Insidensi ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HNP 1.

331  Kemungkinan adanya atropi, faskulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit. 2 palpasi dan perkusi  Paplasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau halus sehingga tidak membingungkan klien  Paplasi pada daerah yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasanyeri.  Ketika meraba kolumnavertebralis dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau antero-posterior  Palpasi dan perkusi perut, distensi perut, kandung kencing penuh dll. 3 Neuorologik 4 Pemeriksaan motorik  Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien unutk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.  Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.  Fakulasi kontraksi involunter yang bersifat halus pada otot-otot tertentu. 5 Pemeriksan sensorik Pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa getar vibrasi untuk menentukan dermatom mana yang terganggu sehingga dapat ditentuakan pula radiks mana yang terganggu. 6 Pemeriksaan refleks  Refleks lutut patelahammer klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai, pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.  Refleks tumitachiles klien dalam posisi berbaring lutut posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif. 7 Pemeriksaan range of movement ROM Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk mememriksa adatidaknya penyebaran nyeri. b Pemeriksaan penunjang  Foto rontgen Foto rontgen dari depan, samping, dan serong untuk identifikasi ruang antar vertebra menyempit. Mielografi adalah pemeriksaan dengan bahan kontras melalu tindakan lumbal pungsi dan pemotrata dengan sinar tembus. Apabila diketahiu adanya penyumbatan.hambatan kanalis spinalis yang mungkin disebabkan HNP. 332  Elektroneuromiografi ENMG Pemeriksaan ini dilakukan untuk menegetahui radiks mana yang terkena melihat adanya polineuropati.  Scan tomografi Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat gambaran vertebra dan jaringan disekitarnya termasuk diskusi intervertebralis.  RO Spinal Pemeriksaaan ini bertujuan untuk memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang.  MRI Magneting Resonance Imaging Pemeriksaan ini dilakukan untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.  CT Scan dan Mielogram Pemeriksaan ini dilakukan jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada pemeriksaan MRI. b. diagnosa keperawatan Beberapa diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Hernia Nukleus Pulposus HNP antara lain : 1. Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis 2. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi 3. Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesehemiplagia 4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama c. intervensi keperawatan 1 Perubahan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dampak penjepitan saraf pada radiks intervertebralis Tujuan: Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi Kriteria hasil: - Klien mengatakan tidak terasa nyeri - Lokasi nyeri minimal - Keparahan nyeri berskala 0 - Indikator nyeri verbal dan noverbal tidak menyeringai Intervensi : a. Identifikasi klien dalam membantu menghilangkan rasa nyerinya R : Pengetahuan yang mendalam tentang nyeri dan keefektifan tindakan penghilangan nyeri. b. Berikan informasi tentang penyebab dan cara mengatasinya 333 R : Informasi mengurangi ansietas yang berhubungan dengan sesuatu yang diperkirakan. c. Tindakan penghilangan rasa nyeri noninvasif dan nonfarmakologi posisi, balutan 24-48 jam, distraksi dan relaksasi R : Tindakan ini memungkinkan klien untuk mendapatkan rasa kontrol terhadap nyeri. d. Terapi analgetik R : Terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan peredam nyeri. 2 Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi Tujuan: Rasa cemas klien akan berkuranghilang. Kriteria hasil: - Klien mampu mengungkapkan ketakutankekuatirannya - Respon klien tampak tersenyum Intervensi : a. Diskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi gerak untuk mempertahankan harapan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari R : Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya. b. Berikan informasi mengenai klien yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien danmenjalani operasi R : Harapan-harapan yang tidak realistik tiak dapat mengurangi kecemasan, justru malah menimbulkan ketidak percayaan klien terhadap perawat. c. Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat- alat yang tersedia yang dapat membantu klien R : Memungkinkan klien untuk memilih metode komunikasi yang paling tepat untuk kehidupannya sehari-hari disesuaikan dengan tingkat keterampilannya sehingga dapat mengurangi rasa cemas dan frustasinya. d. Berikan support sistem perawat, keluarga atau teman dekat dan pendekatan spiritual R : Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien. e. Reinforcement terhadap potensi dan sumber yang dimiliki berhubungan dengan penyakit, perawatan dan tindakan R : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi. 3 Perubahan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesehemiplegia Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya 334 Kriteria hasil: - Tidak terjadi kontraktur sendi - Bertabahnya kekuatan otot - Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas Intervensi : a. Ubah posisi klien tiap 2 jam R : Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan. b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit R : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit R : Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan d. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien R : Untuk mempercepat proses penyembuhan 4 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit Kriteria hasil: - Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka - Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka - Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka Intervensi : a. Anjurkan untuk melakukan latihan ROM range of motion dan mobilisasi jika mungkin R : Meningkatkan aliran darah ke semua daerah b. Rubah posisi tiap 2 jam R : Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah c. Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol R : Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol d. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi R : Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler e. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi R : Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan 335 f. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit R :Mempertahankan keutuhan kulit d. evaluasi Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA KEPALA 1. Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

2. Klasifikasi

Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow Coma Scale GCS: a. Minor  GCS 13 – 15  Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.  Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. b. Sedang  GCS 9 – 12  Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.  Dapat mengalami fraktur tengkorak. c. Berat  GCS 3 – 8  Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.  Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

3. Etiologi

 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.  Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.  Cedera akibat kekerasan. 336 4. Patofisiologis Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial TIK. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan- ka a e perke alka edera kepala fokal da e e ar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

5. Manifestasi Klinis

 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih  Kebungungan  Iritabel  Pucat  Mual dan muntah  Pusing kepala  Terdapat hematoma  Kecemasan  Sukar untuk dibangunkan  Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung rhinorrohea dan telinga otorrhea bila fraktur tulang temporal. 337 6. Komplikasi  Hemorrhagie  Infeksi  Edema  Herniasi

7. Pemeriksaan Penunjang 

Laboratorium: darah lengkap hemoglobin, leukosit, CT, BT  Rotgen Foto  CT Scan  MRI

8. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: a. Observasi 24 jam b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. d. Anak diistirahatkan atau tirah baring. e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. g. Pemberian obat-obat analgetik. h. Pembedahan bila ada indikasi.

9. Rencana Pemulangan

a. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan. b. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara. c. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat. d. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang. e. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik. f. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman. g. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual. h. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial. 338 C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian. b. Pemeriksaan fisik 1 Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik 2 Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK 3 Sistem saraf :   Kesadaran  GCS.   Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenaimeluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.   Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang. 4 Sistem pencernaan   Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar  tanyakan pola makan?   Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.   Retensi urine, konstipasi, inkontinensia. 5 Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesisplegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot. 6 Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis. 7 Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga. 2. Diagnosa Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah: a. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial. b. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. c. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran. d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah. e. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial. f. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.