Sepeda Motor pun Diculik

10. Sepeda Motor pun Diculik

Sejumlah 15 sepeda motor yang ikut “diculik” bersamaan dengan penculikan korban “orang

hilang” sejauh ini juga belum dikembalikan kepada keluarga korban. 30 Yang juga jadi tanda tanya masyarakat, apa pula “dosa” sepeda motor itu sampai “ditahan” demikian lama. Para keluarga korban berharap, sebelum pasukan elite itu ditarik pulang, baik korban penculikan sepanjang 1998 maupun harta benda yang telah dijarah mereka sebelumnya agar dikembalikan.

Menurut pengakuan seorang istri korban “orang hilang”, Nurjannah Gade (35), warga Paloh Tinggi, Mutiara, sepeda motor Honda Astrea Grand Jumbo yang diambil oleh oknum Pos Sattis Bilie Aron, selama ini sering dilihatnya dikendarai oleh oknum aparat maupun TPO (tenaga pembantu operasi) di Rumoh Geudong. Janda lima anak ini pernah mencoba memintanya baru-baru ini. Rencananya akan dijual untuk modal usaha. Oknum Kopassus mau mengembalikan, asal Nurjannah bersedia teken surat-surat yang sudah dipersiapkan. Sedangkan isi surat itu menyatakan seolah-olah suaminya, Jamaluddin (40), pegawai BKKBN Kecamatan Mutiara, telah melarikan diri entah kemana. Padahal, kata Nurjannah, suaminya jelas-jelas diculik pada malam tanggal 26 Pebruari 1998 dari Pos Kamling Desa Paloh Tinggi bersama sepeda motornya. Kejadian itu disaksikan warga desa. Jamaluddin dibawa ke Rumoh Geudong, dan sampai sekarang belum kembali.

Mengingat isi surat yang menyimpang itu, Nurjannah tak mau meneken. Toh ia masih lebih mencintai suami daripada “cuma” sebuah sepeda motor. Dalam kasus penjarahan sepeda motor ini, ia telah memberi kuasa kepada Iskandar Ishak SH dari LBH Seuramoe Makkah untuk menyelesaikan persoalan itu. Menurut Iskandar, Sub Den-POM Sigli pun sudah dilaporkannya beberapa waktu lalu. Iskandar sudah mendesak mereka untuk mengambil sepeda motor korban di Pos Sattis Bilie Aron. Tapi menurut petugas di situ, untuk bergerak mereka perlu minta izin Lhokseumawe (Den POM Lhokseumawe) terlebih dulu. Terkesan pena-nganan kasus tersebut sangat lamban. Padahal, bagi janda korban yang miskin, nilai sebuah honda cukup besar artinya untuk menghidupi anak- anak yatimnya.

Sedih lagi nasib Sudarmi Thaher. Keluarga miskin di Desa Rambong Meunasah Cot Mutiara ini memang tak punya sepeda motor. Namun, ketika suaminya, Abdul Wahab Ali, yang seorang pedagang kaki lima, diculik ketika hendak shalat dhuhur di Masjid Kota Bakti, sang suami mengendarai honda pinjaman temannya. Honda Astrea 800 pinjaman itu pun ikut diangkut ke Pos Sattis terdekat. Namun, dagangan A Wahab Ali tak diangkut. Melainkan dititip pada sebuah warung. Ketika barang ini akan diambil Sudarmi esok harinya, si pemilik warung menyuruh Sudarmi minta izin dulu ke Pos Sattis Kota Bakti. Meski dagangan boleh dibawa pulang, tapi sang suami dan honda pinjaman itu tak kunjung dikembalikan sampai sekarang. Kini, saat ibu muda ini harus memikirkan “makan apa besok” untuk kelima anaknya, Sudarmi masih harus memi-kirkan bagaimana cara mengganti Honda teman suaminya yang telah diambil oleh oknum di Pos Sattis Kota Bakti. Selain 15 sepeda motor—yang dilapor tapi diduga lebih banyak lagi— masyarakat juga banyak yang melaporkan harta-benda yang dijarah para oknum yang cukup dikenal mereka. Mulai dari emas, kerbau, dan sebagainya, sampai chain-saw (gergaji berantai) pemotong kayu. Sepeda motor dan harta benda ini dijarah biasanya bersamaan dengan penculikan orang.

Lucunya, pada beberapa kasus, beberapa hari setelah pengambilan sepeda motor itu, oknum tersebut datang lagi untuk mengambil surat- surat seperti BPKB dan STNK. Mereka minta semua surat-surat tersebut, dan masyarakat tak berani menahannya karena takut. Bahkan, setelah Yabuni yang seorang guru SMPN Kembang Tanjong ini diambil oleh oknum Pos Sattis Pintu I Tiro dan ditahan di Rumoh Geudong, para oknum Kopassus itu mendatangi juga SMPN Kembang Tanjong untuk meminta semua surat maupun SK atas nama Yabuni Idris. Untung saja kepala sekolahnya tidak memberikan. Sehingga, Rosmawati dan anak-anak masih dapat uang pensiun suami.

Sedikitnya tiga unit chainsaw telah ikut “diculik”, Di antaranya chainsaw milik Yusuf Hasan (Kades Didoh, Mutiara) yang “diangkut” bersama Yusuf tanggal 12 Maret 1997 oleh oknum dari PS Bilie Aron. Nurmala Yakob, istrinya, belakangan mendapat kabar sang suami telah dibunuh dan dilempar ke jurang Cot Panglima. “Kalau saja Kopassus mau mengembalikan sinso (chainsaw) itu. Saya bisa menyewakannya, untuk makan anak-anak,” tutur Nurmala yang sehari-hari kini berkerja mengambil upah mencuci di rumah penduduk. Dua chainsaw lainnya adalah milik Maimunah, warga Cot Seutui, Ulim, dan milik M Adam/Rahimah, Pulo Baro, Tangse. Yang juga dipertanyakan masyarakat —bernada menyindir— untuk apa oknum Kopassus itu sampai “menculik” chainsaw. Kalau diambil Honda, mungkin bisa memperlancar cari mangsa atau korban. Tapi chainsaw itu untuk apa, kalau bukan mau curi kayu di hutan.

Kerugiaan harta benda ini belum termasuk rumah-rumah penduduk —terbanyak rumah Aceh—yang dibakar. Kini tercatat sekitar 70-an rumah beserta isinya telah sengaja dibakar. Umumnya karena alasan tak bertemu dengan mangsa yang dicari oknum. Lain kasus, disebabkan karena rumah itu diduga telah “melindungi” dan memberi makan para GPL.