri mencapai antara 3-7 persen dari total bauran energi.
Pemanfaatan BBN pada BBM transportasi pada tahun ini dapat direalisasikan sesuai
target sebesar 10 pada sebagian wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
Nusa Tenggara. Sebagian daerah Indonesia Timur belum memanfaatkan B10.
e. Rasio Elektriikasi
Rasio elektriikasi tahun 2013 ditargetkan sebesar 77,65, dan terealisasi sebesar
80,51. Rasio elektriikasi tahun 2013 tersebut melebihi target sebesar 3,08 dan
mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi tahun 2011 72,95 dan
tahun 2012 76,56. Data hingga Tahun 2013, rasio elektriikasi
Indonesia hanya 80,51,56, padahal Singapura sudah 100, Brunei Darussalam
99,7, Malaysia 99,4, Thailand 99,3, Vietnam 97,6, Filipina 89,7 dan Sri Lanka
76,6.
f. Penurunan Intensitas Energi
Intensitas energi adalah perbandingan antara jumlah konsumsi energi per Produksi
Domestik Bruto PDB. Semakin rendah angka intensitas, maka semakin eisien penggunaan
energi di sebuah negara. Elastisitas energi adalah perbandingan antara laju
pertumbuhan konsumsi energi dengan laju pertumbuhan ekonomi. Semakin kecil angka
elastisitas, maka semakin eisien penggunaan energi di suatu negara. Dalam penerapan
program kegiatan konservasi energi maka perlu dihitung tingkat keberhasilan
penghematan energi yang dapat dilakukan. Keberhasilan penghematan energi secara
nasional diukur berdasarkan intensitas energi. Intensitas energi adalah jumlah energi
yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu satuan PDB produk domestik bruto atau
setara barel minyak permiliar rupiah SBM Miliar Rupiah.
Intensitas energi merupakan indikator keberhasilan penerapan konservasi energi
atau seberapa besar energi yang dapat dihemat untuk menghasilkan produk yang
sama. Intensitas energi dapat dihitung dengan menggunakan data realisasi penggunaan
energi inal dan energi primer. Intensitas energi primer untuk menggambarkan
intensitas seluruh rangkaian proses energi mulai dari sisi penyediaan supply side
sampai energi inal, sedang intensitas energi inal untuk menggambarkan intensitas
pemanfaatan energi pada sisi pengguna energi demand side.
Target penurunan intensitas energi sebesar 5,05 juta SBMMilyar Rp, dan realisasi sebesar
5,07 SBMMilyar Rp atau capaian 99.67. Realisasi diperoleh dari penurunan intensitas
energi pada tahun 2013 sebesar 1.
7. Persentase peningkatan pemberdayaan kapasitas nasional
a. Persentase Jumlah Tenaga Kerja Nasional
TKN Sektor ESDM terhadap Jumlah Tenaga Kerja Sektor ESDM.
Pada tahun 2013 telah terjadi penurunan
penggunaan tenaga kerja asing. Pada sub sektor migas jumlah Tenaga Kerja Asing TKA
62
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
pada tahun 2013 sebanyak 2.395 orang, terjadi pengurangan sebanyak 223 orang
atau turun 9 dibandingkan tahun 2012 sebanyak 2.618 orang. Hal ini berarti bahwa
Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing TKA di Sub Sektor Migas memberikan
pengaruh peningkatan penggunaan tenaga kerja nasional di subsektor migas.
Penggunaan tenaga kerja nasional dari 98,6 tahun lalu saat ini 98,9 dari target 98,6.
Pada tahun 2013 persentase penggunaan tenaga kerja nasional subsektor
ketenagalistrikan mengalami peningkatan dari target 90 tercapai sebesar 98,59. Dan
untuk meningkatkan kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan maka dilaksanakan
sertiikasi sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2007 tentang Standardisasi
Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan. Pada subsektor minerba tahun 2013,
persentase jumlah tenaga kerja Indonesia TKI sebesar 99,24 atau 100,04 dan
telah melampaui target 99,20. Capaian persentase ini dengan asumsi dasar terhadap
perusahaan-perusahaan yang masih dalam rentang kendali span of control dan izinnya
diterbitkan oleh DJMB. Hal ini dimungkinkan karena Ditjen Minerba selalu melakukan
evaluasi penggunaan TKA pada perusahaan mineral dan batubara sehingga penggunaan
TKA di setiap perusahaan pertambangan KK,PKP2B dan IUP dapat terkontrol dan
TKI tetap memegang peranan penting pada setiap pucuk manajemen perusahaan.
b. Persentase penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri dalam
pembangunan sektor ESDM Penggunaan produk dalam negeri local content
yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan sektor ESDM di tahun 2013 ini mecapai 51,91
dari target yang ditetapkan sebesar 54. Pada subsektor ketenagalistrikan, penggunaan
produk dalam negeri mencapai 47,82 dari taget 39, yang berarti terjadi peningkatan
122,61. Sedangkan pada subsektor migas, dari target pada tahun 2013 sebesar 65 tercapai
hanya 56 atau 86,15 dari target. Kemampuan Industri Penunjang Migas Dalam Negeri belum
optimal karena belum meningkatkan kapasitas teknologi berbasis research and development.
Pencapaian kinerja Tahun 2013 mengenai Persentase pemanfaatan barang dalam negeri
untuk pengembangan sub sektor mineral dan batubara telah melampaui target sebesar
137,39 dari target local content sebesar 57,5, hal ini dimungkinkan karena Ditjen
Minerba menghimbau agar instansi terkait yang membawahi langsung pembinaan industri
produksi dalam negeri dapat menjalin kerjasama yang baik dalam upaya peningkatan volume
dan jenis produksi dalam negeri yang dipasok ke dalam industri pertambangan di Indonesia.
8. Prosentase Kemampuan pasokan energi BBM dalam negeri
Terkait jaminan pasokan bahan baku minyak mentah untuk kilang BBM dalam negeri, kendala
utama dalam pencapaian indikator prosentase jaminan pasokan bahan baku adalah bahwa
secara alamiah pasokan crude dari lapangan minyak domestik terus menurun dan penemuan
cadangan baru seperti dari lapangan Banyu Urip yang dipasok ke kilang dalam negeri belum
optimal berproduksi tahun 2013 ini. Jumlah minyak mentah domestik tidak termasuk
kondensat yang masuk kilang minyak pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 205 juta barel, dengan
jumlah total minyak mentah tidak termasuk kondensat dan bahan baku lainnya yang diolah
di kilang di sebesar 301 juta barel. Minyak mentah domestik yang digunakan antara lain dari jenis
minyak SLC Minas, Duri Widuri, dan Banyu Urip. Sedangkan minyak mentah impor yang masuk
kilang antara lain Bonny Light crude, Azeri crude dan Escravos Light. Kilang yang dapat mengolah
crude impor di Indonesia kilang RU IV Cilacap dan kilang RU V Balikpapan, sedangkan kilang-kilang
minyak lainnya memang dari sejak awal didesain untuk hanya dapat mengoah crude domestik.
Kilang RU IV Cilacap sudah sejak awal memang didesain untuk mengolah heavy crude yang
berasal dari Timur Tengah, sedangkan kilang RU V