01 Kebijakan Pemerintahan Gus Dur

Bab 13-01 Kebijakan Pemerintahan Gus Dur

Sejak terjadinya gerakan reformasi di Indonesia, telah jatuh 2 Pemerintahan yaitu Orde Baru di bawah rezim Soeharto dan Pemerin-tahan transisi di bawah BJ. Habibie. Terbentuklah kini Pemerintahan baru di bawah Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur melalui proses Pemilihan Umum pada Juni 1999. Karena itu Pemerintahan ini dipandang lebih kuat dengan legitimasi yang diakui semua pihak termasuk manca negara.

Bila 2 pemerintahan yang lalu sangat disibukkan oleh berbagai perma-salahan perekonomian, politik dan keamanan yang mengancam kesela-matan bangsa dan negara tidak mampu diatasi dengan baik karena legitimasinya. Kini Pemerintahan Gus Dur telah berhasil mengatasai berbagai gejolak tersebut walau hasilnya belum memadai, tetapi kete-nangan di bidang politik dan kemananan telah tampak sedangkan di bidang perekonomian telah tampak adanya peluang membaik.

Karena itu diharapkan adanya perhatian yang sungguh-sungguh dari Gus Dur untuk menangani kasus Ambon/Maluku,terutama menyangkut bagaimana konflik fisik yang berkepanjangan ini dapat dihentikan, hukum dapat di tegakkan serta akibat berat yang menimpa kedua belah pihak yang berperang dapat diatasi secara bertahap menurut cara yang benar dalam pengertian kerugian ummat Islam sebagai pihak yang di dzalimi harus mendapatkan perhatian khusus karena besarnya permasalahan yang ditimbulkan merupakan bekas mereka.

Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Presiden dirasakan belum memadai, bahkan sebaliknya merugikan ummat Islam.

1. Penunjukkan wakil Presiden Mega Wati unutk menangani kasus Ambon yang kemudian menunjuk lagi Prof. Dr Selo Sumardji sebagai penasehat Wapres untuk kasus Ambon. Ummat Islam pesimis akan mendapatkan perlakuan yang adil dengan penyelesaian yang tuntas. Megawati Sukarno Putri yang ketua umum DPP PDI.P dua periode tidak populer dikalangan ummat Islam sebab penabatannya sebagai Ina Ratu (Ibu Raja) oleh DPP PDI.P Maluku berdampak membesar-besarkan peranan megawati terhadap PDI.P Maluku padahal PDI.P Maluku bukan ex PNI tetapi mereka ex Parkindo dan ex Partai Katolik yang pribadi- pribadinya berperang dengan ummat Islam.

2. Kedatangan Presiden Gus Dur dengan Wapres Megawati bersama para menteri dan rombongan besar pada tanggal 12 Desember 1999 ke Ambon untuk menyelesaikan kasus Ambon/Maluku ternyata mengeluarkan pernyataan yang sangat mengagetkan ummat Islam yaitu menyerahkan penyelesaian konflik kepada masyarakat Ambon/Maluku sendiri, Pemerintah Pusat hanya akan memberikan dorongan.

Kerusuhan yang tidak kunjung berhasil diatasi selama 1 tahun ini oleh masyarakat Ambon/Maluku, kini justru diserahkan kembali untuk diselesaikan sendiri. Presiden seperti tidak berminat mengatasi konflik yang berlatar belakang agama ini. Apakah Presiden tak punya keberanian untuk menjatuhkan vonis bersalah kepada pihak Kristen yang nyata-nyata mendzalimi ummat Islam?

3. Aktivitas langkah-langkah F.PDI.P dan DPR RI ketika secara khusus ke Ambon untuk mencarikan model solusi sebagai saran kepada Wapres jelas berbau kepentingan PDI-P. Sedangkan mereka tidak pernah menghubungi pihak Islam selama di Ambon. Dikhawatirkan Wapres akan mendapat informasi keliru yang merugikan pihak Islam yang akhirnya kebijaksanaan Wapres sebagai yang diberi tugas khusus oleh Presiden akan menentukan kebijaksa-naan yang jauh dari harapan ummat Islam.

4. Pernyataan Gus Dur setelah kembali dari kunjungan dari beberapa negara Eropa diantaranya ke Negeri Belanda menyatakan bahwa RMS seperti yang kita kenal sudah tidak ada, yang

RMS sekarang adalah organisasi Kemanusian, karena itu bantuan mereka untuk Maluku akan kita terima.

Pernyataan ini sekali lagi telah mengaburkan duduk permasalahan RMS yang dalam kerusuhan Ambon ini telah berperan aktif sebagai otak dan penggerak kerusuhan justru diselamatkan oleh Gus Dur. Pernyataan itu, sadar ataupun tidak, telah mendukung aktifitas

pihak Krisrten dan sekali lagi ummat Islam dikecewakan.

5. Telah turun ke Ambon panitia kerja DPR (Parja DPR) untuk Maluku ternyata sampai saat ini belum mengeluarkan sesuatu pendapat.

6. KPP HAM yang sengaja dibentuk untuk mencari penyelesaian yang di pimpin Bambang Suharto yang telah bekerja di lapangan cukup lama dan pasti menemukan penyebab dan siapa yang bersalah ternya-ta belum membuat suatu laporan yang transparan untuk diketahui

masyarakat. Pihak yang bersalah terkesan dilindungi, hal seperti ini justru akan mempersulit penyelesaian.

7. Pangdam XVI/Pattimura Brigjen TNI Max Tamaela yang telah empat kali diberitakan positif akan diganti ternyata pada kali terakhir yang sudah begitu santer tidak jadi dibatalkan bahkan

yang tergeser Letjen TNI Suadi Ramabesi Kasum ABRI yang dalam penanganan kasus Ambon/Maluku ini telah memiliki konsep yang arahnya membong-kar RMS yang terlibat. Penggantian ini oleh ummat Islam dikaitkan dengan pernyataan Gus Dur bahwa RMS sudah tidak ada lagi serta peran Megawati sebagai pemegang proyek Maluku yang meminta agar tidak ada pergantian pejabat di Maluku.

Sampai hari ini tidak jelas arah penanganan kasus Maluku, tetap pada pendapat bahwa yang terjadi ini adalah konflik horisontal tidak melibatkan RMS. Pendapat seperti itu terlihat tidak ada upaya untuk mengejar RMS sebagai organisasi yang mengendalikan kerusuhan. Kerusuhan ini musta-hil berjalan tanpa direncanakan dan dilaksanakan oleh suatu organisasi apapun namanya.

Akibat kebijaksanaan seperti itu tidak tampak kelanjutan dari segala upaya yang telah dilakukan oleh Gus Dur.