Bahasa adalah Sistem Semiotik Sosial

mempertukarkan pengalaman atau fungsi antarpersona dan fungsi merangkaikan pengalaman atau fungsi tekstual, dan 4 bahasa bersifat kontekstual.

2.4.3.1 Bahasa adalah Sistem Semiotik Sosial

Systemic Functional Linguistics berbeda dengan aliran linguistik lain karena berdasarkan teori ini, bahasa dipandang sebagai fenomena sosial yang wujudnya sebagai semiotik sosial. Konsep semiotik pada mulanya berasal dari konsep tanda yang berhubungan dengan istilah ‘semainon’ penanda. Oleh karena itu, Fawcett 1984:xiii mengatakan bahwa semiotik merupakan kajian tentang sistem tanda dan penggunaannya. Dengan demikian, semiotik bukan sebagai kajian tentang tanda melainkan sebagai kajian tentang sistem tanda. Dengan kata lain, semiotik sebagai suatu kajian tentang ‘makna’ yang paling umum. Sejalan dengan pengertian semiotik di atas, kajian makna suatu bahasa harus ditempatkan pada konteks sosial. Hal ini membawa implikasi bahasa bertautan dengan makna dalam budaya. Sudah pasti dalam budaya mana pun banyak cara yang berkenaan dengan makna yang berada di luar bidang bahasa. Cara-cara tersebut meliputi baik bentuk-bentuk seni seperti lukisan, ukiran bunyi-bunyian, tarian, dan lainnya, maupun bentuk-bentuk tingkah laku budaya lainnya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup seni, misalnya ragam pertukaran, pakaian, susunan keluarga dan seterusnya. Ini semua pembawa makna dalam budaya. Pada hakikatnya, dalam konteks ini budaya didefinisikan sebagai seperangkat sistem semiotik, sistem makna yang semuanya saling berhubungan. Pengertian umum tentang semiotik ini tidak dapat Universitas Sumatera Utara dijelaskan melalui konsep tanda sebagai suatu kesatuan lahiriah, tetapi semiotik sebagai sistem-sistem makna, yang dapat dipandang sebagai tatanan yang bekerja melalui semacam bentuk luar keluaran output yang disebut tanda, tetapi tatanan- tatanan itu sendiri bukan perangkat benda tersendiri, melainkan merupakan jaringan- jaringan hubungan. Dalam arti inilah istilah ‘semiotik’ digunakan untuk melihat bahasa, yaitu bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia. Istilah sosial dalam konteks bahasa adalah sistem semiotik sosial bersinonim dengan kebudayaan. Menurut Sinar 2008:21, “Konsep semiotik sosial adalah bahwa hubungan setiap manusia dengan lingkungan manusia penuh dengan arti dan arti-arti ini dipelajari melalui interaksi seseorang dengan orang lain yang melibatkan lingkungan arti tersebut.” Jadi, semiotik sosial yang dimaksudkan adalah batasan sistem sosial atau kebudayaan sebagai suatu sistem makna. Istilah ‘sosial’ juga digunakan untuk menunjukkan adanya hubungan bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial. Jadi dalam pengertian ini, bahasa dijelaskan dengan menggunakan pandangan sosial karena dimensi sosial sangatlah signifikan dan yang selama ini paling diabaikan dalam pembahasan-pembahasan bahasa dalam pendidikan. Bahasa dipandang dari perspektif pendidikan suatu proses sosial. Lingkungan tempat belajar itu berlangsung dalam suatu lembaga sosial, seperti ruangan kelas atau sekolah dengan struktur sosialnya yang digariskan dengan lebih jelas atau yang lebih abstrak, menyangkut sistem sekolah atau jalannya kependidikan. Ilmu pengetahuan Universitas Sumatera Utara disampaikan dalam konteks sosial melalui hubungan-hubungan seperti orang tua dengan anak, guru dengan murid atau antarteman sekelas yang digariskan dalam tata nilai dan ideologi kebudayaan yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut, menurut Halliday 1975 dalam Sinar 2008:20-21, belajar bahasa adalah belajar memaknai yang mempunyai konsekuensi pada proses belajar mengajar. Dengan demikian, seseorang dalam aksinya belajar berbahasa sekaligus mempelajari budaya melalui bahasa yang dipelajari dalam sistem sosial kehidupannya.

2.4.3.2 Bahasa adalah Fungsional