Teror Berlebihan Terhadap Korban

18. Teror Berlebihan Terhadap Korban

Menurut catatan, salah seorang korban perkosaan, Nyak Maneh Abdullah (35) beberapa hari lalu juga sempat mendapat teror dari seorang cuak yang diduga atas suruhan para oknum Kopassus. Waktu itu, rumah Nyak Maneh di Desa Rinti, Mutiara, sempat didatangi sejumlah oknum dengan mobil. Hanya satu orang—TPO alias cuak di Rumoh Geudong bernama Is alias R—yang turun menjumpai Nyak Maneh. Para oknum aparat menunggu di mobil. “Saya ditanya, siapa yang menyuruh melapor ke DPRD,” kata Nyak Maneh. “Saya jawab, saya sendiri yang lapor. Karena banyak orang kampung sudah lapor. Saya tidak takut lagi sekarang.” R menanyakan beberapa pertanyaan lagi dengan nada mengancam. Belakangan diketahuinya, ternyata Kepala Desa (Kades) Rinti setempat juga sudah lebih dulu diinterogasi oleh beberapa oknum aparat yang cukup dikenal oleh Pak Keuchiek. “Saya memang tidak diapa-apakan. Tapi, saya merasa takut juga. Beberapa malam ini saya tidak tidur di rumah,” tambah Nyak Maneh. Pasi Intel Kodim 0102 Pidie Letda Inf Suyanto menegaskan apabila memang ada pelapor yang diteror atau sekadar ditanyai demikian, dipersilakan melapor ke Kodim 0102 Pidie. “Kita tetap menjamin keamanan setiap pelapor. Tak perlu takut,” tegasnya, seperti ketika ia—mewakili Damdim—menegaskan hal itu di hadapan TPF DPR RI di Sigli. “Kalau yang meneror itu oknum aparat, sebaiknya kenali nama, dari pos mana, kalau perlu pangkatnya apa. Supaya gampang kita kita panggil dia,” jelas Suyanto. Sejumlah Pos Sattis (PS) di Pidie, mulai kosong. PS Padangtiji, PS Bilie Aron, PS Kota Bakti, PS Jiem-Jiem, dan PS Pintu I Tiro, terlihat berkemas-kemas berangkat menuju Lhokseumawe. Malah dikabarkan, penghuni PS Tringgadeng dan PS Ulee Glee sudah lebih dulu minggat. keberangkatan anggota pasu-kan elite itu disambut gembira oleh masyarakat. Begitupun, banyak warga yang menyaksikan kepergian mereka dengan tatapan sinis. Seperti yang terjadi di PS Bilie Aron. Warga sekitar Rumoh Geudong dari balik pagar melihat kepergian “para oknum” itu dengan sinis. Sebagian mengumpat, dan sebagian mengucapkan syukur. “Bagaimana tidak bersyukur. Kami sudah tak sanggup lagi mendengar dan menyaksikan orang-orang disiksa di Rumoh Geudong itu. Kalau malam, tidur kami sering terganggu karena mendengar jeritan-jeritan orang yang disiksa. Atau mendengar lagu-lagu dari tape yang diputar keras-keras waktu penyiksaan,” tutur seorang warga Desa Aron. Bahkan, setelah berangkat para oknum itu pun ternyata masih meninggalkan sebentuk penderitaan lain. Menurut ang-gota keluarga pemilik Rumoh Geudong, oknum Kopassus itu meninggalkan hutang jutaan rupiah. Bayangkan, enam bulan rekening telepon belum dibayar. “Mereka suruh kami menagih pembayarannya sama bupati,” kata pemilik rumah. Tak sedikit Pemda Pidie mengeluarkan dana untuk biaya operasional Kopassus, termasuk rekening telepon, listrik, sewa rumah, kendaraan, Menurut catatan, salah seorang korban perkosaan, Nyak Maneh Abdullah (35) beberapa hari lalu juga sempat mendapat teror dari seorang cuak yang diduga atas suruhan para oknum Kopassus. Waktu itu, rumah Nyak Maneh di Desa Rinti, Mutiara, sempat didatangi sejumlah oknum dengan mobil. Hanya satu orang—TPO alias cuak di Rumoh Geudong bernama Is alias R—yang turun menjumpai Nyak Maneh. Para oknum aparat menunggu di mobil. “Saya ditanya, siapa yang menyuruh melapor ke DPRD,” kata Nyak Maneh. “Saya jawab, saya sendiri yang lapor. Karena banyak orang kampung sudah lapor. Saya tidak takut lagi sekarang.” R menanyakan beberapa pertanyaan lagi dengan nada mengancam. Belakangan diketahuinya, ternyata Kepala Desa (Kades) Rinti setempat juga sudah lebih dulu diinterogasi oleh beberapa oknum aparat yang cukup dikenal oleh Pak Keuchiek. “Saya memang tidak diapa-apakan. Tapi, saya merasa takut juga. Beberapa malam ini saya tidak tidur di rumah,” tambah Nyak Maneh. Pasi Intel Kodim 0102 Pidie Letda Inf Suyanto menegaskan apabila memang ada pelapor yang diteror atau sekadar ditanyai demikian, dipersilakan melapor ke Kodim 0102 Pidie. “Kita tetap menjamin keamanan setiap pelapor. Tak perlu takut,” tegasnya, seperti ketika ia—mewakili Damdim—menegaskan hal itu di hadapan TPF DPR RI di Sigli. “Kalau yang meneror itu oknum aparat, sebaiknya kenali nama, dari pos mana, kalau perlu pangkatnya apa. Supaya gampang kita kita panggil dia,” jelas Suyanto. Sejumlah Pos Sattis (PS) di Pidie, mulai kosong. PS Padangtiji, PS Bilie Aron, PS Kota Bakti, PS Jiem-Jiem, dan PS Pintu I Tiro, terlihat berkemas-kemas berangkat menuju Lhokseumawe. Malah dikabarkan, penghuni PS Tringgadeng dan PS Ulee Glee sudah lebih dulu minggat. keberangkatan anggota pasu-kan elite itu disambut gembira oleh masyarakat. Begitupun, banyak warga yang menyaksikan kepergian mereka dengan tatapan sinis. Seperti yang terjadi di PS Bilie Aron. Warga sekitar Rumoh Geudong dari balik pagar melihat kepergian “para oknum” itu dengan sinis. Sebagian mengumpat, dan sebagian mengucapkan syukur. “Bagaimana tidak bersyukur. Kami sudah tak sanggup lagi mendengar dan menyaksikan orang-orang disiksa di Rumoh Geudong itu. Kalau malam, tidur kami sering terganggu karena mendengar jeritan-jeritan orang yang disiksa. Atau mendengar lagu-lagu dari tape yang diputar keras-keras waktu penyiksaan,” tutur seorang warga Desa Aron. Bahkan, setelah berangkat para oknum itu pun ternyata masih meninggalkan sebentuk penderitaan lain. Menurut ang-gota keluarga pemilik Rumoh Geudong, oknum Kopassus itu meninggalkan hutang jutaan rupiah. Bayangkan, enam bulan rekening telepon belum dibayar. “Mereka suruh kami menagih pembayarannya sama bupati,” kata pemilik rumah. Tak sedikit Pemda Pidie mengeluarkan dana untuk biaya operasional Kopassus, termasuk rekening telepon, listrik, sewa rumah, kendaraan,