04 Persidangan 28 Orang Korban Pembantaian

Bab 02-04 Persidangan 28 Orang Korban Pembantaian

Menjelang selesainya persidangan 4 orang terdakwa seperti telah diurai-kan di atas, pengadilan mulai menyidangkan 28 orang pemuda lainnya. Sebagian besar terdakwa adalah korban pembantaian Tanjung Priok. Ketika terdakwa menyampaikan keterangan tentang pristiwa yang telah dialaminya, sebagian besar dari mereka memperlihatkan dengan jelas, bekas-bekas Menjelang selesainya persidangan 4 orang terdakwa seperti telah diurai-kan di atas, pengadilan mulai menyidangkan 28 orang pemuda lainnya. Sebagian besar terdakwa adalah korban pembantaian Tanjung Priok. Ketika terdakwa menyampaikan keterangan tentang pristiwa yang telah dialaminya, sebagian besar dari mereka memperlihatkan dengan jelas, bekas-bekas

Sebagian terdakwa benar-benar tersiksa oleh derita akibat penganiaya-an petugas, sehingga untuk datang ke persidangan saja mereka harus dipapah. Para pengunjung sebagian besar merasa iba terhadap korban yang malang itu, sehingga membuat jalannya persidangan seringkali terganggu karena tiba-tiba terdengar teriakan histeris pengunjung. Nam-pak dengan jelas, bahwa ke 28 orang terdakwa hanya dijadikan sample di antara sejumlah besar korban pembantaian.

AM. Fatwa, seorang muballigh dan anggota petisi 50 yang telah disidangkan kasusnya pada akhir tahun 1985, di depan sidang penga-dilan bercerita: ”Saat berada dalam tahan militer di Cimanggis, ditempat tersebut terdapat kurang lebih 200 orang tahanan berkaitan dengan kasus Tanjung Priok. Sebagian besar dari mereka adalah anak-anak muda yang menjadi korban tindakan berutal saat demonstrasi terjadi. Ia menceritakan bahwa keadaan para tahanan tersebut sangat menyedihkan karena diper-lakukan dengan buruk dan minimnya perawatan atas kondisi kesehatan mereka.

Selanjutnya Fatwa bercerita: ”Para tahanan remaja ini tangannya penuh balutan karena luka parah akibat tembakan. Penjaga tahanan tidak membolehkan anak-anak ini mengganti pembalut luka mereka. Pembalut diganti dua hari kemudian setelah luka-luka berubah jadi borok. Tahanan yang mengalami derita semacam ini bernama Lili Ardiansah, dan tahanan lain bernama Maskun yang menderita 39 luka di tubuhnya akibat pemukulan sadis. Luka-luka ini membusuk dan bernanah hingga satu bulan. Karena nasib baik saja, luka tersebut sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan. Tetapi meninggalkan bekas di tubuh mereka untuk selamanya. Tahanan lain bernama Syarifuddin, mengalami kelumpuhan separuh badan akibat tekanan darah tinggi, dan dibiarkan menderita demikian selama dua hari. Sekalipun dokter telah dihubungi melalui telpon pada saat korban jatuh sakit, tetapi dokter baru datang dua hari kemudian”.

Persidangan 28 orang di atas berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Semua tertuduh dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman antara dua hingga tiga tahun. Tuduhan pokok yang didakwakan kepada mereka, yaitu ikut serta melakukan perlawanan terhadap ABRI dengan kekerasan. Mereka dikatakan membawa senjata berupa pisau, pentungan besi, clurit dan jerigen berisi bensin, untuk melakukan pembakaran. Mereka tidak memperdulikan peringatan bahkan melakukan serangan terhadap petu-gas keamanan dengan pentungan dan lemparan batu. Mereka dituduh ikut dalam kegiatan politik untuk melawan pemerintah dan melakukan demonstrasi politik melawan undang-undang anti subversi.

Jaksa penuntut umum kemudian mengajukan saksi-saksi, semuanya terdiri dari oknum tentara dan polisi. Sebagian dari saksi bahkan seorang komandan militer yang melepaskan tembakan terhadap para demons-tran. Kesaksian mereka sedikitpun tidak ada yang keluar dari keterangan yang sudah diumumkan oleh Pangab Beny Murdani berkenaan dengan kasus pembantaian ini. Bahkan seorang saksi perwira menambahkan, ”Ada demonstran yang berusaha merampas senjatanya”. Dua orang saksi lagi ditanya tentang berapa jumlah korban dalam kasus tersebut, jawabnya “Tidak tahu”. Anehnya, tidak seorangpun dari saksi tentara itu yang mengenali terdakwa, sekalipun para terdakwa ini adalah orang-orang yang mereka hadapi dalam demonstrasi itu. Akan tetapi, salah seorang saksi mengakui bahwa delapan orang dari para tertuduh itu pernah dilihatnya berada di RS militer setelah mereka ditangkap.

Sekalipun tuduhan yang dikenakan kepada para terdakwa adalah, ”menyerang petugas keamanan” tapi tidak seorangpun saksi tentara yang hadir di persidangan menunjukkan, bahwa di antara mereka mema-ng ada yang menjadi korban terkena sasaran senjata demonstran. Ada kisah misteri yang diceritakan dari Jaksa penuntut, ”Seorang perwira tertusuk benda tajam, tapi yang bersangkutan tidak bisa hadir di persi-dangan karena menderita luka parah”. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan para tertuduh ketika mendengar pernyataan demikian. Mereka membandingkan dengan derita diri sendiri yang tidak mendapatkan perawatan dan mengalami luka bernanah, tetap dihadapkan ke persida-ngan, sedangkan perwira bersangkutan hanya memberikan kesaksian tertulis, dan diterima, walaupun tim pembela menolaknya dengan menga- takan, bahwa hal semacam itu sesuatu yang tidak mungkin.

Jaksa menunjukkan beberapa senjata tajam, sebagai barang bukti yang digunakan pada saat demonstrasi; padahal dia tidak dapat mem-buktikan secara meyakinkan, bahwa senjata-senjata itu diambil dari salah seorang terdakwa. Sebaliknya, salah seorang terdakwa menyangkal secara telak barang-barang bukti yang ditunjukkan, kecuali hanya satu barang bukti yang diakuinya, yaitu selembar selendang hijau -warna yang melambangkan ikatan dengan Islam. Terdakwa bersangkutan men-jawab, selendang hijau yang ditunjukkan di depan persidangan sama sekali tidak pernah dipergunakan dalam demonstrasi, karena selendang yang ditunjukkan itu lebih besar daripada yang ia miliki.