Sudah kehilangan Suami, Malah Difitnah Secara Sistematis dengan Surat

28. Sudah kehilangan Suami, Malah Difitnah Secara Sistematis dengan Surat

Sejumlah janda (tepatnya istri, karena belum dipastikan suaminya meninggal) yang telah melaporkan kehilangan suaminya di DPRD Pidie beberapa waktu lalu, serentak menerima “surat dari suaminya” yang seolah dikirim dari Batam, Riau. 7 Mereka yang menerima “surat dari Batam” itu semuanya warga Kecamatan Mutiara, Pidie. Masing-masing Aminah Ali, warga Desa Sentosa, dari suaminya Syarwan T Ahmad. Nyak Ubit (dari suaminya Ayub Ali), Dariati Saleh (dari suaminya Jafar Abdullah), dan Khatijah Cut (dari suaminya Kaoy Ahmad), ketiganya penduduk desa paloh Tinggi.

Menurut pengakuan para wanita itu, masing-masing mereka mene-rima surat secara terpisah. Begitu menerima surat, hati mereka sempat berdebar-debar. Tapi, setelah surat dibuka, kentara sekali bahwa surat itu direkayasa. Mereka bisa memastikan ini dari tanda tangan suami masing-masing dengan mencocokkannya pada tanda tangan asli di surat/akte maupun KTP suami. Satu sama lain wanita itu kemudian bertemu di rumah Dariati yang sementara dinobatkan sebagai “pimpinan” dari kelompok janda-janda di Kecamatan Mutiara. Mereka lalu menghubungi yang lainnya. Ternyata, baru empat “surat dari Batam” yang diterima mereka. “Ini surat palsu. Tanda tangannya palsu. Saya tahu betul itu bukan tanda tangan suami saya. Disangkanya kami bodoh, mau ditipu- tipu begitu,” kata Dariati di Sigli. Ketiga temannya mengiyakan dengan penuh emosi Menurut pengakuan para wanita itu, masing-masing mereka mene-rima surat secara terpisah. Begitu menerima surat, hati mereka sempat berdebar-debar. Tapi, setelah surat dibuka, kentara sekali bahwa surat itu direkayasa. Mereka bisa memastikan ini dari tanda tangan suami masing-masing dengan mencocokkannya pada tanda tangan asli di surat/akte maupun KTP suami. Satu sama lain wanita itu kemudian bertemu di rumah Dariati yang sementara dinobatkan sebagai “pimpinan” dari kelompok janda-janda di Kecamatan Mutiara. Mereka lalu menghubungi yang lainnya. Ternyata, baru empat “surat dari Batam” yang diterima mereka. “Ini surat palsu. Tanda tangannya palsu. Saya tahu betul itu bukan tanda tangan suami saya. Disangkanya kami bodoh, mau ditipu- tipu begitu,” kata Dariati di Sigli. Ketiga temannya mengiyakan dengan penuh emosi

Sementara kesaksian diberikan para janda saat penculikan suami mereka—oleh aparat negara. Membandingkan hurufnya, keempat surat itu kemungkinan diketik dari mesin tik yang sama. Yang lebih janggal, tanda- tangan Syarwan TA, Ayub Ali, Kaoy Ahmad, maupun Jafar Abdullah yang tertera di surat ternyata sangat berlainan dengan aslinya. Melihat tanda tangan itu, Nyak Ubit malah sempat berfirasat bahwa suaminya telah dibunuh. Karena, menurutnya, kalau memang masih hidup—misal dalam tahanan—pasti si penculik akan memaksa suaminya, Ayub Ali, untuk menanda-tangani “surat dari Batam” tersebut. “Tapi, tekenan itu jelas bukan tekenan suami saya. Biarlah, kalau sudah mati saya akan pasrah. Tapi, pemerintah bisa menunjukkan dimana kuburan- nya,” pinta ibu dari lima anak yang masih kecil-kecil ini, sedih. Berikut surat “dari Syarwan T Ahmad” untuk Aminah (dikutip persis aslinya):

Peurumoh ulon njang ulon gaseh beuna na sabee dalam lindong Allah.Assalamualaikum Wr. Wb. Dengon suratnyoe lon bi thee bak gata lon na dalam lindong poe teuh Allah. Meunan cit gata bandum dji noe. lon djie noe na di Batam gata bek susah lon akan lon jaga droe. beu neu teu peu lon teungoh dji mita oleh kafee jawa sehingga dji noe lon jakpeu siblah droe keu deeh u batam karna di deh aman. meunyoe na di jak kafee nyan u rumoh ta peugah hana ta tuhoo bek ta meu teu eeh sapee. droe neuh ban mandum njang na dji gampong bek susah doa droe neuh mandum keu ulon. Lon akan lon lanjut perjuangan nyoe sampoe selesai. oh no keuh mantong dji lee, leu beh ngon kureng lon lakee mueah. Wassalamualaikum Wr. Wb. Amin.

(tanda tangan palsu). Syarwan T. Ahmad.

Tiga surat lainnya bernada sama. Hanya penempatan kalimatnya yang berbeda-beda. Umumnya terdapat kata-kata yang menyiratkan hasutan, memecah-belah persatuan. Semacam “lon akan lanjut perjuangan nyoe ” atau “kafee Jawa” dan sejenisnya. Yang menonjol, pada semua surat tercantum pesan “bek peugah sapeu”. Sehingga, siapa pun yang memba-canya dapat meraba-raba siapa pengirimnya. Kalimat “lon akan lanjutkan perjuangan nyoe” pada surat yang dikirim Ayub Ali juga dinilai aneh oleh istrinya. Menurut Nyak Ubit, suaminya itu tak pernah terlibat GPK. Hanya selama hidup, suaminya terkenal kritis di desa. Penyimpangan uang desa sering diprotes Ayub. “Mungkin ada yang tidak senang, lalu memfitnah suami saya GPK,” ungkapnya. Begitupun, meski kritis, toh mereka takut juga akan “ancaman Pemilu” lalu. “Karena takut, kami satu kampung semua coblos Golkar,” tambah Nyak Ubit.

Seorang istri/janda lainnya juga menerima sepucuk “surat dari Batam” yang seolah dikirim dari suaminya yang telah dilaporkan hilang. Surat itu diterima oleh Faridah Amin (25), penduduk Dayah Tanoh, Muti-ara, Pidie, dari “suaminya” Syarifuddin Asih. 8 Sampai tanggal 20 Juli 1998, sudah lima “surat dari Batam” yang diterima oleh para istri korban “orang hilang” di Pidie. Sebagaimana empat surat yang datang sebelum-nya, surat Faridah itu juga dilaporkan ke DPRD Pidie. Faridah menerima surat tersebut 18 Juli 1998 melalui pos. Cap kantor posnya bukan berasal dari Batam. Berstempel pos tanggal 8 Juli 1998. Tanda tangan Syarifuddin dalam surat tersebut juga dinilai palsu, karena berlainan dengan aslinya. Isinya juga senada dengan empat surat sebelumnya. Antara lain, “Syarifuddin” minta supaya Faridah tenang di kampung menunggu ia pulang dari Batam. Dia sedang menyelamatkan diri. Kalau ada yang mencarinya, jangan ceritakan apa-apa.

Surat rekayasa itu ditulis—juga memakai mesin tik—dalam bahasa Aceh dengan tata bahasa yang kacau-balau. Surat yang sama sebelumnya diterima Aminah Ali warga Desa Sentosa dari suaminya Syarwan TA, Nyak Ubit dari suaminya Aiyub Ali, Dariati Saleh dari suaminya Jafar Abdullah, dan Khatijah Cut dari suaminya Kaoy Ahmad.

Mereka pun telah melaporkan perihal “surat dari Batam” itu ke Sub Den POM setempat serta ke DPRD Pidie. Sayangnya, di DPRD Pidie, anggota dewan dari Komisi A yang selama ini bertugas mencatat kasus “orang hilang” hari itu tak satu pun mereka temui. Menurut seorang pegawai, sebagian anggota dewan sedang rapat dengan Dandim di Makodim 0102 Pidie, dan sebagian lainnya ikut Rakorbang.