Tipologi kawasan berbasis komoditas unggulan ikan layang

300 adalah Nusalaut, sementara untuk kawasan Saparua yang terletak berdekatan dengan Nusalaut merupakan kawasan bertipologi periferi aktif. Tujuh kawasan lainnya termasuk dalam kelompok kawasan periferi netral. Ketiga, perikanan kembung yang dikembangkan melalui teknologi penangkapan ikan bagan apung menunjukkan Kota Masohi sebagai kawasan inti. Salahutu merupakan kawasan bertipologi periferi aktif, sedangkan tujuh kawasan lainnya merupakan kawasan periferi netral. Keempat, Pulau Haruku, Leihitu dan Tehoru merupakan kawasan inti dalam usaha penangkapan ikan kembung dengan pancing tegak. Kawasan periferi aktif adalah Saparua yang berpotensi menjadi pendukung utama kawasan inti dalam pengembangan perikanan ikan kembung. Lima kawasan lainnya merupakan kawasan periferi netral. Agregasi hasil pemetaan tipologi untuk perikanan kembung, menunjukkan Pulau Haruku Leihitu dan Kota Masohi merupakan pusat-pusat pengembangan utama. Kapasitas yang kuat dan produktivitas yang tinggi menyebabkan posisi ketiga kawasan ini menjadi basis perikanan kembung di Maluku Tengah. Saparua dengan agregasi tipologi sebagai kawasan periferi aktif merupakan kawasan pendukung pengembangan industri perikanan kembung di ketiga kawasan inti.

8.2.2.4 Tipologi kawasan berbasis komoditas unggulan ikan teri

Bagan apung merupakan satu-satunya teknologi penangkapan ikan pelagis yang berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas perikanan teri. Distribusinya secara spasial membuktikan bahwa satu-satunya kawasan inti untuk perikanan teri adalah kawasan Kota Masohi Gambar 53. Kawasan ini memiliki kapasitas yang kuat untuk mencapai produktivitas yang tinggi dalam memproduksi ikan teri. Hanya satu kawasan yang bertipologi periferi aktif, yaitu Salahutu. Usaha bagan apung yang kembangkan di kawasan ini menyebabkannya menjadi pendukung utama kawasan inti dalam pengembangan industri perikanan teri. Tujuh kawasan lainnya yang memiliki kapasitas lemah dalam memproduksi ikan teri pada teknologi penangkapan bagan apung menyebabkan posisinya berada pada kelompok kawasan periferi netral. Posisinya ini 301 menyebabkan pengembangan usaha perikanan teri di ketujuh kawasan tidak dapat diupayakan untuk mendukung industrialisasi teri maupun pemasaran hasil pada pasar yang lebih jauh. Oleh sebab itu, kegiatan produksi ikan teri di ketujuh kawasan hanya dapat diperuntukan bagi konsumsi internal kawasan. Gambar 53. Tipologi kawasan berbasis komoditas unggulan ikan teri

8.2.2.5 Tipologi kawasan berbasis komoditas unggulan ikan sunglir

Perikanan sunglir di Maluku Tengah berpeluang dikembangkan dengan dukungan teknolologi penangkapan ikan pilihan pukat cincin, bagan apung dan pancing tegak Gambar 54. Hasil ini menunjukkan dukungan teknologi penangkapan pukat cincin cukup kuat untuk pengembangan komoditas sunglir. Determinasi kapasitas kawasan secara menyeluruh terhadap produktivitas pada usaha pukat cincin sangat baik. Capaian koefisien determinasi sebesar 0,9657, artinya rata-rata kapasitas kawasan pada usaha pukat cincin mampu menerangkan produktivitas perikanan sunglir sebesar 96,57. Namun demikian, sesuai dengan distribusi nilai kapasitas dan produktivitas kawasan, pancing tegak menunjukkan kapasitas yang cukup baik dalam menghasilkan produktivitas. Pemetaan tipologi kawasan yang berbasis pada komoditas sunglir menunjukkan beberapa kondisi sesuai alat tangkapnya. Pertama, perikanan sunglir dengan dukungan usaha pukat cincin menggambar lima kawasan termasuk dalam kelompok kawasan dengan tipologi kawasan inti, masing-masing Kota Masohi, Pulau Haruku, Leihitu, Saparua dan Salahutu. Tiga kawasan lainnya L A T KM S TNS PH SL N Kapasitas tontrip P ro d u k ti v it as R p