02 Persiapan-persiapan di Jakarta.
Bab 10-02 Persiapan-persiapan di Jakarta.
Daerah Lampung, bagi sebagian orang yang pernah menikmatinya adalah seperti gula, bila semut mengetahuinya maka tak ayal sekawanan semut pasti akan menyerbu gula tersebut. 39 Analogi ini bisa dipahami bahwa memang daerah Lampung adalah merupakan daerah yang terke- nal dengan kesuburan tanahnya. Selain itu, di daerah Lampung tersebut sangat cocok untuk sebuah pemukiman. Begitu pula yang dikehendaki oleh Warsidi dan kelompoknya, selain bercocok tanam mereka ingin di desanya dibangun sebuah pemukiman yang Islami.
Sejak terjalinnya kontak antara Warsidi dengan tiga orang pemuda Jakarta bernama: Nurhidayat, Fauzi Isman dan Sudarsono sebagian orang yang berhasil dipengaruhi dari Jawa Tengah 40 dan Jakarta berkei-nginan untuk pindah tempat tinggal ke daerah Lampung. Dalam keyaki-nan agama kita terdapat sebuah adagium bahwa “seorang muslim yang baik harus tinggal di tempat yang baik”. Apalagi memang kenyataannya bahwa di negeri Indonesia begitu suburnya berbagai kedzaliman, seperti penindasan, kesewenang-wenangan, pembunuhan, pemerkosaan, perju-dian, perampokan dan kerusakan-kerusakan moral atau etika (akhlak) lainnya, membuat mereka merasa gerah juga. Jakarta, sebagai kota metropolis yang banyak menjanjikan kenikmatan hidup ternyata menghadir-kan sesuatu di luar batas pikirannya. Maka jalan yang ditempuh adalah bagaimana mereka ingin mempurifikasi diri. Bagi mereka jalan satu-satunya untuk menghindari diri dari pengaruh-pengaruh negatif tersebut dengan jalan hijrah. Hijrah dalam pengertian, mencari tempat yang kondusif dalam rangka memproteksi diri (meninggalkan) dari apa-apa yang dalam keyakinannya diharamkan Allah.
Untuk menjalankan program hijrah tersebut, diadakan pertemuan khusus tanggal 12 Desember 1988 di Cibinong, Jawa Barat. Dalam pertemuan itu dihasilkan satu kesepakatan untuk membuat perkam-pungan Muslim, sebagai daerah basis perang, di Cihideung, Dusun Talangsari
III, Kecamatan Way Jepara. Namun anehnya tidak ada nama, struktur dan yang menerima konsep hijrah di sana. Adapun yang bertanggung jawab menerima di sana adalah Warsidi dan Usman, sedangkan yang bertanggungjawab untuk meng-hijrah-kan mereka ke sana adalah: Nurhidayat,
Darsono dan Fauzi. Kemudian Nurhidayat ditunjuk sebagai Amir Musafir. 41
Pada tanggal 12 Februari 1988 sampai tanggal 6 Februari 1989, secara bertahap tanpa sosialisasi dan koordinasi dengan aparat dan penduduk sekitarnya yang akan didatangi kurang lebih 50 orang hijrah ke sana, diantaranya: keluarga Margono dan keluarga Sukardi. Selanjutnya, menghasilkan jamaah kurang lebih 300 orang baik dekat maupun jauh, termasuk dari kampus
UNILA (Universitas Lampung), seorang mahasis-wa drop out Muhlis. 42
Sementara itu di Jakarta, melalui peranan tiga orang yaitu Nurhidayat, Fauzi dan Sudarsono ini diadakanlah berbagai kegiatan. Melalui dakwah untuk menarik peminat dengan iming-iming dalam kegiatannya menuju kepada terciptanya kehidupan Islami dengan pembentukan perkampu- ngan Islam (Islamic Village) terus diupayakan. Pemikiran yang sangat fundamentalis ini pada saatnya nanti dipersiapkan sebagai basis tegaknya syariat Islam dengan pola Darul Arqam di masa Rasulullah SAW di Mekkah. Dan dari usaha da’wah itu disusun beberapa shaf, di antaranya ialah: shaf Ali, shaf Umar, shaf Abu Bakar dan shaf Usman. Pusat kegiatannya berlokasi di Gg.
Remaja I Prumpung, Jakarta. 43
Namun dalam perjalanannya, pembentukan shaf tersebut mengalami kendala internal. Menurut Sudarsono, salah satu penyebabnya adalah karena ketidaksingkronan arah dan tujuan perjuangan. 44 Salah seorang dari Ketua shaf, Nur Hidayat, seorang pemuda energik, emosional dan berjiwa meledak-ledak, mengajak untuk langsung berjihad (berperang angkat senjata). Yang menjadi dasar pemikirannya adalah karena ditubuh ABRI sudah terkotak-kotak dan rezim Soeharto sebentar lagi akan hancur. Hal lain adalah bahwa Islam hadir untuk membebaskan
manusia dari perbudakan manusia. 45 Namun usaha tersebut ditentang oleh yang lainnya. Menurut Ridwan, 46 bahwa langkah yang tengah diusahakan Nur Hidayat terlalu tergesa-gesa dan bahwa manusia dari perbudakan manusia. 45 Namun usaha tersebut ditentang oleh yang lainnya. Menurut Ridwan, 46 bahwa langkah yang tengah diusahakan Nur Hidayat terlalu tergesa-gesa dan bahwa
pun tidaklah sah. 47 Hal senada juga dilontarkan oleh Ustadz Ilyas, ia berpendapat bahwa kaum muslimin tidak dibenarkan mengadakan agresi, dan itu bertentangan dengan sunah rasul. 48