Dibuang ke jalan
15. Dibuang ke jalan
Menjelang pasukan ditarik dari Aceh, yang kabarnya dilakukan antara 19 dan 20 Agustus 1998, beberapa kejadian menarik terjadi di Aceh. Misalnya, ada empat pria yang hanya mengenakan celana dalam dengan kondisi fisik dan psikis yang buruk, serta tanpa identitas apapun, 12 Maret 1998 pukul 21.00 WIB “dibuang” dari sebuah mobil jeep di dua lokasi di tengah jalan raya Banda Aceh-Medan antara kawasan Syamta-lira Bayu-Geudong, Aceh Utara. Seorang di antaranya, tewas ditabrak sebuah mobil saat lari menyeberang jalan beberapa jam setelah diberi makan dan tempat mengaso oleh penduduk. Peristiwa tersebut disaksikan sejumlah warga Desa Bunot Bayu dan warga Geudong. Warga setempat menduga, keempat pria korban “buangan” itu korban penculikan alias orang hilang yang telah mengalami penyiksaan berat dan keburu dilepas menjelang penarikan pasukan keamanan nonorganik dari Aceh. Beberapa warga sekilas melihat paling sedikit ada empat oknum dalam mobil yang mirip jeep land rover dan tak jelas plat nomor polisinya itu. Setelah menyelesaikan tugasnya membuang “muatan” berupa empat anak manusia itu, dengan tenang mobil tersebut meluncur kembali di jalan raya menuju arah timur Lhokseumawe. Menurut keterangan warga, dua korban pertama dibuang di kawasan Desa Bunot Bayu. Sedangkan dua orang lagi di kawasan jalan tak jauh dari Geudong Samudera. Baik dua korban yang dibuang di Bayu, maupun dua lagi yang dibuang di Geudong, bangkit dan berjalan terhuyung-huyung di jalan raya hingga menarik perhatian orang banyak yang saat itu berada di tepi jalan sekitar dua lokasi kejadian. 13 Agustus 1998 sekitar pukul 01.00 WIB pagi, beberapa pemuda Bunot Bayu melihat ada orang yang berjalan terhuyung-huyung, tak tentu arah, dan berputar-putar di jalan raya yang padat arus lalu-lintas itu. Maka, para pemuda mendatangi orang tersebut dengan maksud mencari tahu mengapa mereka tampak lemas dan terbingung-bingung. Setelah ditanya ternyata orang itu adalah salah seorang dari dua korban yang dibuang di kawasan Beunot Bayu.Dari profil tubuhnya diperkirakan korban masih muda dan berusia antara 18 sampai 25 tahun. Pemuda Desa Bunot kemudian meminta bantuan salah satu warga desa untuk memberi makan kepada korban yang fisiknya tampak lemah sekali itu. Selagi ia makan, beberapa pemuda --termasuk ibu yang memberinya makan--mengajukan beberapa perta- nyaan menyangkut identitas korban. Meski ditanya siapa nama dan dari mana, ia hanya menjawab singkat, “Matang Peusangan”. Ini adalah nama sebuah ibukota kecamatan di Aceh Utara. Setelah menyebut dua kata itu, korban berteriak berkali-kali, “Jangan setrum saya. Jangan pukul kepala saya pakai pistol, sakiiit, jangan siksa saya lagi,” tangis korban tersedu-sedu dan histeris, sambil memegang kedua kepalanya seraya menunduk. Terkesan ia menghindari sesuatu, seperti layaknya orang yang coba menghindari pukulan beruntun. Wajahnya saat itu kelihatan pucat dan ketakutan, serta tak berani memandang wajah orang-orang yang memberinya makan di Desa Bunot. Seuai makan, empat pemuda yang bertugas di Poskamling Langa Bayu memberinya tempat tidur di pos itu. Menjelang subuh, keempat pemuda yang tertidur lelap, terbangun. Tapi, tak lagi melihat korban di sana. Mereka bergegas mencari korban yang diam-diam meninggalkan Poskamling saat mereka tertidur itu. Mereka menelusuri arah jalan timur dan ke barat karena yakin korban tersebut belum jauh dari Poskamling. Dugaan keempat pemuda itu benar. Tak jauh dari Poskamling, tiba-tiba mereka mendengar suara tabrakan di jalan raya, tapi tak sempat memperhatikan mobil apa yang melintas dengan cepat. Ternyata yang ditabrak adalah orang yang sedang mereka cari. Peristiwa kecelakaan dan ihwal korban itu dilaporkan kepada petu-gas Polsek Bayu. Korban yang saat itu diperkirakan telah tewas di TKP akibat ditabrak mobil, diangkut ke RSU Lhokseumawe. Hingga 16 Agustus 1998 mayat tak dikenal itu masih terbaring di ruang jenazah RSU Lhokseumawe, kondisinya memprihatinkan. Korban hanya mengenakan sepotong celana dalam, tinggi tubuh ditaksir 160 Cm, kurus ceking. Luka baru akibat tabrakan terlihat mengganga di bagian kepalanya dengan darah yang membeku. Kedua belah siku tangan dan lututnya juga terluka. Keanehan juga tampak pada mayat korban. Sebagian giginya telah rontok. Selain itu, bekas luka-luka lama (sebelum tabrakan) terlihat jelas pada tubuh korban terutama di bagian dada, pipi, dan bagian kedua lengan yang diduga keras, korban sebelum tewas ditabrak telah “kenyang” dengan penganiayaan yang cukup berat. Kantor LBH Yayasan Iskandar-Muda mendapat laporan dari penduduk Bunot tentang “pembuangan” keempat korban tersebut. Yacob Hamzah langsung mengecek ke kamar jenazah RSU Lhokseumawe dan mendapat kepastian dari seorang warga Bunot bahwa korban tewas akibat ditabrak mobil itu adalah salah seorang korban eks “buangan” mobil misterius di Bunot yang sempat diberi makan dan tidur di Poskamling Langa Bunot. Pihak LBH Yayasan Iskandar Muda membuat analisa dari keterangan penduduk Bunot serta mencocokkan-nya dengan daftar laporan orang hilang serta sejumlah foto-foto korban orang hilang yang ada di arsip LBH tersebut. Melihat kondisi korban yang tewas dan cerita penduduk tentang tiga korban lain, pihak LBH menduga keempat korban “buangan” dari mobil Menjelang pasukan ditarik dari Aceh, yang kabarnya dilakukan antara 19 dan 20 Agustus 1998, beberapa kejadian menarik terjadi di Aceh. Misalnya, ada empat pria yang hanya mengenakan celana dalam dengan kondisi fisik dan psikis yang buruk, serta tanpa identitas apapun, 12 Maret 1998 pukul 21.00 WIB “dibuang” dari sebuah mobil jeep di dua lokasi di tengah jalan raya Banda Aceh-Medan antara kawasan Syamta-lira Bayu-Geudong, Aceh Utara. Seorang di antaranya, tewas ditabrak sebuah mobil saat lari menyeberang jalan beberapa jam setelah diberi makan dan tempat mengaso oleh penduduk. Peristiwa tersebut disaksikan sejumlah warga Desa Bunot Bayu dan warga Geudong. Warga setempat menduga, keempat pria korban “buangan” itu korban penculikan alias orang hilang yang telah mengalami penyiksaan berat dan keburu dilepas menjelang penarikan pasukan keamanan nonorganik dari Aceh. Beberapa warga sekilas melihat paling sedikit ada empat oknum dalam mobil yang mirip jeep land rover dan tak jelas plat nomor polisinya itu. Setelah menyelesaikan tugasnya membuang “muatan” berupa empat anak manusia itu, dengan tenang mobil tersebut meluncur kembali di jalan raya menuju arah timur Lhokseumawe. Menurut keterangan warga, dua korban pertama dibuang di kawasan Desa Bunot Bayu. Sedangkan dua orang lagi di kawasan jalan tak jauh dari Geudong Samudera. Baik dua korban yang dibuang di Bayu, maupun dua lagi yang dibuang di Geudong, bangkit dan berjalan terhuyung-huyung di jalan raya hingga menarik perhatian orang banyak yang saat itu berada di tepi jalan sekitar dua lokasi kejadian. 13 Agustus 1998 sekitar pukul 01.00 WIB pagi, beberapa pemuda Bunot Bayu melihat ada orang yang berjalan terhuyung-huyung, tak tentu arah, dan berputar-putar di jalan raya yang padat arus lalu-lintas itu. Maka, para pemuda mendatangi orang tersebut dengan maksud mencari tahu mengapa mereka tampak lemas dan terbingung-bingung. Setelah ditanya ternyata orang itu adalah salah seorang dari dua korban yang dibuang di kawasan Beunot Bayu.Dari profil tubuhnya diperkirakan korban masih muda dan berusia antara 18 sampai 25 tahun. Pemuda Desa Bunot kemudian meminta bantuan salah satu warga desa untuk memberi makan kepada korban yang fisiknya tampak lemah sekali itu. Selagi ia makan, beberapa pemuda --termasuk ibu yang memberinya makan--mengajukan beberapa perta- nyaan menyangkut identitas korban. Meski ditanya siapa nama dan dari mana, ia hanya menjawab singkat, “Matang Peusangan”. Ini adalah nama sebuah ibukota kecamatan di Aceh Utara. Setelah menyebut dua kata itu, korban berteriak berkali-kali, “Jangan setrum saya. Jangan pukul kepala saya pakai pistol, sakiiit, jangan siksa saya lagi,” tangis korban tersedu-sedu dan histeris, sambil memegang kedua kepalanya seraya menunduk. Terkesan ia menghindari sesuatu, seperti layaknya orang yang coba menghindari pukulan beruntun. Wajahnya saat itu kelihatan pucat dan ketakutan, serta tak berani memandang wajah orang-orang yang memberinya makan di Desa Bunot. Seuai makan, empat pemuda yang bertugas di Poskamling Langa Bayu memberinya tempat tidur di pos itu. Menjelang subuh, keempat pemuda yang tertidur lelap, terbangun. Tapi, tak lagi melihat korban di sana. Mereka bergegas mencari korban yang diam-diam meninggalkan Poskamling saat mereka tertidur itu. Mereka menelusuri arah jalan timur dan ke barat karena yakin korban tersebut belum jauh dari Poskamling. Dugaan keempat pemuda itu benar. Tak jauh dari Poskamling, tiba-tiba mereka mendengar suara tabrakan di jalan raya, tapi tak sempat memperhatikan mobil apa yang melintas dengan cepat. Ternyata yang ditabrak adalah orang yang sedang mereka cari. Peristiwa kecelakaan dan ihwal korban itu dilaporkan kepada petu-gas Polsek Bayu. Korban yang saat itu diperkirakan telah tewas di TKP akibat ditabrak mobil, diangkut ke RSU Lhokseumawe. Hingga 16 Agustus 1998 mayat tak dikenal itu masih terbaring di ruang jenazah RSU Lhokseumawe, kondisinya memprihatinkan. Korban hanya mengenakan sepotong celana dalam, tinggi tubuh ditaksir 160 Cm, kurus ceking. Luka baru akibat tabrakan terlihat mengganga di bagian kepalanya dengan darah yang membeku. Kedua belah siku tangan dan lututnya juga terluka. Keanehan juga tampak pada mayat korban. Sebagian giginya telah rontok. Selain itu, bekas luka-luka lama (sebelum tabrakan) terlihat jelas pada tubuh korban terutama di bagian dada, pipi, dan bagian kedua lengan yang diduga keras, korban sebelum tewas ditabrak telah “kenyang” dengan penganiayaan yang cukup berat. Kantor LBH Yayasan Iskandar-Muda mendapat laporan dari penduduk Bunot tentang “pembuangan” keempat korban tersebut. Yacob Hamzah langsung mengecek ke kamar jenazah RSU Lhokseumawe dan mendapat kepastian dari seorang warga Bunot bahwa korban tewas akibat ditabrak mobil itu adalah salah seorang korban eks “buangan” mobil misterius di Bunot yang sempat diberi makan dan tidur di Poskamling Langa Bunot. Pihak LBH Yayasan Iskandar Muda membuat analisa dari keterangan penduduk Bunot serta mencocokkan-nya dengan daftar laporan orang hilang serta sejumlah foto-foto korban orang hilang yang ada di arsip LBH tersebut. Melihat kondisi korban yang tewas dan cerita penduduk tentang tiga korban lain, pihak LBH menduga keempat korban “buangan” dari mobil