Persidangan Kasus Muballigh

Bab 05 Persidangan Kasus Muballigh

“Sekarang saja, tahun 1985 kritik terbuka para muballigh sudah dianggap sebagai kegiatan subversi. Pelakunya diancam hukuman mati. Hal semacam ini sangat menge-rikan”. Oetsmany El-Hamidy, Nov. 1985

BEGITU usai persidangan kasus Tanjung Pri-ok, dan menjelang berakhirnya persida-ngan kasus pengeboman BCA, maka dimu-lailah persidangan terhadap para mubal-ligh. (Baca bab VI)

Kini, tibalah giliran tokoh-tokoh yang dianggap oleh pemerintah sebagai pembakar emosi massa, dan otak munculnya peristiwa-peristiwa kerusuhan. Para mubal-ligh ini, dikesankan, sebagai sosok yang memiliki kemam-puan orasi dan penyebab gara-gara munculnya tindakan keberingasan. Ceramah-ceramah yang dilontarkannya, telah menimbulkan akibat negatif serta tindakan-tinda-kan destruktif di tengah-tengah masyarakat. Menurut hukum di Indonesia, ucapan- ucapan memiliki konse-kuensi hukum yang sama dengan tindakan.

Pada awalnya, orde baru bisa meyakinkan masya-rakat bahwa ada segolongan muballigh yang menjadi biang keladi di belakang setiap kerusuhan di negeri ini. Mereka berusaha membakar emosi massa, kemudian melakukan tindakan melawan pemerintah. Pada saat yang sama, persidangan-persidangan yang diadakan untuk menghukum orang-orang yang dihormati oleh masyarakat secara luas, tetapi di samping itu mengin-timidasi orang-orang yang bermaksud mengikuti jejak mereka. Target persidangan ini, ialah menghukum tokoh-tokoh yang mendukung kegiatan pendidikan dan dakwah Islam, demi menunjang pelaksanaan kehidupan yang dengan sunnah Rasul di dalam setiap aspek kehidupan.

Persidangan kasus muballigh merupakan fenomena baru dalam kehidupan politik di Indonesia, karena memang benar bahwa kaum muslimin tidak dalam suasana yang baik dan harmonis dengan penguasa yang mengendalikan Indonesia, sejak masa kolonial Belanda. Namun sebelum ini penindasan terhadap para muballigh tidak pernah terjadi secara meluas, lantaran mereka melakukan kegiatan dakwah atau me-nyampaikan ceramah agama.

Berikut ini adalah tuduhan yang sangat mendetail terhadap Mawardi Noor. Sesungguhnya terdakwa, baik sebagai individu ataupun sebagai anggota Korp Muballigh Indonesia, dituduh “secara berturut-turut di dalam berbagai kegiatan yang dapat dinilai sebagai perbuatan terpisah satu dengan lainnya, namun secara keseluruhannya menimbulkan berba-gai macam tindak pidana yang dapat dikenai oleh undang-undang yang sama. Tujuan dari semua perbuatan itu adalah untuk menimbulkan kera-guan terhadap idiologi negara, atau rencana pemerintah yang telah teratur.

Demikian pula ejekan dan pelecehan terhadap pemerintah yang sah serta aparatnya, menyebarkan rasa permusuhan, perpecahan, kekacaun dan kebingungan di tengah masyarakat atau seluruh masyarakat dalam arti yang luas. Semua kegiatan yang dilakukan oleh terdakwa, dan yang dikampanyekannya, tidak lain maksudnya, agar pemerintah bersama masyarakat bersedia berpegang kepada ajaran Qur’an dan hadits. Kegia-tan ini ia lakukan dalam bentuk ceramah, atau kegiatan lain berupa penerbitan atau ceramah keagamaan yang satu dengan lainnya saling berkaitan, sehinga saling mendukung dan dilakukan berulangkali”.

Persidangan-persidangan kasus ini dengan jelas berbeda sekali model-nya dari dua persidangan sebelumnya. Mayoritas terdakwa adalah muballigh-muballigh berpengalaman dan memiliki kemampuan meng-konter jaksa maupun hakim. Mereka mampu menarik simpati pengun-jung yang berada di luar ruang persidangan. Para muballigh ini dipukuli, disiksa dan dihinakan selama beberapa bulan dalam tahanan dan intro-gasi, karena itu beberapa orang saja yang berani menghadapi hakim secara gentleman. Para saksi dari pihak penuntut umum, mayoritas ada-lah anggota militer berpangkat rendah, atau pegawai sipil yang telah berbulan- bulan bertugas melakukan kegiatan mata-mata terhadap mubal-ligh tersebut, seperti mencatat setiap ceramahnya disegenap pelosok tanah air. (Baca Lamp. IV) Bukti-bukti yang dikemukakan oleh jaksa, ialah berupa beberapa kaset ceramah yang direkam secara rahasia atau sepo-tong- sepotong dari ceramah-ceramah yang diberikan di dalam pengajian umum. Rekaman sepotong- sepotong yang digunakan oleh para jaksa penuntut, adalah hasil rekaman sejak tahun 1982 sehingga meneybabkan tim pembela bertanya-tanya”. Mengapa baru hari ini para tertuduh disidangkan, mengapa mereka tidak ditangkap sejak dulu?