Sudah Menjadi Korban pun Masih Diteror

35. Sudah Menjadi Korban pun Masih Diteror

Menurut catatan, salah seorang korban perkosaan, Nyak Maneh Abdullah (35) beberapa hari lalu juga sempat mendapat teror dari seorang cuak yang diduga atas suruhan para oknum Kopassus. Waktu itu, rumah Nyak Maneh di Desa Rinti, Mutiara, sempat didatangi sejumlah oknum dengan mobil. Hanya satu orang—TPO alias cuak di Rumoh Geudong bernama Is alias R—yang turun menjumpai Nyak Maneh. Para oknum aparat menunggu di mobil. Nyak Maneh ditanya, siapa yang menyuruh lapor-lapor ke DPRD. Jawabnya, ia sendiri yang lapor, karena banyak orang kampung sudah lapor dan ia tidak takut lagi sekarang. R menanya-kan beberapa pertanyaan lagi dengan nada mengancam. Belakangan diketahuinya, ternyata Kepala Desa (Kades) Rinti setempat juga sudah lebih dulu diinterogasi oleh beberapa oknum aparat yang cukup dikenal oleh Pak Keuchiek. Nyak Maneh memang tidak diapa-apakan, tapi ia merasa takut juga, dan beberapa malam ia tidak tidur di rumah.

Pasi Intel Kodim 0102 Pidie Letda Inf Suyanto menegaskan apabila memang ada pelapor yang diteror atau sekadar ditanyai demikian, dipersi-lakan melapor ke Kodim 0102 Pidie. Suyanto tetap menjamin keamanan setiap pelapor dan tak perlu takut, seperti ketika ia—mewakili Dandim— menegaskan hal itu di hadapan TPF DPR RI di Sigli. Tegas Suyanto, kalau yang meneror itu oknum aparat, sebaiknya kenali nama, dari pos mana, kalau perlu pangkatnya apa, supaya gampang dipanggil.

Sejumlah Pos Sattis (PS) di Pidie, sudah mulai kosong. PS Padangtiji, PS Bilie Aron, PS Kota Bakti, PS Jiem-jiem, dan PS Pintu I Tiro, terlihat berkemas-kemas berangkat menuju Lhokseumawe. Malah dikabarkan, penghuni PS Tringgadeng dan PS Ulee Glee sudah lebih dulu minggat. Keberangkatan anggota pasukan elite itu disambut gembira oleh masya-rakat. Begitupun, banyak warga yang menyaksikan kepergiaan mereka dengan tatapan sinis. Seperti yang terjadi di PS Bilie Aron. Warga sekitar Rumoh Geudong dari balik pagar melihat kepergian “para oknum” itu dengan sinis. Sebagian mengumpat, dan sebagian mengucapkan syukur. “Bagaimana tidak bersyukur. Kami sudah tak sanggup lagi mendengar dan menyaksikan orang-orang disiksa di Rumoh Geudong itu. Kalau malam, tidur kami sering terganggu karena mendengar jeritan-jeritan orang yang disiksa. Atau mendengar lagu-lagu dari tape yang diputar keras-keras waktu penyiksaan,” tutur seorang warga Desa Aron. Bahkan, setelah berangkat para oknum itu pun ternyata masih meninggalkan sebentuk penderitaan lain.

Menurut anggota keluarga pemilik Rumoh Geudong, oknum Kopassus itu meninggalkan hutang jutaan rupiah. Bayangkan, enam bulan rekening telepon belum dibayar. Mereka menyuruh masyarakat untuk menagih pembayarannya kepada bupati. Menurut catatan, tak sedikit Pemda Pidie mengeluarkan dana untuk biaya operasional Kopassus, termasuk reke-ning telepon, listrik, sewa rumah, kendaraan, dan sebagainya selama DOM. Sumber di Setwilda Pidie menyebutkan, tunggakan telepon di Mess Kopassus di Blang Asan yang mencapai Rp 7 juta tahun 1997 lalu pun sampai sekarang belum lunas. Ditambah lagi rekening telepon di tujuh Pos Sattis lainnya.

36 . Hilang tak Berbekas Setelah Dijemput Petugas 8 Tahun Lalu

Kasus kehilangan Apa Don, penduduk Jalan Sukaramai Lhokseu-mawe, akhirnya diadukan isteri bersama dua putrinya ke DPRD Aceh Utara. Kepada anggota Komisi A, keluarganya mengungkapkan, Apa Don yang bernama asli Zulkifli itu hilang tak berbekas hampir delapan

tahun sejak dijemput lima oknum petugas, di kediamannya, 3 Nopember 1990. 15 Menurut isterinya, Ely Zohra (45) yang didampingi dua putrinya, Dewi dan Fifi, kepada anggota Komisi A DPRD setempat, Apa Don dijemput oknum petugas tersebut dengan menggunakan mobil Taft sekitar pukul 21.20 WIB. Para penjemput, dilaporkan, tidak bersedia menjelaskan ke mana Apa Don hendak dibawa. Karena sampai Minggu sore tak kembali, tutur Ely Zohra, ia melaporkan kasus penjemputan misterius itu ke Kodim Aceh Utara dan Korem 011/Lilawangsa. Kedua institusi militer tersebut, katanya, juga tidak dapat memberikan informasi tentang ke mana raibnya Apa Don.

Ketua DPRD Aceh Utara, H. Mas Tarmansyah, membenarkan Komisi A yang menangani pelaporan orang hilang telah menerima pengaduan dari keluarga Apa Don. Sejauh itu, ia belum bisa memastikan apakah Apa Don dijemput oknum petugas atau anggota GPK. Namun, menurut isterinya kepada anggota Komisi A, penjemput diduga oknum petugas. Baik Ely Zohra maupun kedua putrinya yang datang mengadu ke DPRD mengaku meski suami dan ayahnya telah hampir delapan tahun hilang, namun hingga saat ini mereka belum bisa melupakan peristiwa itu. Karena kehilangan kepala keluarga mereka itu tak berbekas dan sangat misterius. Sampai sekarang Dewi masih bertanya-tanya, apakah ayahnya sudah meninggal atau masih hidup.

Kepada Anggota Komisi A yang hadir, antara lain Ketua Komisi Letkol CPM Anwar AS, Sofyan Ali, Zulfan Adamy, dan Sekretaris Komisi, Agustiar, ketiga anggota keluarga Apa Don meminta kasus kehilangan suami dan ayah mereka itu dapat diusut dan diungkapkan. Sehingga mereka sekeluarga bisa hidup tenang dan tidak trauma setiap kedatangan tamu ke rumahnya. Apa Don yang bertubuh gempal dikenal luas di Kota Lhokseumawe. Selain seorang pengusaha, ia juga dikenal sebagai “orang kaki lima” karena pergaulannya yang luas.