02 Serangan Tim Pembela

Bab 03-02 Serangan Tim Pembela

HR. Dharsono dan tim pembelanya bertekad untuk langsung melakukan serangan dan menggunakan ruangan pengadilan sebagai alat penekan guna mengungkap kejadian sebenarnya kasus Tanjung Priok; sejalan dengan tuntutan pokok yang telah dinyatakan di dalam lembaran putih agar dilakukan penyelidikan tentang kasus tersebut. Tim pembela hukum Dharsono ditangani oleh lima orang anggota LBH: Adnan Buyung Nasution, pengacara paling terkenal di Indonesia. 2. Mulya Lubis, ketua LBH. 3. Harjono Tjitrosubeno, ketua IKADIN. 4. Amartiwi Shaleh, 5. Luhut MP. Pangaribuan. Tim ini merupakan kumpulan pengacara top. Para pengacara menghadirkan dua orang korban pembantaian Tanjung Priok sebagai saksi kunci dalam pembelaannya. Mereka minta kepada dua orang saksi ini untuk bercerita di hadapan persidangan tentang apa yang terjadi. Kedua saksi ini masih dalam keadaan luka parah. Orang pertama bernama Yusron bin Zaenuri, ia telah divonis dengan hukuman 1 tahun. Sebab ia termasuk dalam

28 orang korban Tanjung Priok yang telah disidangkannya tahun yang lalu. Dia terkena tembakan tiga kali. Sekali dia ditembak oleh tentara ketika dia roboh dalam keadaan terte-lungkup dan lukanya terus mengeluar darah serta dibiarkan begitu saja oleh tentara menanti ajal tiba. Kemudian menceritakan perlakuan tentara kepadanya saat mereka melemparkannya ke atas truk militer yang sudah berisi tumpukan jasad korban (ada yang hidup dan ada yang nati) untuk dibawa ke RS militer (Lihat Lampiran I).

Saksi kedua bernama Edi Nurhadi, yang menyatakan bahwa saat itu ia sedang makan di warung pada waktu demonstrasi terjadi. Tiba-tiba pahanya tertembak karena itu dia terpaksa membalut lukanya (Baca Lampiran II). Kedua saksi ini secara detail menceritakan kebrutalan petugas keamanan. Keduanya dengan meyakinkan memberikan ketera-ngan di depan persidangan bahwa petugas keamanan memberondong sasarannya dengan darah dingin tanpa perasaan sedikitpun.

Jaksa Penuntut umum menjawab kesaksian ini dan memanggil Kapten Sriyanto, komandan operasi dan juga komandan koramil setem-pat, dialah komandan yang bertanggung jawab di lingkungan militer dan memberikan perintah kepada anak buahnya untuk melepaskan tembakan. Ia menjawab:” Ketika itu anak buahnya berada dalam anca-man para demonstran bersenjata, dia menolak untuk menghentikan demonstrasinya. Media massa menulis bahwa pembelaan jawaban saksi Sriyanto menimbulkan suasana tegang dalam persidangan, sehingga para pembela terdakwa menekan yang bersangkutan untuk menjelaskan alasannya mengapa dia tidak mengundang polisi saja, padahal kantor polisi sangat dekan dengan lokasi kejadian. Mengapa dia tidak menggu- nakan gas air mata atau menggunakan cara lain untuk membubarkan demonstrasi. Saksi menjawab “Tidak ada waktu untuk memikirkan sesuatu seperti itu. Tidak ada hal yang menarik dalam dalam keterangan saksi ini. Sebab, kata demi kata yang dia ucapkan semuanya persis dengan keterangan Beny Murdani, tetapi sesuatu yang berkesan dan sangat mena-rik tim pembela ialah penolakan Sriyanto untuk menjawab pertanyaan khusus sekitar kejadian-kejadian demonstrasi pada hari itu. Ujarnya,” Hal-hal semacam itu seyogyanya ditanyakan kepada kapten Mukiran, perwira intel. Tegasnya jaksa penuntut meminta kepadanya untuk memberikan kesaksian masalah demonstrasi saja. dia tidak dapat menjelaskan apa-apa tentang peristiwa yang terjadi sebelum jam 23.00 ketika dia menerima telpon dari Amir Biki agar 4 orang tahanan dibebaskan.

Tim pembela sekali lagi mendesak majelis hakim supaya mengha-dirkan perwira militer lainnya untuk memberikan kesaksian. Tim pembela ingin menanyakan pada Kapten Mukiran, perwira intel yang disebut oleh Sriyanto dan Kapolres Jakarta Utara Kol. Ismet. Majelis hakim setuju untuk mendengar kesaksian Kol. Ismet tapi majelis hakim memutuskan tidak memanggil Kapten Mukiran, namun ada perwira intel lain yang kemudian dipanggil untuk memberikan kesaksian, yaitu Kol. Butarbutar.

Munculnya Butarbutar di persidangan menimbulkan perdebatan panas antara pembela dan saksi. Dharsono dengan keras menyerang bahwa tentara itu dipersiapkan untuk berperang bukan untuk bertindak terhadap demonstran di jalan-jalan. Ketika Adnan Buyung Nasution bertanya:Mengapa dia tidak memanggil polisi?”. Jawabnya,”Tidak ada waktu untuk dapat menggunakan saranan-sarana yang dapat dipakai pada saat-saat seperti itu. Karena itu kami, tim Munculnya Butarbutar di persidangan menimbulkan perdebatan panas antara pembela dan saksi. Dharsono dengan keras menyerang bahwa tentara itu dipersiapkan untuk berperang bukan untuk bertindak terhadap demonstran di jalan-jalan. Ketika Adnan Buyung Nasution bertanya:Mengapa dia tidak memanggil polisi?”. Jawabnya,”Tidak ada waktu untuk dapat menggunakan saranan-sarana yang dapat dipakai pada saat-saat seperti itu. Karena itu kami, tim

Dalam jumpa pers dengan surat kabar Belanda Buyung Nasution mengungkapkan bahwa,”Tim pembela mempunyai alasan-alasan untuk berkeyakinan bahwa Ismet, Kapolres Jakarta Utara telah menyampaikan saran kepada militer di Tanjung Priok bahwa memang perlu mencegah terjadinya demonstrasi dalam bentuk apapun. Ia mengingatkan militer bahwa kondisi di daerah ini benar-benar panas. Buyung mengungkapkan bahwa sebelum diadakan sidang pengadilan 4 Desember, ketua penga-dilan bernama Sudiyono membisikkan kepadanya untuk tidak terus menerus menuntut dihadirkannya saksi Ismet. Sebab hal itu dapat menim-bulkan kesulitan tersendiri bagi persidangan ini. Buyung Nasution kemudian diberitahu oleh Sudiyono bahwa Ismet telah dipindahkan ke Sumatera Utara dan menyatakan tidak sanggup untuk menghadirkan yang bersangkutan di persidangan.

Bukan hanya ketidakhadiran Ismet saja yang menimbulkan keraguan bahkan Dharsono sudah mencium adanya kegagalan pihak aparat kea-manan untuk menangkap dua orang yang mengadakan pertemuan temuan Tanjung Priok tanggal 12 September. Baik Syarifin Maloko mau-pun Muhammad Nasir dan Amir Biki yang telah terbunuh adalah orang-orang yang membantu membangkitkan emosi pengunjung penga-jian. Aparat keamanan telah menangkap muballigh lain tetapi mengapa tidak menangkap Syarifin Maloko dan Nasir? Mengapa orang- orang ini tidak hadir walaupun hanya untuk kesaksiannya di persidangan? Dhar-sono juga mempertanyakan kasus yang menimpa Hamzah Hariyana yang hadir dalam perngajian 18 September padahal dia termasuk pence-ramah yang paling menonjol. Orang inilah yang meminta kepada Dhar-sono agar membantu kelompok mereka memperoleh bom guna melaku-kan aksi- aksi teroris.