Berbagai Model Systemic Functional Linguistics

Untuk itu semua, maka peneliti akhirnya memilih teori Systemic Functional Linguistics. Hal ini dimaksudkan agar di dalam perjalanan panjang penelitian ini dapat mengeksplorasi teks dengan memahami dan mengkaji unsur-unsur yang terdapat di dalam bahasa, yaitu analisis tekstual dan di luar bahasa yaitu konteks sosial bahasa yang mencakup konteks situasi register. Hal itu disebabkan bahasa tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Dengan kata lain, untuk memahami bahasa maka sebaiknya memahami konteks.

2.4.2 Berbagai Model Systemic Functional Linguistics

Berbagai model Systemic Functional Linguistics telah dikembangkan oleh Halliday di Universitas Sydney dan para pengikut teori ini. Di antaranya, model Systemic Functional Linguistics telah dirancang dan dikembangkan oleh Fawcet di Universitas Cardiff, Gregory di Universitas York, yang kemudian diterapkan oleh Young di Universitas Leuven Catholic, model Martin di Universitas Sydney, dan model Halliday yang dikembangkan oleh Matthiessen di Universitas Macquarie. Model Systemic Functional Linguistics dirancang dan dikembangkan oleh para pengikut teori ini dengan didasarkan pada hubungan bahasa dan konteksnya. Bahasa dibangun atas unsur makna yang dirangkaikan atau disusun menurut strukturnya lexicogrammar yang pada akhirnya direalisasikan ke dalam bunyi fonologi ataupun tulisan grafologi. Halliday 1991:8 menganggap bahwa terdapat hubungan yang erat antara bahasa dan konteks sebagaimana terlihat dalam figuru berikut ini. Universitas Sumatera Utara Figura 2.9: Bahasa dan Konteks Adaptasi dari Halliday, 1991:8 sistem potensi instan konteks fungsi bahasa BUDAYA SITUASI ranah budaya Jenis situasi bahasa SISTEM TEKS Note: kiri – kanan = instansiasi [cf. iklim cuaca] atas– bawah = realisasasi [dalam bahasa, leksikogramatika, fonologi] Selanjutnya, Martin 1993 dalam Sinar 2008:8-9 menjelaskan dalam rancangannya bahwa bahasa berada di dalam konteks sosial. Konsekuansinya, untuk memahami bahasa harus memahami konteks sosialnya juga karena bahasa sebagai sistem semiotik merealisasikan konteks sosial sebagai sebuah sistem sosial. Figura 2.10: Bahasa sebagai Realisasi Konteks Sosial Adaptasi dari Martin, 1993:142 Universitas Sumatera Utara Selain itu, Matthiessen 1993 dalam Sinar 2008:17 merancang stratifikasi bahasa dalam konteks. Ia berpendapat bahwa di dalam bahasa terdapat makna semantik, di dalam makna terdapat leksikogrammar dan di dalam leksikogrammar terdapat fonologi. dengan demikian bahasa meliputi tiga unsur sekaligus yaitu semantik, leksikogrammar, dan semantik. Figura 2.11: Stratifikasi Bahasa dalam Konteks Adaptasi dari Matthiessen, 1993:227 bahasa leksikogramatika semantik Konteks: sistem makna tingkat lebih tinggi Isi Fonologi ekspresi Berikut ini adalah perbandingan enam model konteks dalam kerangka teori Systemic Functional Linguistics oleh beberapa pakar. Universitas Sumatera Utara Figura 2.12: Stratifikasi Bahasa dalam Konteks Adaptasi dari Matthiessen, 1993:227; lihat juga Sinar, 2008:55 Konteks Halliday 1964 Gregory 1967 Ure Elis 1977 Halliday 1978 Fawcett 1980 Martin 1992 Budaya Genre Medan Wacana Medan Wacana Medan Wacana Medan Wacana Pokok Persoalan Medan Wacana Pelibat Wacana personal Formalitas Tujuan Hubungan Pelibat Wacana Pelibat Wacana fungsional Peran Pelibat Wacana Tujuan pragmatik Pelibat Wacana Situasi Sarana Wacana Sarana Wacana Sarana Wacana Sarana Wacana Sarana Wacana Sarana Wacana Berdasarkan perbandingan di atas dapat dipahami bahwa terdapat perbedaan konteks situasi. Halliday membagi konteks situasi menjadi tiga, yaitu medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana. Sedangkan Martin menggunakan genre sebagai rujukan untuk konteks budaya. Berbeda dengan Halliday dan Martin, Gregory membagi pelibat wacana menjadi dua bagian pelibat wacana personal dan fungsional, sedangkan Ure dan Elis membagi pelibat wacana ke dalam dua bagian formalitas dan peran. Fawcet membagi pelibat wacana berdasarkan tujuan hubungan dan pragmatik.

2.4.3 Kerangka Konsep Systemic Functional Linguistics