05 Persidangan Kasus Bom Malang

Bab 06-05 Persidangan Kasus Bom Malang

Telah muncul ide untuk melakukan komplotan besar-besaran dan sangat banyak rincian yang dimasukkan. Oleh karena itu dimulailah dua kelompok persidangan pada bulan Januari dan April 1986 dengan mengajukan 7 orang sebagai terdakwa dalam kasus peledakan bom di Malang, serangan candi Borobudur dan meledaknya bom di bus malam jurusan Bali.

Lebih dari peristiwa-peristiwa yang lain, pengeboman candi Boro-budur mendapatkan pemberitaan besar di surat kabar. Candi Borobudur yang didirikan jauh sebelum kedatangan Islam sangat berpengaruh di tengah masyarakat. Candi ini berada di wilayah selatan, tepatnya Magelang Jawa Tengah. Pengeboman ini dipandang sebagai serangan langsung terhadap pusat kebudayaan (Jawa) Indonesia. Meskipun beberapa orang pakar menafsirkan hal ini sebagai tindakan balas dendam kaum fundamentalis muslim, setelah terjadinya tragedi Tanjung Priok, namun sebenarnya terdapat indikasi adanya tangan-tangan tersembunyi di balik peristiwa itu. Sebab ternyata ada beberapa bom yang tidak meledak, dan bom-bom ini diperoleh dari gudang perbekalan militer di Bandung.

Di Jawa Barat pada bulan Mei 1985, Theo Suandi Subroto, Pangdam Jawa Barat mengumumkan penangkapan tiga orang yang mempunyai hubungan dengan kasus peledakan bom. Ketiga orang ini adalah mantan anggota ABRI. Juga ada beberapa orang lain yang ditangkap, semuanya itu adalah orang-orang yang ahli persenjataan. Walaupun ketiga mantan ABRI itu dijatuhi hukuman yang berkisar antara 7-9 tahun, karena telah mencuri persenjataan ABRI, namun vonis ini sama sekali tidak menun-jukkan adanya kaitan dengan peristiwa pengeboman. Sedangkan yang lainnya dibebaskan.

Langkah penyelidikan yang dilakukan oleh Pangdam dihentikan demi kepentingan yang lebih besar, apalagi telah muncul anggapan bahwa ABRI berada di balik operasi ini sehingga masalahnya menjadi kisah menarik (Kisshatul gharibah). Kisah ini menyatakan bahwa ada kom- plotan syi’ah internasional (dimana kaum muslimin Indonesia adalah orang sunni), maka Pangdam mengumpulkan ulama di daerahnya dan mengingatkan mereka akan adanya ekstrimis syi’ah berusaha untuk menanamkan pengaruh di wilayah ini. Pada akhirnya, mereka meng- hubung-hubungkan nama Husein Ali Al-Habsyi dengan peristiwa-peristiwa peledakan bom di Malang. Akhirnya dimulailah gelombang pertama persidangan kasus ini, mulai bulan Januari - Maret 1986, dengan terdakwa:

1. Nama : Ahmad Muladawilah Umur

: 22 tahun Pekerjaan

: Pedagang Toko kelontong Keterangan

: Ditangkap, 19 April 1985 dengan tuduhan meledak-kan gereja Katholik di Malang, dan candi Borobu-dur. Dia divonis hukuman penjara 2 tahun.

2. Nama : Abdul Qadir Ali Al-Habsyi Umur

: 25 tahun Pekerjaan

: Pengangguran Keterangan

: Ditangkap, 16 Maret 1985, saat melarikan diri dari bus malam. Dituduh terlibat pengeboman candi Borobudur dan bus Pemudi Expres. Divonis hukuman penjara 20 tahun.

3. Nama : Abdul Qadir Baraja’ Umur

: 41 tahun Pekerjaan

: Pedagang kain

Keterangan : Ditangkap, 5 Mei 1985. Dituduh menyediakan pera-latan bom. Divonis penjara 13 tahun. Tetapi setelah jaksa naik banding, hukumannya malah diperberat menjadi 15 tahun.

Persidangan Abdul Qadir Baraja’ memperoleh perhatian besar dari mass media saat itu. Dalam persidangan, keterangan-keterangan para saksi saling bertentangan, terutama menyangkut peran Abdul Qadir Baraja’ dalam menyediakan bom-bom dari Teluk Betung. Mohammad Akhwan mengaku bahwa dia diberi dana oleh Baraja’ untuk membeli bahan peledak. Ujarnya,”Uang itu telah saya bayarkan kepada orang bernama Basrin Sinan”. Tapi Basrin sendiri, di dalam persidangan, mengatakan bahwa ia menerima uang secara langsung dari Mohammad Akhwan. Keterangan yang diberikan di depan penyidik, yang sesuai dengan keterangan Akhwan, di dalam persidangan dicabut lagi. Baraja’ mengomentari,”Membeli bahan peledak dari Teluk Betung tidak ada masalah. Karena para nelayan di sana biasa menggunakan bahan peledak untuk menangkap ikan”. Walaupun Baraja’ memberikan alasan-alasan dan bantahan jaksa terhadap hal itu tidak kuat, tapi terdakwa tetap dinyatakan bersalah.

Mengenai jaringan syi’ah yang dituduhkan kepada para terdakwa, sebenarnya berpangkal pada dua orang muballigh. Namun tidak seorang-pun diantara keduanya yang muncul di persidangan. Ada yang menga-takan, mereka hanya tokoh fiktif. Orang pertama bernama Ibrahim al-Jawwad, diduga telah melarikan diri ke Iran, karena dia telah belajar di sana sejak 1982-1984. Sedangkan orang kedua bernama Husein Ali Al-Habsyi, kakak kandung Abdul Qadir Ali Al- Habsyi, yang buta sejak lahir. Dia berperan sebagai kurir antar terdakwa dalam kasus di Malang. Kesaksian Mohammad Akhwan mengesankan adanya hubungan antara tokoh Malang ini dengan para pengikutnya di pesantren Islam (YAPI) Bangil. Dia ikut menghadiri pertemuan yang, katanya diadakan di Probolinggo Jawa Timur, dengan dihadiri oleh orang-orang tersebut untuk membicarakan tragedi Tanjung Priok dan peledakan bom di Jakarta

Kesaksian ini sangat berpengaruh dalam mengkoordinir gerakan syi’ah yang dituduhkan ada jalinan dengan pesantren YAPI Bangil. Ketika kedua tokoh kunci gerakan syi’ah tidak hadir dalam persidangan, maka tidak seorangpun dapat menyanggah adanya anggapan, seperti yang dinyatakan oleh Abdul Qadir Baraja’, bahwa,” Husein yang dikatakan buta itu, sesungguhnya tidak benar-benar buta”.

Ada rangkaian persidangan pada bulan April-Mei 1986. Dalam persidangan ini, Mohammad Akhwan dan tiga orang lainnya dijatuhi hukuman. Persidangan Mohammad Akhwan sama sekali tidak diberita-kan dalam surat kabar, sedangkan yang lain diberitakan sedikit.

4. Nama : Basiran Sinan Umur

: 38 tahun Pekerjaan : Nelayan Keterangan

: Tanggal penangkapannya tidak diketahui. Dituduh mengirimkan bahan- bahan peledak pada Akhwan dan Ibrahim, Desember 1984 dan Maret 1985. Di-jatuhi hukuman 8 tahun. Menjadi saksi dalam persi-dangan Abdul Qadir Baraja’.

5. Nama : Shadik Musawa Umur

: 28 tahun Keterangan

: Tanggal penangkapannya tidak diketahui. Dituduh mengirimkan delegasi untuk melakukan pengena-lan medan di Bali sebagai persiapan untuk melaku-kan peledakan bom yang akan dilaksanakan oleh orang-orang yang telah membawa bahan-bahan peledak dalam bus malam pemudi Expres ke Bali. Dia juga dituduh sebagai kurir di dalam kelompok Husein Al-Habsyi. Dia menjadi saksi dalam persida-ngan Baraja’ dan dituduh memperkenalkan Baraja’ kepada Husein Al-Habsyi. Divonis hukuman 8 tahun penjara.

6. Nama : Abdul Qadir Idris Al-Haddad Umur

: 25 tahun

Keterangan : Tanggal penangkapannya tidak diketahui. Dituduh sebagai anggota kurir

dalam kelompok Husein Al-Habsyi. Dia juga dituduh menemani Musawa dalam perjalanan ke Bali untuk melakukan pengamatan lapangan. Anehnya nama Al-Haddad belum per-nah disebut-sebut dalam persidangan yang lalu. Bahkan setelah persidangan Musawa berjalan separuh, barulah dia ditampilkan sebagai saksi mengenai perjalanannya ke Bali. Dia menyebutkan bahwa Abdul Qadir Al-Habsyi teman dekatnya.

Persidangan-persidangan ini dengan jelas menunjukkan bahwa keterkaitan antara para tertuduh dengan gerakan syi’ah tidak jelas. Hanya kepandaian jaksa penuntut untuk memanipulasi data-data, akhirnya dikatakan ada hubungan satu dengan yang lain. Sedangkan mengenai pensuplai bahan-bahan peledak sebenarnya adalah tipu daya. Di sini terlihat, bahwa Abdul Qadir Baraja’ yang telah dijatuhi hukuman sebelumnya (yang telah divonis perkaranya) karena dianggap terlibat kasus teror Warman, tahun 1978 dan juga dianggap sebagai seorang teroris. Orang inilah, barangkali yang logis sebagai pensuplai bahan-bahan peledak dibandingkan dengan issu yang mengatakan pihak militer sebagai pensuplainya. Persidangan ini telah mengorbankan Persidangan-persidangan ini dengan jelas menunjukkan bahwa keterkaitan antara para tertuduh dengan gerakan syi’ah tidak jelas. Hanya kepandaian jaksa penuntut untuk memanipulasi data-data, akhirnya dikatakan ada hubungan satu dengan yang lain. Sedangkan mengenai pensuplai bahan-bahan peledak sebenarnya adalah tipu daya. Di sini terlihat, bahwa Abdul Qadir Baraja’ yang telah dijatuhi hukuman sebelumnya (yang telah divonis perkaranya) karena dianggap terlibat kasus teror Warman, tahun 1978 dan juga dianggap sebagai seorang teroris. Orang inilah, barangkali yang logis sebagai pensuplai bahan-bahan peledak dibandingkan dengan issu yang mengatakan pihak militer sebagai pensuplainya. Persidangan ini telah mengorbankan