04 Membentuk “Basis Perjuangan”

Bab 10-04 Membentuk “Basis Perjuangan”

Pembentukan “basis perjuangan” 71 Islam di Cihideung, Talangsari, Lampung terkait erat dengan persepsi mengenai bahwa kedudukan Islam dalam sejarah dunia adalah idealisasi dan romantisasi Nabi Muham-mad s.a.w. serta kaum muslimin yang awal. Nabi Muhammad SAW dengan risalah Islamnya dipandang telah berhasil secara sempurna dalam segala hal, termasuk di Pembentukan “basis perjuangan” 71 Islam di Cihideung, Talangsari, Lampung terkait erat dengan persepsi mengenai bahwa kedudukan Islam dalam sejarah dunia adalah idealisasi dan romantisasi Nabi Muham-mad s.a.w. serta kaum muslimin yang awal. Nabi Muhammad SAW dengan risalah Islamnya dipandang telah berhasil secara sempurna dalam segala hal, termasuk di

yang dikenal sebagai ahl al-Shuffah, 74 yang merupakan panutan dalam kefakiran dan kesalehan serta tidak memiliki tempat bernaung selain di shuffah atau di bagian serambi masjid Madinah yang tertutup.

Berangkat dari pemahaman sejarah menurut analisa Nur Hidayat 75 —dihubungkan dengan kondisi sosial umat Islam sekarang yang terpecah belah dan tertindas, maka adanya keinginan untuk membentuk Basis Perjuangan yang pada tahap awal berbentuk “Islamic Village”. Menurut

kacamata Fauzi Isman, 76 kondisi sekarang ini sedang tidak berpihak kepada Islam. Artinya, Islam sudah dipisahkan dari kehidupan bernegara. Kebebasan umat untuk menjalani Islam dibatasi. Sementara umat Islam sendiri terpecah belah karena kejumudan dan kesempitan pemahaman mereka terhadap Islam. Kekuatan Islam yang terpecah menjadi dua, yang satu sama lain tidak saling mendukung. Dari dua kekuatan tersebut masing-masing terpecah-pecah kembali menjadi beberapa golongan yang kecil dan begitu seterusnya. Hingga gambaran umat Islam sekarang ini ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, saling cakar-cakaran. Kondisi umat Islam yang

seperti ini yang melatarbelakangi terbentuknya Jama’ah Komando Mujahidin fie Sabilillah. 77 Bila diurut ke belakang lagi, sebenarnya pandangan tentang dunia yang bermusuhan dengan Islam berasal dari periode sebelum Hijrah. Kebanyakan bagian Al Quran yang diwahyukan dalam periode paling awal sangat kritis terhadap sikap dan praktek kaum pedagang Makkah, serta para pedagang ini secara wajar mengambil sikap bermusuhan terha-dap Muhammad dan para pengikutnya. Setelah hijrah dan setelah sera-ngan kaum muslimin terhadap kafilah-kafilah Makkah, permusuhan mulai diungkapkan secara militer. Jadi, selama sepuluh tahun terakhir kehidupan Muhammad dapat digolongkan sebagai suatu perjuangan militer melawan musuh- musuh, bukan untuk menyebarkan agama Islam tetapi untuk menjamin kelangsungan hidup kaum Muslimin.

Pandangan bermusuhan ini memperoleh dimensi baru sebagai akibat kajian yang dilakukan kaum Muslimin atas sejarah barat. Kebanyakan kaum muslimin kini memandang kolonialisme sebagai suatu kelanjutan serangan Kristen terhadap dunia Islam yang diawali dengan Perang Salib. Hal ini sama sekali bukan kenangan rakyat (folk memory) tetapi suatu persepsi baru yang didasarkan pada apa-apa yang telah dipelajari kaum Muslimin di barat, barangkali dimulai oleh Muhammad Abduh. Tidak diragukan bahwa terdapat pembenaran tertentu untuk pandangan mereka terhadap Perang Salib sebagai tahap awal perjuangan antara dunia Islam dan Kristen Eropa untuk merebut daerah pesisir selatan dan barat laut tengah.

Sikap untuk memanfaatkan kekuatan bersenjata dalam agama merupakan butiran penting yang membedakan antara kaum Muslimin dan umat Kristen. Kaum tradisionalis Muslim, demikian pula kebanyakan kaum muslimin lainnya, memandang bahwa hak seorang Muslim untuk menjalankan praktek agamanya mesti dipertahankan dengan angkatan perang jika perlu. Dalam suatu buku terbaru ditemukan ungkapan: “Ketika hak seorang muslim untuk mempraktekkan kepercayaannya tidak diakui oleh suatu kekuasaan, maka ia harus memberikan perlawa-nan untuk mempertahankan diri, dan menjadi seorang mujahid, atau jika ia tidak dapat menentang atau gagal dalam perlawanannya, maka ia mesti berhijrah dan menjadi seorang

muhajir ”. 78 Hal ini tentunya merupakan upaya yang agak sederhana untuk menerapkan gagasan- gagasan di masa nabi kepada kondisi-kondisi modern. Kebanyak kaum Kristen dengan cara semacam itu, dan akibat sikap inilah setidak-tidaknya sebagian besar mereka secara diam-diam menyetujui langkah-langkah yang mengarah kepada pembentukan negara Israel. Namun terdapat juga kelompok penting pandangan Kristen yang menolak penyerahan tempat-tempat suci Kristen kepada Yahudi. Titik pusat dalam masalah ini barangkali adalah: sementara agama pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat spiritual, namun pengejawantahan lahiriyahnya juga penting dan bahkan merupakan bagian darinya; serta kaum Kristen mungkin sudah semestinya mencurahkan pemikiran yang lebih dalam terhadap masalah ini.

Kedudukan jihad atau “perang suci” dalam pemikiran Islam juga mesti disimak. Kata ini biasanya bermakna “berjuang” atau “berupaya”, tetapi terdapat beberapa contoh di dalam Al Quran tentang ungkapan-ungkapan “mereka yang telah berjuang di jalan Tuhan dengan harta dan nyawa,” dan hal ini dipandang bermakna turut serta dalam ekspedisi-ekspedisi di mana terdapat kemungkinan berperang. Juga terdapat ayat-ayat lainnya yang mengizinkan atau memerintahkan perang. Ayat paling awal barangkali adalah: “Diizinkan kepada mereka yang didzalimi untuk berperang (QS, 22: 39). Ayat lainnya dari masa awal: Perangilah mereka (orang-orang kafir Makkah ) hingga tidak ada fitnah dan agama semata-mata milik Tuhan (QS. 8: 39). Ayat yang barangkali merumuskan kebijakan yang membimbing penaklukan-penaklukan belakangan adalah:

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir di sekitarmu, dan biarkanlah mereka rasakan kekerasan darimu (QS. 9:123).

Jihad adalah bagian dari pertahanan menyeluruh Islam. Jihad berarti berjuang dengan seluruh kemampuan yang ada. Menurut Abul A’la Al-Maududi, seseorang yang berupaya sekuat tenaga baik secara fisik maupun mental atau mengeluarkan hartanya di jalan Allah sebenarnya tengah

berjihad. 79 Namun, apa yang direncanakan oleh Nur Hidayat di Lampung adalah membangun basis perjuangan untuk perang. Rencana tersebut dijabarkan oleh Anwar Warsidi dengan menyelenggarakan latihan memanah dan bela diri silat yang dilatih oleh Dullah untuk memerangi kaum kafir. Celakanya kaum kafir yang dimaksud mereka adalah semua orang yang bukan jama’ah Warsidi sendiri. Di dalam Qur’an sendiri dikisahkan tentang orang-orang struktur elite Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya sehingga eksklusifisme dengan memandang orang lain di luar kelompoknya sebagai kafir adalah tindakan yang tidak perlu.