pelagis kecil, masing-masing 45 dan 21 titik. Kontribusi nilai akses yang tinggi adalah terhadap lokasi rumpon, masing-masing 56,58 dan 27,63.
Pemetaan 86 titik DPI pada musim Peralihan Barat-Timur menunjukkan terkonsentrasinya akses nelayan pada kawasan tertentu. Perairan Selat Seram
merupakan basis konsentrasi akses nelayan terhadap DPI. Kelompok DPI lainnya terkonsentrasi di Teluk Elpaputih bagian Timur, umumnya diakses oleh nelayan
dari Leihitu dan Tehoru serta Kota Masohi dan Amahai Gambar 20. DPI pada kawasan Leihitu, Tehoru, Kota Masohi dan Amahai tidak mengelompok. Untuk
Kota Masohi dan Amahai, DPI masih terkonsentrasi di Teluk Elpaputih. Hasil yang didapatkan pada musim Peralihan Barat-Timur dan musim
Barat sebagaimana dikemukakan di atas, masih memberikan justifikasi tentang kuatnya peran perairan Teluk dan Selat sebagai basis-basis kegiatan penangkapan
ikan pelagis kecil di Maluku Tengah. Hasil yang ditemukan pada kedua musim membuktikan bahwa pengembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah,
memiliki kekuatan pada perikanan Teluk dan Selat. Namun demikian, eksistensi DPI yang mulai menyebar dan tidak terkonsentrasi merupakan dasar penting yang
harus dicernati terkait dengan strategi nelayan untuk mengaksesnya. Pola distribusi DPI yang terkonsentrasi maupun menyebar pada perairan
tertentu merupakan informasi penting bagi efisiensi usaha perikanan, terutama dalam penggunaan bahan bakar. Strategi pengembangan kawasan perikanan di
Maluku Tengah dapat dilakukan dengan berbasis pada potensi DPI lokal, sehingga pengembangannya tidak harus mengikuti trend, baik karena kebijakan pusat atau
pun karena naiknya harga komoditas perikanan tertentu.
5.5.3 DPI musim Timur
Hasil identifikasi secara musiman menunjukkan sedikitnya 144 lokasi titik DPI yang selalu diakses nelayan Maluku Tengah di musim Timur Tabel
14. Distribusi lokasi penangkapan ikan yang diakses nelayan pada titik rumpon, untuk kepentingan penangkapan ikan dengan pukat cincin dan pancing tegak.
Perhitungan proporsinya menunjukkan distribusi titik rumpon sebanyak 86,11, dan 13,89 lainnya untuk unit penangkapan bagan perahu.
130
Gambar 20 Peta daerah penangkapan ikan pada musim peralihan barat-timur di perairan Maluku Tengah bagian selatan
Tabel 14 Distribusi jumlah lokasi titik penangkapan yang selalu diakses tiap kawasan pengembangan perikanan pada musim Timur
No. Kawasan
Pengembangan Perikanan
Rumpon Bagan
Jumlah 1
Haruku 3
2,42 5
25,00 8
5,56 2
Salahutu 2
1,61 4
20,00 6
4,17 3
Saparua 5
4,03 0,00
5 3,47
4 Nusalaut
4 3,23
0,00 4
2,78 5
Kota Masohi 11
8,87 1
5,00 12
8,33 6
Amahai 20
16,13 2
10,00 22
15,28 7
Tehoru 7
5,65 0,00
7 4,86
8 Leihitu
72 58,06
8 40,00
80 55,56
Total 124
86,11 20
13,89 144
100,00 Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tengah, 2011 diolah
Distribusi secara spasial menunjukkan kawasan Leihitu, Amahai dan Kota Masohi memiliki jumlah lokasi penangkapan ikan paling banyak, masing-masing
80, 22 dan 12 titik. Kontribusi jumlah lokasi penangkapan ikan terbanyak untuk ketiga kawasan masih didominasi oleh akses nelayan tangkap terhadap lokasi
rumpon, masing-masing 58,06, 16,13 dan 8,87. Distribusi lokasi penangkapan ikan di Amahai dan Kota Masohi sulit
dipisahkan eksistensinya karena: 1 konsentrasi penangkapan ikan berada pada perairan Teluk Elpaputih yang merupakan satu satuan wilayah ekologis; dan 2
aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan dari kedua kawasan cenderung mengarah pada lokasi-lokasi penangkapan ikan yang sama.
Secara integratif, keadaan ini menunjukkan adanya kekuatan dalam pengelolaan perikanan di perairan Teluk. Namun demikian, keadaan ini pun
berpotensi menimbulkan konflik apabila tidak dilakukan pengelolaan perikanan pelagis kecil di kedua kawasan secara integratif. Hasil lapangan membuktikan
bahwa konflik pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di perairan Teluk ini berpotensi terjadi, terutama antara: 1 nelayan pukat cincin dengan nelayan
bagan; dan 2 antara nelayan dari kawasan Kota Masohi dan Ahamai. Daerah penangkapan ikan dianggap masyarakat nelayan sebagai kawasan
milik bersama dalam operasi penangkapan ikan, sehingga dapat dieksploitasi dan dikelola secara komunal Ruddle, 1987, 1989; Salz, 1998. Oleh sebab itu,
dibutuhkan dua prinsip dasar yang mendorong sistem manajemen konflik yaitu pengelolaan kepemilikan laut dan kepemilikan komunal Salz, 1998.
Kedua sistem pengelolaan konflik itu bergantung pada fungsi teritorial manusia. Fungsi teritorial meliputi kelas perilaku lingkungan transaksi yang
berurusan dengan masalah identitas pribadi dan kelompok, kekompakan, kontrol, akses, dan manajemen ekologi Taylor, 1988.
Pandangan-pandangan ini berkaitan dengan adanya kebutuhan dan pentingnya penguatan pengetahuan nelayan terhadap DPI. Hal ini diperuntukkan
dalam mencapai efisisensi biaya dan pemanfaatan berkelanjutan, terutama yang didasarkan
pada pengembangan
kawasan perikanan
yang berdekatan
neighbourhood area development. Pemetaan yang dilakukan 144 lokasi DPI pada musim Timur,
menggambarkan akses nelayan terhadap DPI menyebar ke perairan Selatan Pulau Maluku Tengah Gambar 21. Perairan Selat Seram masih menjadi konsentrasi
nelayan untuk aktivitas penangkapan. Di sisi lain, penyebarannya yang lebih luas terjadi pada perairan Selatan Amahai dan Tehoru, serta perairan Selatan
Kepulauan Lease Pulau Haruku, Saparua dan Nusalaut. Khusus untuk bagian perairan Teluk Elpaputih, nelayan dari kawasan Kota
Masohi dan Amahai masih memanfaatkannya sebagai DPI. Namun demikian, kegiatan penangkapan pada perairan ini terfokus pada perikanan bagan perahu.
Kondisi perairan yang akomodatif, kurangnya ombak dan arus yang kuat membuka peluang bagi nelayan memperluas lokasi tujuan penangkapan, sehingga
mendukungan bagi peningkatan pendapatan nelayan selama musim Timur.
5.5.4 DPI musim peralihan Timur-Barat
Identifikasi yang dilakukan untuk musim Peraihan Timur-Barat menghasilkan 154 lokasi titik DPI yang selalu diakses nelayan Maluku Tengah
pada musim ini Tabel 15. Sebanyak 90,91 lokasi yang teridentifikasi diakses nelayan pada titik rumpon dan 9,09 lokasi lainnya diakses untuk kegiatan
penangkapan ikan dengan bagan perahu.
133
Gambar 21 Peta daerah penangkapan ikan pada musim timur di perairan Maluku Tengah bagian Selatan
Tabel 15 Distribusi jumlah lokasi titik penangkapan yang selalu diakses tiap kawasan pengembangan perikanan pada musim Peralihan Timur-Barat
No. Kawasan
Pengembangan Perikanan
Rumpon Bagan
Jumlah 1
Haruku 3
2,14 5
35,71 8
5,19 2
Salahutu 2
1,43 1
7,14 3
1,95 3
Saparua 9
6,43 0,00
9 5,84
4 Nusalaut
6 4,29
0,00 6
3,90 5
Kota Masohi 13
9,29 3
21,43 16
10,39 6
Amahai 22
15,71 3
21,43 25
16,23 7
Tehoru 16
11,43 0,00
16 10,39
8 Leihitu
69 49,29
2 14,29
71 46,10
Total 140
90,91 14
9,09 154
100,00 Sumber: DKP Kabupaten Maluku Tengah, 2011 diolah
Jumlah titik DPI pada musim ini lebih banyak dibandingkan ketiga musim lainnya, oleh sebab itu Peralihan Timur-Barat merupakan musim puncak
penangkapan ikan pelagis kecil di Maluku Tengah. Distribusi DPI menyebar meluas di seluruh perairan dan dapat diakses nelayan dari seluruh kawasan.
Namun demikian, distribusi DPI yang diakses secara parsial oleh nelayan di masing-masing kawasan menunjukkan adanya perbedaan.
Empat kawasan utama yang memiliki jumlah akses ke DPI yang paling tinggi adalah Leihitu 71 lokasi, Amahai 25 lokasi serta Kota Masohi dan
Tehoru masing-masing 16 lokasi. Kontribusi nilai akses yang tinggi adalah terhadap lokasi rumpon untuk Lehitu 49,29 dan Tehoru 11,43, sedangkan
akses yang tinggi untuk lokasi penangkapan dengan unit penangkapan bagan perahu adalah Kota Masohi dan Amahai, masing-masing 21,43.
Pada musim Peralihan Timur-Barat, distribusi DPI relatif menyebar luas dan mendapat akses yang seimbang untuk nelayan pukat cincin, pancing tegak
dan bagan perahu. Hal ini tidak hanya ditemukan pada keempat kawasan, namun juga di empat kawasan lainnya, yakni Salahutu, Haruku, Saparua, dan Nusalaut.
Hasil pemetaan untuk 154 lokasi DPI pada musim Peralihan Timur- Barat, memberikan gambaran bahwa akses nelayan terhadap DPI tidak lagi
terkonsentrasi pada kawasan tertentu. Dalam musim ini, seluruh perairan diakses oleh nelayan baik, perairan Teluk, Selat dan Laut Dalam Gambar 22.
135
Gambar 22 Peta daerah penangkapan ikan pada musim peralihan timur-barat di perairan Maluku Tengah bagian Selatan
Secara holistik, gambaran distribusi DPI di perairan Maluku Tengah menggambarkan bahwa musim Peralihan Timur Barat merupakan musim puncak
untuk perikanan pelagis kecil. Pada musim Timur dan Barat aktivitas penangkapan yang dilakukan berada pada kategori sedang. Di sisi lain, musim
peralihan Barat-Timur merupakan musim yang kurang dimanfaatkan oleh nelayan untuk mengakses DPI. Perubahan musiman pada akses nelayan ke DPI untuk
kegiatan penangkapan ikan telah dikemukakan oleh Abdullah et al. 2011, dimana akses nelayan ke DPI berbeda untuk setiap musim.
Perbedaan disribusi DPI yang terjadi setiap musim penting dicermati untuk membantu nelayan dalam melakukan pilihan yang efektif dalam
menentukan DPI yang menjadi tujuannya secara musiman. Hutton et al. 2004 mengembangkan pemodelan pilihan nelayan terhadap DPI untuk perikanan
multispesies memberikan menerangkan pentingnya informasi DPI secara musiman bagi nelayan untuk mempermudah mereka dalam membuat keputusan
terhadap pilihan DPI. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nelayan akan berhasilkan menekan upaya penangkapan dan mencapai efisiensi pembiayaan oprasional
penangkapan ketika mereka mengetahui tentang kepastian DPI. Implikasi bagi Maluku Tengah adalah bahwa nelayan hanya berpegang
pada pengetahuan tradisional mereka tentang DPI. Namun demikian, kondisi ini tidak menjamin adanya efisiensi upaya tangkap karena kecenderungan pergeseran
DPI yang terjadi dewasa ini. Oleh sebab itu, penguatan tentang informasi DPI di tingkat nelayan menjadi kebutuhan yang harus difasilitasi.
5.6 Potensi Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil dan Distribusi Spasial
Pengumpulan data stok ikan pelagis kecil dengan menggunakan unit purse seiner berukuran P x L x D = 21,0 x 2,8 x 0,8 m dalam dua waktu pengamatan
ditampilkan dalam bentuk echogram. Hasil pendeteksian kawanan ikan ini diekspresikan dalam bentuk gambar dengan menggunakan perangkat lunak Visual
Acquisition dan Visual Analyzer untuk mengestimasi kepadatan ikan dari hasil echo integration BioSonic Inc., 2004, kemudian dijalankan dengan unit laptop
Panasonic Tough Book, selanjutnya menyimpan data serta hasil analisa. Contoh hasil pendeteksian dalam bentuk echogram, dinyatakan pada Gambar 23– 26.
Gambar 23 menunjukkan ikan pelagis di perairan Selat Seram dalam bentuk kawanan terekam dalam kelompok yang besar pada kedalaman antara 20 –
50 meter dengan ping number antara 340 – 600, dan sebagian kecil pada kedalaman 15 – 30 meter, dengan ping number antara 300 – 320. Hasil rekaman
dalam bentuk echogram untuk perairan Selatan Pulau Haruku Gambar 24, kawanan ikan pelagis mengelompok dalam ukuran sedang pada kedalaman 20 –
45 meter dengan ping number antara 470 – 520. Untuk perairan Timur Pulau Saparua Gambar 25, kawanan ikan pelagis
berada pada kelompok-kelompok kecil di kedalaman 15 – 20 meter dengan ping number antara 120 – 140, kedalaman 10 – 20 meter dengan ping number sekitar
160, dan kedalaman 30 – 45 meter dengan ping number antara antara 325 – 400. Di sisi lain, hasil perekaman pada perairan Utara Pulau Saparua menunjukkan
konsentrasi kawanan ikan dalam kelompok yang kecil pada satu lokasi yakni pada kedalam 20 – 40 meter, dengan ping number sekitar 220 – 225 Gambar 26.
Gambar 23 Contoh echogram kelompok ikan pelagis di perairan Selat Seram
Gambar 24 Contoh echogram kelompok ikan pelagis di perairan Selatan Pulau Haruku
Gambar 25 Contoh echogram kelompok ikan pelagis di perairan Timur Pulau Saparua
Gambar 26 Contoh echogram kelompok ikan pelagis di perairan Utara Pulau Saparua
Kehadiran kawanan ikan pelagis di perairan Maluku Tengah, baik Selat Seram, bagian Selatan Pulau Haruku, maupun bagian Timur dan Utara Pulau
Saparua cenderung berada pada mix layer depth MLD dan sangat dekat dengan kedalaman termoklin seperti yang umumnya ditemukan pada perairan Laut Banda
dan sekitarnya ±50 meter. Distribusinya kawanan ikan pada lapisan-lapisan kedalaman di perairan ini menunjukkan masih produktifnya perairan untuk
mendukung eksistensi sumber daya ikan pelagis kecil. Sesuai dengan hasil rekaman tersebut, dipilih 152 titik echogram untuk
pengambilan data bulan Oktober 2011 dan 234 titik echogram untuk pengambilan data bulan Pebruari 2012. Hasil perhitungan untuk bulan Oktober 2011
menunjukkan rata-rata nilai FPUA untuk ikan pelagis kecil sebesar 766.694 ikankm
2
, sedangkan dalam bulan Pebruari 2012 nilai rata-rata FPUA sebesar 820.871 ikankm
2
. Nilai rata-rata yang dihasilkan dari akumulasi nilai untuk kedua waktu pengambilan data menunjukkan FPUA untuk perairan Maluku
Tengah mencapai 799.537 ikankm
2
Lampiran 1 dan Tabel 16. Penggunaan rata-rata nilai berat ikan pelagis kecil 20 ekor per kg untuk
menghitung rataan densitas ikan, menghasilkan distribusi nilai densitas ikan sesuai hasil pengukuran lapangan pada bulan Oktober 2011 sebesar 38,33 tonkm
2
dan bulan Pebruari 2011 sebesar 41,04 tonkm
2
. Berdasarkan distribusinya pada
kedua waktu pengambilan data, maka nilai rata-rata yang dihasilkan sebagai akumulasinya menunjukkan nilai densitas ikan rata-rata untuk perairan Maluku
Tengah mencapai 39,98 tonkm
2
.
Tabel 16 Distribusi nilai parameter estimasi potensi ikan pelagis kecil di Perairan Maluku Tengah
No Parameter Estimasi
Satuan Oktober
2011 Pebruari
2012 Maluku
Tengah Akumulasi
1 FPUA rata-rata
ikankm
2
766.694 820.871
799.537
2 Densitas ikan rata-rata
tonkm
2
38,33 41,04
39,98
3 Luas perairan
km
2
3.424,60 3.424,60
3.424,60
4 Biomassa
ton 131.280,93 140.557,58
136.698,60
5 JTB
ton 52.512,37
56.223,03 54.761,84
Jika seluruh nilai densitas ikan yang terekam pada 386 echogram terpilih diekspresikan secara spasial, maka ditemukan adanya perbedaan kawasan
konsentrasi densitas ikan pada perairan Maluku Tengah Gambar 27. Hasil pemetaan menunjukkan konsentrasi densitas ikan pelagis kecil tertinggi di
perairan Selatan Pulau Haruku dengan kisaran nilai di atas 45 tonkm
2
. Densitas ikan dengan kisaran nilai 20 – 30 tonkm
2
terkonsentrasi di perairan Selatan Pulau Haruku, bagian Timur Pulau Nusalaut, serta bagian Selatan Amahai dan Tehoru.
Distribusi densitas ikan pelagis kecil dengan kisaran nilai 10 – 25 tonkm
2
merata di seluruh perairan Selatan Maluku Tengah, terutama perairan Selatan kawasan Pulau Haruku, bagian Timur Pulau Nusalaut, bagian Selatan Amahai dan
Tehoru. Di sisi lain, distribusi konsentrasi densitas ikan pelagis kecil dengan nilai terendah 0 – 5 tonkm
2
merata di seluruh perairan, khusus di perairan Utara Pulau Ambon dan Selat Seram.
Distribusi densintas ikan pelagis kecil berdasarkan strata kedalaman menunjukkan adanya perbedaan antar setiap kawasan perairan Lampiran 1:
1. Kawasan Selatan pulau Saparua dengan 10 strata kedalaman menunjukkan
strata kedalaman 2 – 51,99 meter memiliki rata-rata densitas ikan di atas 1 tonkm
2
, dengan kisaran 1,08 – 6,54 tonkm
2
dimana densitas tertinggi pada strata kedalaman 2 – 11,99 meter;