Dikubur 3 Hari Lalu Ditembak
20. Dikubur 3 Hari Lalu Ditembak
Berbagai drama pembantaian semasa operasi militer berlangsung di Aceh kini satu per satu mulai diungkapkan keluarga korban atau saksi mata yang semakin berani melapor ke lembaga-lembaga yang bersedia menampung pengaduan mereka. Salah satunya adalah apa yang dilaporkan Nyak Adek (65) mengenai nasib menantunya, Nyak Umar Daud (40), warga Dayah Cot, Tiro, Pidie yang pernah dikubur separuh badan dan disetrum selama tiga hari berturut-turut,
lalu didor. 38 Seperti dilaporkan Nyak Adek, peristiwa yang menimpa menantunya itu terjadi pada suatu hari di tahun 1991. Nyak Adek yakin benar bahwa penculik suami Fatimah (30) itu adalah beberapa aparat keamanan yang berbaju loreng. Tak jelas apa salah Nyak Umar, juga tak dijelaskan terlibat GPK atau tidak, tapi tiba-tiba ia didatangi petugas di tempatnya bekerja masih di desa Dayah Cot, Tiro. Di depan teman-teman sekerjanya, ayah empat anak ini disuruh
menggali lobang sedalam satu meter lebih di bawah todongan senjata, lalu ia dipaksa masuk ke lobang itu. Setelah itu, ia ditimbun separuh badan dan disetrum berkali-kali dengan dipaksa mengaku terlibat GPK. Siang maupun malam, selama dua hari, ia diperlakukan seperti itu, namun tak juga mengakui apa yang dituduhkan aparat kepadanya. Pada hari ketiga, sepertinya petugas mulai habis kesabaran, lalu menembak mati lelaki yang cuma tamat SD itu. Setelah jadi mayat, petugas memberitahu keluarganya agar jenazah Umar Daud dikuburkan oleh pihak keluarga. Tapi, dalam suasana berkabung itu, istri korban dan anak-anaknya masih menghadapi cobaan lain: petugas membakar rumah Nyak Umar. Seluruh isinya tak sempat diselamatkan. Kini, Nyak Adek mau tak mau harus menampung dan menghidupi istri almarhum Nyak Umar (Fatimah) yang tak lain anak kandungnya sendiri bersama empat cucu yang semuanya masih duduk di bangku SD. Sepanjang hari, seperti dikatakan Saifuddin Bantasyam SH, MA dari Pokja Investigasi/Advokasi FP HAM, forum yang belum berusia sebulan itu terus menerima pengaduan dari para korban. Di samping ada yang datang langsung, melapor melalui surat, maupun melalui penerimaan langsung pengaduan dari korban/keluarga korban di tempat asalnya seperti mereka lakukan di Ulee Gle (Pidie), Pantonlabo (Aceh Utara), dan Peureulak (Aceh Timur) pada 27-29 Juli 1998. FP HAM juga menerima enam surat pengaduan dari korban yang mereka poskan ke Kotak Pos 70. Salah satunya adalah pengaduan dari Ainul Marliah (59), yang melaporkan kasus penembakan yang menimpa anak, M Taib. Peristiwa tragis itu terjadi di rumah korban sendiri, Dusun Rayeuk Pange Matangkuli, Aceh Utara pada tanggal 2 November 1990. Saat itu, datang sejumlah aparat keamanan. Tanpa bertanya dan menjelaskan apa-apa, langsung mengikat tangan pemuda Taib. Lalu dipukul dan ditendang di depan keluarganya. Kemudian ia digelandang ke luar rumah dan digiring ke jalan. Dipaksa berbaris dengan sejumlah lelaki lain di desa itu yang juga digelandang dari rumah masing-masing. Tapi, entah karena alasan apa hanya M Taib dan Ibrahim Abdullah yang ditembak. Mayatnya kemudian dikubur keluarga. “Saya harap kasus tersebut diungkap faktanya dan dipertanggungjawabkan secara hukum yang berlaku di negara Indonesia,” tulis Ainul Marliah. Bahwa Ainul adalah warga Rayuek Pange, itu diperkuat oleh surat keterangan yang dibuat oleh Camat Matangkuli, Usman Ishak BA, tertanggal 19 Maret 1997. Harapan serupa juga diungkapkan Nurdin Abdullah sebagai abang kandung Ibrahim Abdullah yang adiknya itu juga tewas didor pada hari dan tempat yang sama, setelah tangannya diikat dan dikasari. “Tegakkan hukum dan hak-hak asasi manusia di negara ini,” ujarnya berpesan. Nahas juga menimpa Bustamam, warga Desa Nga Matang Ubi, Matangkuli, Aceh Utara. Menurut adik kandungnya, Abdul Manaf yang melapor ke FP HAM, abangnya itu diburu petugas keamanan di rumahnya pada 22 Juli 1993. “Rumah kami dikepung oleh beberapa anggota ABRI dan abang saya ditangkap, lalu dibawa pergi.” Sebulan kemudian, ia ditembak di tempat terbuka di Desa Reungkam, Aceh Utara. Mayatnya dikembalikan dalam kondisi sebelah matanya copot. Dari saksi mata Abdul Manaf kemudian mendapat info bahwa abangnya itu dihujani 12 peluru, sehingga kondisi jasadnya luka parah.