03 Penolakan terhadap Saksi Pembela

Bab 02-03 Penolakan terhadap Saksi Pembela

Persekongkolan dan kolusi antara hakim dan jaksa penuntut umum sangat nyata dalam persidangan kasus Tanjung Priok ini. Mereka telah bersepakat untuk menolak keterangan para Persekongkolan dan kolusi antara hakim dan jaksa penuntut umum sangat nyata dalam persidangan kasus Tanjung Priok ini. Mereka telah bersepakat untuk menolak keterangan para

Jaksa penuntut umum dengan gigih menggunakan segala upaya untuk mementahkan serta mendeskreditkan keterangan para saksi, tapi para pembela tetap memaksa mereka untuk mendengarkan. Saksi per-tama bernama Shaleh. Orangnya telah lanjut usia, berumur 65 tahun, pekerjaan tukang batu. Sebelum saksi ini diajukan ke persidangan, para pembela meminta jaminan keamanan bagi keselamatan saksi. Tapi Hakim yang menyidangkan hanya bersedia memberikan jaminan keselamatan selama berada di ruang sidang saja. Sedangkan di luar ruang pengadilan, hakim menolak untuk bertanggungjawab.

Kendati menyadari bahaya yang mengancam keselamatannya, na-mun Pak Shaleh tetap maju pada persidangan berikutnya untuk menyam-paikan kesaksiannya. Setelah diangkat sumpahnya, dia memberikan kesaksian tentang kejadian yang disaksikan sendiri secara langsung. Pak Shaleh sebenarnya akan dimintai konfirmasi untuk mengenali setiap orang dari tentara yang terlibat dalam peristiwa itu. Tetapi yang terjadi dalam persidangan justru sebaliknya, hakim yang menyidangkan malah bertanya kepada para tentara bukan pada Pak Shaleh yang hadir disitu. ”Apakah saudara-saudara kenal dengan saksi ini?”, tanya hakim pada para tentara itu. Ketika mereka menjawab, ”Tidak kenal”, maka hakim dengan cepat memutuskan untuk menolak kesaksian Pak Shaleh dan menyatakan bahwa kesaksiannya tidak diperlukan dan tidak layak dipercaya. Setelah itu saksi diusir dari ruang sidang. Para pembela menga-jukan protes keras, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya di dalam persidangan semacam itu. Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, di tengah jalan Pak Shaleh dihadang oleh dua orang tak dikenal, kemudian membawanya ke markas polisi untuk diintrogasi. Pembela kembali mem-protes keras intimidasi semacam itu. Di persidangan para pembela mengatakan,”Akibat dari tindakan intimidasi semacam itu, para saksi yang semula bersedia menyampaikan kesaksian, akhirnya berubah pikiran”. Perlakuan terhadap saksi Pak Shaleh, pada kenyataannya membuat pembela mustahil dapat menghadirkan saksi lain untuk kepentingan terdakwa.

Kemudian pembela mengajukan tuntutan kepada pengadilan supaya mendengarkan kesaksian para saksi di tempat berlangsungnya kejadian, supaya dapat menyelidiki perkaranya dengan lebih obyektif. Pada awal-nya permintaan ini disetujui oleh hakim, tapi kemudian dicabut kembali.

Menurut berbagai sumber, pencabutan izin persidangan dilokasi kejadian adalah akibat intervensi langsung dari Beny Murdani. Hakim pengadilan kemudian mengumumkan bahwa persidangan khusus di tempat kejadian tidak bisa dilakukan. Alasannya,”Polisi setempat menyatakan, situasi tempat tidak aman”. Pembela menyerang keputusan hakim dengan sengit, dan mengatakan: ”Kesaksian-kesaksian ini akan memberikan kejelasan bahwa sesungguhnya para saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut adalah mustahil mereka menyaksikan kejadian- kejadian itu dari tempat keberadaan mereka”.

Namun Jaksa penuntut umum berpendapat, bahwa Rambe dan Sulaeman telah menggunakan kekuatan dalam menghadapi Hermanu dan anggota militer lainnya untuk memaksa mereka meninggalkan kan-tornya guna mencari selebaran. Akan tetapi kedua orang itu menyanggah- nya.”Apa yang kami lakukan hanyalah usaha penengahan karena beranggapan, bilamana oknum tentara mau minta maaf maka masalah-nya akan selesai”, ujar mereka. Akhirnya Jaksa penuntut tidak mampu lagi mengemukakan alasan bahwa keduanya benar-benar menggunakan kekerasan terhadap oknum tentara itu. Ketika hakim bertanya kepada Hermanu, mengapa tidak mau minta maaf: ”Sikap yang benar bagi seorang militer, yaitu tidak meminta maaf”, jawab Hermanu.

Ketika jaksa penuntut membatalkan tuduhan menyebarkan issu-issu bohong kepada Rambe dan Sulaeman, pada saat itu sebenarnya persi-dangan sudah hampir usai. Namun demikian, kedua orang terdakwa beserta seorang teman pengurus masjid dikenai tuduhan lain, sehingga Rambe dan Sulaeman masing-masing dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara. Sedangkan yang seorang lagi bernama Sahi (takmir masjid) dijatuhi hukuman 22 bulan.

Muhammad Nur dikenai tuduhan merusak sepeda motor milik seorang anggota tentara dan melakukan perlawanan terhadap petugas saat ditangkap, agar dia dapat membantu temannya meloloskan diri dari penangkapan. Padahal di dalam persidangan terbukti bahwa yang melakukan perusakan sepeda motor adalah massa. Sedangkan Nur hanya semata-mata mendorong kendaraan itu dengan tangan. Walau-pun begitu, dia tetap dituduh telah melawan petugas, dan diganjar dengan hukuman 8 bulan penjara.