102
nelayan. Kajian terhadap pendapatan nelayan dilakukan dengan pendekatan data pendapatan perkapita, setidaknya dari tahun 2006 sampai dengan 2010 Tabel 11
yang menunjukkan perkembangnnya selama lima tahun.
Tabel 11 Perkembangan pendapatan perkapita nelayan Maluku Tengah Rp tahun 2006 – 2010
No Kawasan
2006 Rank
2006 2010
Rank 2010
r total r total
tahunan 1
TNS 458.568,5
11 113.977
11 -75,15
-18,79 2
Banda 6.474.856,1
6 4.649.534
7 -28,19
-7,05 3
Saparua 3.347.095,5
9 4.417.938
8 31,99
8,00 4
P. Haruku 2.583.783,8
10 2.977.946
10 15,26
3,81 5
Leihitu 5.227.132,0
7 10.023.111 3
91,75 22,94
6 Salahutu
8.499.730,0 2 14.110.208
2 66,01
16,50 7
Amahai 6.836.767,0
3 6.732.516
5 -1,52
-0,38 8
Tehoru 3.736.479,3
8 4.238.853
9 13,45
3,36 9
Seram Utara 6.609.912,8
5 5.959.647
6 -9,84
-2,46 10 Nusalaut
6.760.952,6 4
7.193.331 4
6,40 1,60
11 K. Masohi 10.485.126,1
1 26.529.155 1
153,02 38,25
Sumber: DKP Maluku Tengah, 2007-2011
Pada tahun 2010, pendapatan perkapita nelayan tertinggi terdistribusi pada kawasan Kota Masohi, Salahutu dan Leihitu dengan rata-rata lebih dari 10 juta
rupiah. Kawasan dimana nelayannya memiliki distribusi pendapatan perkapita terendah ialah TNS, tidak melebihi Rp. 115.000,-. Distribusi yang ditunjukan ini
menggambarkan adanya disparitas pendapatan nelayan secara spasial. Terjadi perubahan rangking pendapatan perkapita nelayan hampir di seluruh kawasan
selama lima tahun terakhir, kecuali Kota Masohi dan Salahutu dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta TNS dengan tingkat pendapatan terendah.
Perkembangan tahunan dari tahun 2006 dan 2010 menunjukkan pola peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita nelayan di
Maluku Tengah selama lima tahun mencapai 23,92 atau rata-rata tahunan 5,98. Walaupun secara umum untuk Maluku Tengah terjadi pola peningkatan,
namun pada beberapa kawasan pengembangan perikanan terjadi pertumbuhan pendapatan per kapita nelayan yang negatif, antara lain: TNS -18,79, Banda -
7,05, Amahai -0,38, dan Seram Utara -2,46.
103
Pertumbuhan tahunan pendapatan per kapita nelayan yang sangat cepat terjadi pada kawasan Kota Masohi 38,25, Leihitu 22,94 dan Salahutu
16,50. Tingginya pertumbuhan pendapatan per kapita pada ketiga kawasan ini sangat didukung dengan peningkatan produksi perikanan tangkap dan aksesibilitas
yang cukup baik terhadap pasar. Kondisi inilah yang menyebabkan pergerakan kegiatan ekonomi perikanan tangkap di kawasan bergerak dinamis.
4.4.4 Perizinan perikanan
Upaya penumbuhan iklim usaha di sektor kelautan dan perikanan pada wilayah kabupaten Maluku Tengah, terutama yang diarahkan untuk
mengakomodasi usaha perikanan rakyat, telah dikembangkan beberapa regulasi tentang perizinan di tingkat daerah dan sinkronisasi dengan regulasi di tingkat
pusat. Beberapa regulasi di tingkat daerah yang berkaitan dengan sistem dan mekanisme perizinan meliputi:
1. Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Tempat Pendaratan
Ikan; 2.
Peraturan Daerah Nomor 04 Tahun 2003 tentang Izin Usaha Perikanan; 3.
Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2003 tentang Retribusi Hasil Perikanan; 4.
Keputusan Bupati Maluku Tengah Nomor 523-144 Tanggal 12 April 2005 tentang Harga Patokan Ikan.
Dalam Tahun 2010, tercatat 275 buah izin yang diterbitkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tengah. Seluruh izin ini dikelompok
dalam empat komponen utama perizinan, masing-masing: 1.
Surat Rekomendasi untuk usaha pengumpul dan pengangkutan sebanyak 17 buah;
2. Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI untuk usaha penangkapan perpanjang 15
buah dan usaha penangkapan baru 26 buah; 3.
Surat Izin Usaha Perikanan SIUP untuk usaha penangkapan perpanjangan 52 buah, usaha penangkapan baru 76 buah, usaha budidaya perairan baru satu
buah, usaha pengumpulan dan pengangkutan perpanjangan tiga buah, usaha pengumpulan dan pengangkutan baru 29 buah;
4. Surat Keterangan Asal SKA untuk usaha penangkapan sebanyak 56 buah.
104
Secara total, untuk masing-masing kategori rekomendasi dan perizinan yang diterbitkan oleh pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dalam Tahun 2010
meliputi 17 buah rekomendasi untuk usaha pengumpulan dan pengangkutan ikan, 41 buah SIPI, 161 SIUP yang meningkat 143,94 dari tahun sebelum serta 56
buah SKA. Berdasarkan data perizinan ini, konsentrasi perizinan paling tinggi pada
usaha perikanan tangkap. Hal ini tergambar dari distribusi perizinan usaha perikanan tangkap sebesar 81,82 dari total izin yang diterbitkan. Hasil ini
membuktikan bahwa upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Maluku Tengah masih sangat tinggi. Namun demikian, perizinan yang diterbitkan
juga harus didukung dengan informasi tentang daya dukung perairan Maluku Tengah terhadap tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan.
Perizinan di tingkat pusat yang tersinkronisasi dengan kebijakan daerah Maluku Tengah adalah Izin Usaha Perikanan IUP. Khusus untuk IUP yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap sampai dengan tahun 2010 mencapai 23 izin usaha. Dua puluh tiga izin usaha ini dikeluarkan untuk
perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Maluku Tengah, dikategorikan dalam 23 pengusaha pengumpulpenangkapan ikan.
5 DINAMIKA SPASIAL SUB SISTEM ALAM
5.1 Pendahuluan
Penjelasan tentang dinamika sistem perikanan dimulai dengan pertanyaan kritis tentang: 1 bagaimana komponen-komponen yang bervariasi dalam sistem
berubah dari waktu ke waktu? 2 bagaimana interaksi satu dengan lainnya?. Jawaban terhadap kedua pertanyaan itu meliputi: pertama, skala waktu dimana
perubahan terjadi dengan pengelompokkan lima skala waktu secara umum yaitu harian sampai mingguan, bulanan sampai musiman, tahunan, dan jangka yang
panjang. Kedua, dinamika sistem per komponen, baik komponen pada sub sistem alam, sub sistem manusia maupun sub sistem pengelolaan Charles, 2001.
Penjelasan sub sistem alam dalam suatu sistem perikanan difokuskan pada struktur dan pendekatan untuk mengklasifikasi SDI berdasarkan jenisnya,
ekosistem dan lingkungan fisik. Oleh sebab itu, sub sistem ini dinyatakan dalam enam bagian, meliputi: SDI, distribusi spasial SDI, ekosistem secara makro,
eksosistem perikanan, tipologi ekosistem perikanan dan lingkungan fisik kimia. Model penentuan penyebab dinamika SDI di perairan laut menunjukkan
faktor-faktor berpengaruh di antaranya SPL, kolorofil-a dan eksistensi biomassa ikan, disamping berbagai faktor lingkungan eksternal yang menyebabkan adanya
tekanan terhadap eksistensi SDI Verweij dan van Densen, 2010. Dinamika sub sistem alam dapat dijelaskan dengan pendekatan dinamika populasi dari ikan,
dinamika ekosistem dan lingkungan biofisik Charles, 2001; Dudley, 2008; Verweij dan van Densen, 2010, serta dinamika DPI Hutton et al., 2004.
Dinamika sub sistem alam yang dianalisis dalam penelitian ini difokuskan pada kondisi perairan DPI pelagis kecil dan potensi sumber daya ikan pelagis
kecil. DPI existing dipetakan secara musiman untuk mengetahui lokasi potensial penangkapan ikan pelagis kecil. Di samping itu, pada sub sistem ini juga
dilakukan estimasi potensi sumber daya ikan pelagis kecil. Analisis dinamika sub sistem alam diarahkan untuk memberikan justifikasi
tentang dinamika musiman suhu permukaan laut dan klorofil-a, dinamika DPI pelagis kecil yang dijelaskan dengan dinamika musiman DPI dan potensi SDI
pelagis kecil dan distribusi spasialnya.
Ketiga dinamika pada sub sistem alam menyebabkan adanya konsekuensi perubahan akses terhadap DPI. Dalam penelitian ini, perubahan akses ini disebut
sebagai dinamika akses DPI. Dinamika aksesibilitas terhadap DPI yang terjadi tentunya memberikan implikasi bagi upaya-upaya pengembangan kawasan
perikanan pelagis kecil di wilayah ini. Tujuan kajian tentang dinamika sub sistem alam bertujuan untuk: 1
menganalisis dinamika musiman suhu permukaan laut dan klorofil-a; 2 menganalisis dinamika musiman DPI; 3 menganalisis potensi SDI dan distribusi
spasialnya; serta 4 menganalisis implikasi dinamika sub sistem alam bagi pengembangan kawasan perikanan.
5.2 Metodologi 5.2.1 Analisis dinamika musiman suhu permukaan laut dan klorofil-a
Untuk kepentingan pengembangan analisis ini, maka pendekatan yang dilakukan meliputi:
1 Analisis grafis yang memetakan distribusi nilai maksimum, minimum dan
rata-rata sepanjang tahun. Nilai maksimum dihitung berdasarkan formulasi maksimum X:
n i
X X
MAX X
..., ,
max
= Nilai minimum dihitung berdasarkan formulasi minimum X:
n i
X X
MIN X
..., ,
min
= Nilai rata-rata dihitung berdasarkan formulasi rata-rata X:
n i
X X
AVG X
..., ,
_
= Hasil perhitungan X
max
, X
min
dan X-rata-rata bulanan dipetakan dalam waktu satu tahun dan dipisahkan ruang analisisnya secara musiman, untuk musim
Barat, peralihan Barat-Timur, Timur dan peralihan Timur-Barat. 2
Analisis spasial menggunakan pendekatan pemetaan distribusi nilai SPL dan klorofil-a setiap bulan yang dikelompokkan pada ruang analisis secara
musiman. Seluruh nilai dipetakan dalam bentuk kontur untuk menggambarkan distribusi spasialnya. Kisaran nilai yang dijadikan pembatas untuk pemetaan
SPL pada interval nilai 22
o
C sampai dengan nilai maksimum 35
o
C, dengan distribusi kontur menurut warna sebagai berikut:
Kisaran nilai yang dijadikan pembatas untuk pemetaan klorofil-a pada interval nilai 0 mgm
3
sampai dengan 5 mgm
3
, dengan distribusi kontur menurut warna sebagai berikut:
5.2.2 Analisis Dinamika Musiman DPI
Dinamika DPI dikaji menggunakan dua pendekatan analisis, meliputi: 1
Analisis spasial distribusi DPI musiman setiap kawasan perikanan di wilayah Selatan Maluku Tengah, dilakukan dengan pemetaan DPI yang selalu diakses
oleh nelayan. Dua parameter utama penentuan titik DPI adalah lokasi rumpon yang diperuntukan bagi penangkapan ikan dengan pukat cincin dan pancing
tegak, serta lokasi penangkapan dengan bagan apung. Analisis dinamika spasial dikembangkan melalui analisis distribusi DPI secara musiman, baik
musim Barat, peralihan Barat-Timur, Timur maupun peralihan Timur-Barat. 2
Analisis tabular yang menyatakan distribusi jumlah titik DPI yang diakses oleh nelayan di tiap kawasan. Analisis ini menunjukkan jumlah dan prosentase
lokasi rumpon dan bagan yang ada di perairan pada setiap musim penangkapan. Formulasi matematik yang digunakan dalam analisis ini adalah:
∑ ∑
∑
= =
=
+ =
n i
ib n
i ir
n i
i
DPI DPI
DPI
1 1
1
DPI
i
adalah jumlah titik DPI pada kawasan ke-i, yang merupakan hasil penjumlahan dari jumlah titik rumpon untuk kawasan ke-i DPI
ir
dan jumlah lokasi penangkapan ikan dengan bagan apung pada kawasan ke-i DPI
ib
.
5.2.3 Analisis potensi SDI dan distribusi spasial
Analisis potensi SDI menggunakan pendekatan analisis biomassa ikan B pelagis, dihitung dengan formula sebagai berikut:
A FPUA
B
rata rata
−
=
FPUA adalah ikan per unit area, diestimasi dari jumlah ikan dalam kolom air. Nilai FPUA diekspresikan dalam jumlah ikan per m
2
atau dapat dinyatakan dalam kgm
2
tergantung pada penampang hamburan balik dari seekor ikan luas penampang tubuh seekor ikan yang terukur secara akustik yang digunakan
sebagai faktor skala untuk menghitung volume hamburan. A merupakan luas perairan yang dianalisis. Hasil ini kemudian dikonversikan dengan pendekatan
berat rata-rata ikan 20 ekor sama dengan satu kg rata-rata untuk pelagis kecil. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan JTB diperoleh dengan formula:
B JTB
4 ,
= Hasil analisis setiap unit area dipetakan dengan pendekatan sistem kontur
untuk menyatakan distribusi spasial potensi SDI yang ada di wilayah penelitian. Pemetaan ini bertujuan juga untuk memberikan gambaran tentang lokasi-lokasi
potensial dimana SDI terdapat.
5.2.4 Analisis implikasi dinamika sub sistem alam bagi pengembangan kawasan perikanan
Analisis ini didasarkan pada akumulasi dinamika lingkungan perairan, DPI musiman dan distribusi spasial potensi SDI. Akumulasi yang dimaksud
membentuk tingkat aksesibilitas DPI yang berbeda untuk setiap kawasan. Oleh sebab itu, akses DPI dinyatakan melalui analisis spasial dengan memetakan
hubungan titik-titik DPI terhadap pusat kawasan. Seluruh akses dihitung dengan pendekatan rata-rata nilai ekonomi jarak yang harus diakses nelayan terhadap
suatu DPI. Formulasi matematiknya dapat dinyatakan sebagai berikut:
=
∑ ∑
= −
= =
n i
i DPI
n i
i n
i
R DPI
AVG A
1 1
1
1
Dimana
n i
A
1 =
merupakan nilai akses DPI pada kawasan ke-i, DPI
i
adalah titik DPI pada kawasan ke-i, R
DPI-i
adalah jarak DPI dari kawasan ke-i. Seluruh hasil perhitungan diekspresikan secara grafis untuk menggambarkan
dinamika musiman dari aksesibilitas DPI.
5.3 Dinamika Musiman Suhu Permukaan Laut
Kondisi perairan Maluku Tengah yang ditunjukkan dengan informasi suhu permukaan laut SPL merupakan salah satu dasar untuk mengetahui perairan
yang potensial untuk kegiatan penangkapan. Hal ini didasarkan pada parameter dasar yang digunakan untuk penentuan daerah penangkapan ikan potensial
sebagaimana dikembangkan oleh Hasyim 2003. Distribusinya selama setahun menunjukkan SPL tertinggi dimulai bulan
September 32,48
o
C dan memuncak bulan Oktober 33,78
o
C. Distribusinya tetap pada kisaran itu sampai menurun sampai lagi di bulan April 32,55
o
C. Hal ini membuktikan bahwa bulan September sampai dengan April merupakan bulan-
bulan dimana SPL hangat Gambar 9. Distribusi SPL terendah dimulai dari bulan Juni 27,62
o
C dan terus menurun sampai titik terendah di bulan Agustus 25,68
o
C. Distribusi ini menunjukkan bahwa bulan-bulan dengan distribusi SPL yang agak dingin terjadi pada periode bulan Juni sampai dengan Agustus.
Gambar 9 Distribusi nilai maksimum, minimun dan rata-rata SPL di perairan Kabupaten Maluku Tengah, tahun 2010
Gambaran umum distribusi suhu sepanjang tahun menunjukkan adanya dinamika musiman SPL di perairan Maluku Tengah. Dinamika yang ditunjukkan,
diekspresikan secara grafis untuk menunjukkan aspek temporal dan aspek spasial diekspresikan melalui pemetaan. Oleh sebab itu, dinamika yang ditunjukkan
menggambarkan dinamika menurut waktu dan keruangan.