DiagnosaKeperawatan KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1.

309 c. Infeksi mikroorganisme bakteri, virus, jamur dan parasit d. Neoplasma dan factor endokrin e. Factor fisik sinar matahari, radiasi, sinar-X f. Makanan coklat Tes 2 1 Steven Jhonson adalah sindrom yang mengenai, kecuali : A. Kulit, B. Selaput lender di orifisium C. Mata D. Tulang E. Semua benar 2 Trias kelainan pada Steven Jhonson , kecuali : A. Kelainan Kulit B. Eritema C. Vesikel dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas D. Purpura E. Semua salah 3 Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab Steven Jhonson, kecuali : A. Alergi obat secara sistemik B. Anti piretik atau analgesic C. Infeksi mikroorganisme D. Neoplasma dan factor endokrin E. Tertular pasien lain 4 Komplikasi steven jhonson, kecuali : A. Kelebihan cairan dan darah B. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock C. Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan D. Gastroenterologi - Esophageal strictures E. Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,stenosis vagina 5 Diagnosis keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien Steven Jhonson adalah : A. Gangguan integritas kulit b.d inflamasi dermal dan epidermal B. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan C. Gangguan rasa nyama, nyeri b.d. inflamasi pada kulit D. Gangguan Persepsi sensori : kurang penglihatan b.d konjungtifitis E. Semua benar 310 Kunci Jawaban Tes Tes Formatif 1 1 C 2 B 3 D 4 A 5 A 6 C 7 D 8 B 9 D 10 C Tes Formatif 2 1 C 2 B 3 A 4 C 5 B 6 A 7 D 8 D 9 C Tes Formatif 3 1 C 2 D 3 B 4 A 5 D 6 C 7 C 8 A 9 C 10 A 311 Daftar Pustaka Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta : 2000. Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Djuanda, Adi. 2000. ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 3. Jakarta : FKUI. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC. 312 BAB VIII ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN Hadi Purwanto, S.Kep.,Ns.,M.Kes. PENDAHULUAN Nah sekarang selamat berjumpah di bab 8, modul ini akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem persyarafan. Sebagai perawat pelaksana, Anda harus mengetahui tentang sistem persyarafan dan gangguan yang mungkin terjadi yang dialami oleh pasien yang Anda rawat di pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit, Puskesmas, atau Klinik klinik kesehatan yang lain. Oleh sebab itu sangat relevan Anda mempelajari modul ini sebagai bekal pengetahuan Anda dalam memberikan Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem persyarafan. Setelah Anda mempelajari materi dalam bab 8 ini dengan sungguh-sungguh, di akhir proses pembelajaran, Anda diharapkan akan dapat menjelaskan: Bagaimana melaksanakan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem persyarafan. Agar Anda dapat memahami modul ini dengan mudah, maka bab ini dibagi menjadi dua 2 Topik, yaitu : Topik 1 : Asuhan Keperawatan Pasien Miastenia Grafis Topik 2 : Asuhan Keperawatan Pasien HNP dan Trauma Kepala Topik 3 : Asuhan Keperawatan Pasien Stroke Topik 4 : Asuhan Keperawatan Pasien Tumor Otak Topik 5 : Asuhan Keperawatan Pasien Meningitis dan Ensefalitis 313 Topik 1 Asuhan Keperawatan Pasien Miasteniagravis

A. DEFINISI

Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang volunter. Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal. Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

B. ETIOLOGI 1.

Autoimun : direct mediated antibody 2. Virus 3. Pembedahan 4. Stres 5. Alkohol 6. Tumor mediastinum 7. Obat-obatan : - Antibiotik Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin - B-blocker propranolol - Lithium - Magnesium - Procainamide - Verapamil - Chloroquine - Prednisone

C. PATOFISIOLOGI

Antibodi langsung menuju ke reseptor acetilkolin di neuromuscular junction otot skeletal. Hal ini mengakibatkan penurunan jumlah reseptor nicotinic acetylcholine pada motor end-plate, mengurangi lipatan membran postsinaps, melebarkan celah sinaps. 314 D. MANIFESTASI KLINIS 1. Kelemahan otot mata dan wajah hampir selalu ditemukan - Ptosis - Diplobia - Otot mimik 2. Kelemahan otot bulbar - Otot-otot lidah  Suara nasal, regurgitasi nasal  Kesulitan dalam mengunyah  Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka  Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan è batuk dan tercekik saat minum - Otot-otot leher  Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor 3. Kelemahan otot anggota gerak 4. Kelemahan otot pernafasan - Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO 2 è hipoventilasi è menyebabkan kedaruratan neuromuskular - Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas KLASIFIKASI KLINIS KELOMPOK I MIASTENIA OKULAR Hanya menyerang otot –otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus kematian KELOMPOK MIASTENIA UMUM MIASTENIA UMUM RINGAN - awitan onset lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar - Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik - Angka kematian rendah MIASTENIA UMUM SEDANG - Awitan bertahap dan sering disertai gejala -gejala okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot – otot rangka dan bulbar - Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot – otot pernapasan tidak terkena - Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan dan aktifitas klien terbatas, 315 KLASIFIKASI KLINIS tetapi angka kematian rendah MIASTENIA UMUM BERAT 1. Fulminan akut : - Awitan yang cepat dengan kelemahan otot -otot rangka dan bulbar dan mulai terserangnya otot – otot pernapasan - Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan - Respons terhadap obat buruk - Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi - Tingkat kematian tinggi 2. Lanjut : - Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua tahun setelah awitan gejala – gejala kelompok I atau II - Miastenia gravis dapat berkembang secara perlahan atau tiba – tiba - Respons terhadap obat dan prognosis buruk KRISIS MIASTENIA - Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi gagal nafas à mengancam jiwa - Kelanjutan dari mistenia generalisata berat - Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas yg berkembang menjadi bronkhitis atau pnemoni,pekerjaan fisik yg berlebihan, melahirkan, penggunaan urus2

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Laboratorium

- Anti-acetylcholine receptor antibody  85 pada miastenia umum  60 pada pasien dengan miastenia okuler - Anti-striated muscle  Pada 84 pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun - Interleukin-2 receptor  Meningkat pada MG  Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit 316 2. Imaging - X-ray thoraks  Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior - CT scan thoraks  Identifikasi timoma - MRI otak dan orbita  Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin 3. Pemeriksaan klinis - Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis - Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia - Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita suara à suara hilang - Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring - Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk- berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali 4. Tes tensilon edrophonium chloride  Suntikkan tensilon 10 mg 1 ml i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan - dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan -, berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit  Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung 5. Tes kolinergik 6. Tes Prostigmin neostigmin :  Injeksi prostigmin 1,5 mg im,  dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam 7. Pemeriksaan EMNG ;  Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo decrement respons 10 antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50, MG sedang sampai berat dapat sampai 80 8. Pemeriksaan antibodi AChR Antibodi AChR ditemukan pd 85-90 penderita MG generalisata, 0 MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit