Dinamika pengelolaan melalui pengembangan kawasan perikanan

275 kebijakan sosial dan ekonomi adalah: 1 pembinaan usaha perikanan; 2 peningkatan pendapatan daerah dan stabilisasi harga; 3 penguatan kapasitas nelayan dan keluarga nelayan; 4 pengembangan pengolahan hasil perikanan; serta 5 pengembangan distribusi dan pemasaran produk perikanan. Satu-satunya kelompok kebijakan yang berorientasi pada kebijakan lingkungan dan SDI adalah pembinaan dan pengendalian lingkungan. Distribusi rata-rata jumlah program menurut kelompok kebijakan pada level pemerintah otonom menunjukkan kelompok kebijakan politik sebanyak tujuh program per tahun, kelompok kebijakan sosial-ekonomi 13 program per tahun, dan kelompok kebijakan lingkungan dan SDI sebanyak empat program per tahun. Distribusinya secara tahunan dinyatakan dalam Gambar 48. Gambar 48 Distribusi kelompok kebijakan pemerintah Kabupaten Maluku Tengah Distribusi program selama lima tahun 2006 – 2010 menggambarkan kebijakan sosial dan ekonomi memiliki jumlah terbanyak, kebijakan politik pada posisi sedang dan terendah untuk kebijakan lingkungan dan SDI. Kebjiakan sosial dan ekonomi cukup fluktuatif, namun dalam dua tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan walaupun di tahun sebelumnya terjadi penurunan. Pada tahun 2009, kebijakan politik menunjukkan penurunan yang tajam, sedangkan peningkatan yang lambat terjadi pada kebijakan lingkungan dan SDI. Dalam tahun 2009 dan 2010 distribusi jumlah program cukup seimbang pada kedua kelompok kebijakan. 9 9 10 4 5 11 15 15 12 13 6 3 3 4 5 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 Kebijakan Politik Kebijakan Sosial dan Ekonomi Kebijakan Lingkungan dan SDI 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Ju m la h P ro g ra m 276 Kondisi yang berbeda antara kebijakan pusat dan provinsi dengan kabupaten menunjukkan bahwa kedekatan level kebijakan lebih menunjukkan adanya keberpihakan kebijakan yang lebih kuat dibanding level kebijakan yang lebih jauh. Kondisi ini juga turut memberikan pengaruh terhadap dinamika pengelolaan perikanan yang diinsiasi melalui implementasi kebijakannya. Kelompok kebijakan politik yang terdistribusi dengan jumlah yang banyak pada level kebijakan pemerintah provinsi, juga tidak diikuti dengan pengaruh yang signifikan terhadap pengembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah. Demikian juga kebijakan sosial dan ekonomi yang tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan. Sementara itu, kelompok kebijakan lingkungan dan SDI yang sangat lemah sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kegagalan kebijakan yang lebih berorientasi pada aspek politik adalah karena dalam implementasinya, kurang terjadi terintegrasi dengan kelompok kebijakan lain seperti sosial dan ekonomi serta lingkungan Charles, 2006. Oleh sebab itu, integrasi antar kelompok kebijakan menjadi penting untuk dikembangkan di wilayah ini. Kurangnya orientasi kebijakan pemerintah terhadap pengendalian lingkungan dan SDI menyebabkan pengaruhnya tidak signifikan terhadap dampak dari upaya-upaya pengendalian itu. Kegagalan kebijakan dalam pengendalian lingkungan dan SDI disebabkan berbagai faktor, antara lain: lemahnya pengaturan waktu-waktu tangkap Da-Rocha et al., 2011, kurangnya pengendalian upaya tangkap Charles, 2001; Widodo dan Suadi, 2006; Dunn et al., 2010, dan lemahnya pengawasan pemanfaatan SDI dan pengelolaan perikanan berkelanjutan Bavinck and Salagrama, 2008; Laxe, 2010. Implementasi kebijakan pemerintah yang memberikan pengaruh terhadap kondisi sosial dan ekonomi disebabkan karena adanya perhatian terhadap pengembangan kapasitas sosial maupun ekonomi masyarakat nelayan. De Young et al. 2008 menyatakan suksesnya suatu kebijakan pemerintah berkaitan erat dengan fokus implementasinya. Sasaran peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan merupakan bentuk dari implementasi kebijakan yang berorientasi pada peningkatan kapasitas sosial dan ekonomi. 277 Sesuai dengan hasil analisis menyeluruh pada wilayah penelitian ini, maka kebijakan pemerintah yang berorientasi politik serta lingkungan dan SDI masih harus didorong lebih baik lagi dan diimplementasikan secara integratif dengan kelompok kebijakan lainnya. Dampak kebijakan pemerintah pusat dan kabupaten yang cukup baik untuk kondisi sosial dan ekonomi harus tetap dipertahankan serta dikembangkan untuk mencapai sasaran pembangunan perikanan berkelanjutan. 2 Dinamika indikator perkembangan kawasan perikanan Indikator perkembangan kawasan meliputi tingkat implementasi strategi TIS, kinerja kawasan perikanan KKP dan capaian tujuan pembangunan perikanan CTPP. Analisis terhadap dinamika indikator pengembangan kawasan perikanan didasarkan pada dampak dari pengembangan kawasan perikanan terhadap ketiga indikatornya. Hasil analisis yang diekspresikan secara tabular pada Tabel 47 menunjukkan PKP berpengaruh positif terhadap seluruh indikator perkembangan kawasan perikanan. Namun demikian, pengaruh yang diberikan baik terhadap tingkat implementasi strategi TIS, kinerja kawasan perikanan KKP maupun capaian tujuan pembangunan perikanan CTPP, tidak signifikan. Tabel 47 Koefisien pengaruh Kp dan probabilitas P pengembangan kawasan perikanan terhadap indikator perkembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah Interaksi Kp SE C.R. P TIS -- PKP 0.716 Fix KKP -- PKP 0,152 Fix CTPP -- PKP 0,343 Fix Hasil ini menunjukkan bahwa pengembangan kawasan perikanan tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi ketiga indikator perkembangan kawasan. Kabupaten Maluku Tengah membutuhkan sentuhan kebijakan yang lebih intensif dan integratif bagi pengembangan kawasan perikanan. Soemokaryo 2006 menjelaskan integrasi kebijakan pengembangan kawasan dalam pembangunan perikanan di Indonesia merupakan strategi yang sangat penting dilakukan dengan 278 mencermati faktor-faktor yang terkait di dalamnya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa faktor-faktor yang saling terkait antar lingkungan usaha perikanan internal, industri dan eksternal, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, kinerja sektor perikanan termasuk kinerja usaha perikanan tangkap dan kinerja industri pengolahan serta tujuan pembangunan perikanan. Secara agregat, hasil ini juga membuktikan tiga hal penting dalam pengembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah. Pertama, dalam konteks tingkatan implementasi strategi, upaya pengembangan kawasan perikanan belum memberikan pengaruh terhadap pengembangan infrastruktur dan sarana perikanan, pengembangan kapasitas nelayan dan pengembangan institusional. Kedua, dalam konteks kinerja kawasan perikanan, upaya pengembangan kawasan perikanan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan yang mendukung pengelolaan perikanan, kinerja pelayanan terhadap nelayan sebagai pelanggan utama pengelolaan perikanan di tingkat lokal, dan kinerja proses internal pengelola perikanan di daerah. Wahab 2004 menyatakan kondisi ini sangat mungkin terjadi, ketika implementasi kebijakan pemerintah dilakukan dengan pendekatan acak untuk menyeimbangkan program antar daerah atau karena kebetulan kebijakan diarahkan sesuai keinginan daerah. Artinya, kinerja kawasan perikanan tidak akan meningkat apabila implementasi kebijakan pengembangan kawasan perikanan tidak sesuai dengan rencana yang dibangun secara sistematis. Ketiga, dalam konteks capaian tujuan pembangunan perikanan, upaya pengembangan kawasan perikanan belum memberikan pengaruh terhadap pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di tingkat masyarakat dan wilayah. Soemokaryo 2006 menerangkan capaian tujuan pembangunan perikanan sebagai dampak dari pengembangan kawasan perikanan akan berjalan efektif dan memberikan pengaruh yang signifikan ketika faktor- faktor pendorong dinamika kawasan seperti kebijakan pemerintah di berbagai tingkatan memiliki keterkaitan yang kuat. Artinya, integrasi kebijakan menjadi penting untuk diterapkan sebagai langkah pendapaian tujuan pembangunan perikanan. 279 3 Interaksi indikator perkembangan kawasan perikanan Interaksi antara indikator perkembangan kawasan perikanan terkait dengan upaya pengembangan kawasan menunjukkan dinamika yang berbeda untuk tiap indikator. Hasil analisis sebagaimana diekpresikan pada Tabel 48 menunjukkan bahwa ketiga indikator perkembangan kawasan memberikan pengaruh positif terhadap seluruh variabelnya. Demikian juga, interaksi antar indikator menunjukkan hubungan yang positif. Namun, tidak seluruhnya memiliki pengaruh yang signifikan. Tabel 48 Koefisien pengaruh Kp dan probabilitas P interaksi indikator perkembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah Interaksi Kp SE C.R. P KKP -- TIS 0,252 0,317 0,795 0,427 CTPP -- TIS 0,775 0,723 1,762 0,078 Y11 -- TIS 1.000 Fix Y12 -- TIS 1,279 0,431 2,966 0,003 Y13 -- TIS 0,242 0,103 2,344 0,019 CTPP -- KKP 0,016 Fix Y21 -- KKP 1,000 Fix Y22 -- KKP 0,321 0,496 0,647 0,517 Y23 -- KKP 4,018 1,613 2,491 0,013 Y31 -- CTPP 0,336 0,353 0,952 0,341 Y32 -- CTPP 1,901 0,907 2,095 0,036 Y33 -- CTPP 1,000 Fix Tingkat implementasi strategi belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja kawasan perikanan dan capaian tujuan pembangunan perikanan di Maluku Tengah. Demikian juga kinerja kawasan perikanan belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap capaian tujuan pembangunan perikanan. Secara parsial, indikator-indikator perkembangan kawasan perikanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap beberapa variabel pembentuknya. Pertama, TIS hanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap 280 pengembangan kapasitas nelayan Y12 dan pengembangan institusional Y13. Hasil ini membuktikan bahwa tingkat implementasi strategis pengembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah belum memberikan pengaruh terhadap pengembangan infrastruktur dan sarana perikanan. Sebagai konsekuensi dari hasil ini, upaya-upaya pengembangan kawasan perikanan di Maluku Tengah masih harus meningkatkan fokus pengembangan pada infrastruktur dan sarana perikanan. Kedua, KKP hanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja proses internal Y23. Hasil ini membuktikan kinerja kawasan perikanan masih harus didorong lebih baik lagi pada upaya peningkatan kinerja keuangan dan pelayanan terhadap nelayan dan pelaku usaha perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah. Kinerja kawasan perikanan akan memberikan pengaruh yang signifikan ketika lingkungan usaha berkembang dengan baik Kohar et al., 2008; Mustaruddin, 2009, dan mendapat dukungan yang kuat dari kebijakan pemerintah pusat maupun daerah Kohar et al., 2008. Ketiga, CTPP hanya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyediaan lapangan kerja Y32. Dengan demikian, capaian tujuan pembangunan perikanan belum memberikan dampak bagi pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di tingkat masyarakat dan wilayah. Oleh sebab itu, arahan pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah harus juga mengakomodasi upaya-upaya untuk mereduksi tingkat kemiskinan nelayan dan pertumbuhan ekonomi. Wahab 2004 menyatakan kebijakan suatu pemerintah memiliki implikasi antara lain, pertama, kebijakan pemerintah pusat lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dibanding sebagai perilaku atau tindakan yang serba acak atau kebetulan. Kedua, kebijakan terdiri dari tindakan-tindakan yang saling terkait. Ketiga, kebijakan mungkin bersifat positif mungkin pula negatif. Pandangan ini menerangkan kebijakan pusat merupakan tindakan yang memiliki tujuan dan terarah, sehingga kebijakan pada level pemerintah ini masih dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan suatu program di tingkat nasional dan juga daerah. 281 Walaupun demikian, eksistensi kebijakan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten juga menjadi penting sebagai tindakan yang terarah dan memiliki hubungan yang kuat terhadap pengembangan kawasan perikanan di daerah. Hal ini sesuai dengan kedekatannya upaya pengembangan kawasan perikanan di tingkat lokal daerah. Pemerintah daerah otonom kabupaten menjadi ujung tombak implementasi kebijakan yang sesuai dengan persoalan yang harus direduksi. Seluruh hasil analisis pengelolaan dengan pendekatan persamaan struktural menghendaki adanya peningkatan perhatian pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten, dalam mendukung peningkatan dinamika pembangunan perikanan di daerah. Lemahnya implementasi strategi akan berdampak pada melemahnya kinerja kawasan dan upaya pencapaian tujuan pembangunan perikanan. Implementasi kebijakan pembangunan kawasan perikanan menurut Charles 2006, setidaknya dilakukan dengan dua pendekatan, pertama, melalui kebijakan reduksi kapasitas, tidak hanya diarahkan pada sasaran sosial, namun juga pada instrumen kebijakan, dan dampak potensialnya adalah pada aspek ekonomi, sosial, kesesuaian pengelolaan dan perlindungan lingkungan perairan dan SDI. Kedua, kebijakan diversifikasi ekonomi melalui tiga tingkat diversifikasi, meliputi 1 dorongan untuk perikanan multi-spesies, 2 mendorong beberapa sumber mata pencaharian bagi nelayan, dan 3 diversifikasi perekonomian di tingkat nelayan. Beberapa pendekatan untuk diversifikasi ekonomi: 1 menciptakan alternatif pekerjaan berbasis pada potensi sumberdaya lokal yang dimiliki; 2 mengatasi kendala makro pada pembangunan daerah, dan pengaturan kelembagaan pemerintahan lokal yang bertanggung pada pengelolaan perikanan secara efektif.

7.7 Kesimpulan

Kajian dinamika sub sistem pengelolaan yang berbasis pada kebijakan pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Kabupaten Maluku Tengah menghasilkan beberapa kesimpulan: 282 1. Dinamika kebijakan pengelolaan berbasis kebijakan Nasional menunjukkan penurunan pada seluruh kelompok kebijakan, baik sosial dan ekonomi maupun lingkungan dan SDI, sedangkan kelompok kebijakan politik mulai meningkat di tahun terakhir, secara agregat membutuhkan peningkatan implementasinya melalui keseimbangan antar kelompok kebijakan; 2. Dinamika sub sistem pengelolaan berbasis kebijakan Provinsi Maluku relatif fluktuatif dan meningkat di tahun terakhir, khususnya pada kebijakan politik serta sosial dan ekonomi, sedangkan kebijakan lingkungan dan SDI tidak mendapat perhatian dalam tiga tahun terakhir, yang memberikan konsekuensi pada meningkatnya kebutuhan terhadap keseimbangan antar kelompok kebijakan yang dimplementasikan; 3. Dinamika sub sistem pengelolaan berbasis kebijakan daerah otonom kabupaten Maluku Tengah dalam pengembangan kawasan perikanan pelagis cenderung meningkat di tahun terakhir untuk kelompok kebijakan politik, sosial dan ekonomi serta lingkungan dan SDI, yang memberikan konsekuensi pada kebutuhan untuk mempertahankan kinerja implementasi kebijakan dan keseimbangan antar kelompok kebijakan; 4. Dinamika sub sistem pengelolaan berbasis kebijakan bagi pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah berimplikasi pada: pertama, perbedaan alokasi kelompok kebijakan pada setiap kawasan; kedua, kebijakan pemerintah pusat dan kabupaten berpengaruh signifikan terhadap kondisi sosial ekonomi; ketiga, secara agregat pengembangan kawasan perikanan belum memberikan pengaruh signifikan bagi tingkat implementasi strategi, kinerja kawasan perikanan dan capaian tujuan pembangunan perikanan; keempat, secara parsial tingkat implementasi strategi berpengaruh signifikan terhadap pengembangan kapasitas nelayan dan pengembangan institusional, kinerja kawasan perikanan berpengaruh signifikan terhadap kinerja proses internal kawasan perikanan, serta capaian tujuan pembangunan perikanan berpengaruh signifikan penyediaan lapangan kerja; kelima, pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah membutuhkan integrasi antara kebijakan pengembangan dalam konteks politik, sosial dan ekonomi, maupun lingkungan dan SDI. 8 PEMBAHASAN Seluruh dinamika dan dampaknya yang ditunjukkan pada seluruh kawasan pengembangan perikanan di wilayah Selatan Maluku Tengah memberikan konsekuensi adanya kawasan yang memiliki dinamika yang berbeda dengan kawasan lainnya. Dalam konteks perencanaan wilayah, kondisi ini memberikan justifikasi tentang adanya disparitas pembangunan perikanan antar kawasan. Disparitas yang terjadi dalam suatu wilayah perlu dicermati dengan benar untuk merencanakan dan mengembangkan kawasan strategis perikanan pelagis kecil sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Kondisi ini menyebabkan setiap kawasan perikanan memiliki tipologi berbeda karena kapasitasnya tidak sama dan berdampak pada produktivitasnya. Kajian tipologi kawasan masih terfokus pada ilmu wilayah. Aplikasinya untuk kawasan perikanan jarang ditemukan. Padahal kajian tentang sumberdaya alam, seperti perikanan, dan analisis wilayah sangat terkait Copes, 1984; 1991. Stohr 1999 mengembangkan konsep dasar tipologi kawasan secara kualitatif dengan empat tipe: inti, periferi aktif, periferi pasif dan periferi netral. Abrahamsz 2006 mengaplikasikannya untuk mengkaji tipologi desa pesisir dan Abrahamsz et al. 2010 mengembangkannya sebagai model dasar penentuan kawasan minapolitan berbasis komoditas unggulan. Untuk memberikan dukungan bagi perencanaan dan pengembangannya, penelitian ini mengelaborasi tiga model pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil. Pertama, Tipologi Kawasan Pengembangan berbasis Sistem Perikanan Pelagis Kecil yang disebut dalam penelitian ini sebagai TipoSan. Model TipoSan mengekspresikan hasil pemetaan tipologi tiap kawasan sesuai hubungan kapasitas komponen sub sistem perikanan pelagis dengan distribusi hasil yang dicapai karena eksistensi kapasitasnya. Model ini menghasilkan kondisi dimana setiap kawasan berada pada peta tipologinya baik sebagai kawasan inti, kawasan periferi aktif, kawasan periferi pasif maupun kawasan periferi netral. Kedua, Indeks Sentralitas Sistem Perikanan yang disebut sebagai InSist. Model ini mengakomodasi perkembangan seluruh subsistem dalam membentuk dinamika sistem perikanan pelagis kecil di tiap kawasan. Model ini menghasilkan 284 nilai indeks sentralitas yang sangat membantu dalam menentukan struktur ruang di wilayah Selatan Maluku Tengah sesuai tiga hirarki kawasan perikanan pelagis kecil, masing-masing hirarki I, II dan III. Ketiga, integrasi dari kedua model di atas menjadi dasar untuk membangun model dinamika spasial yang disebut dengan MoDiS. Model ini mengakomodasi model TipoSan dan Insist untuk menentukan prioritas pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah. Dalam pembahasan umum ini diberikan integrasi antara dinamika sub sistem alam, manusia dan pengelolaan, yang dimulai dengan rancang bangun model dinamika spasial sistem perikanan secara bertahap. 8.1 Rancangan Bangun Model 8.1.1 Rancangan bangun Model TipoSan Analisis ini dikembangkan melalui hasil rancang bangun model, dimana model yang disebut dengan nama TipoSan ini didasarkan pada konsep dasar penentuan tipologi kawasan sesuai kapasitas dan produktivitasnya. Dua model yang dikembangkan dalam menganalisis tipologi kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah, meliputi: pertama, Model TipoSan_1 yang menunjukkan agregasi seluruh variabel yang terkait dengan dinamika sistem perikanan dan diperuntukan bagi penentuan status kawasan. Kedua, Model TipoSan_2 untuk menentukan kawasan-kawasan basis komoditas pelagis kecil unggulan sesuai tipologinya. Pengembangan model agregat mengakomodasi komponen-komponen sistem perikanan, sedangkan model parsial memberikan justifikasi tentang kapasitas kawasan yang ditunjukkan dengan nilai kapasitas penangkapan dan produktivitas kawasan ditunjukkan dari nilai ekonomi setiap komoditas produk perikanan pelagis kecil. Hasil dari kedua pendekatan digunakan untuk menjelaskan implikasi model TipoSan terhadap pengembangan kawasan perikanan pelagis kecil di Maluku Tengah. Dua komponen utama pembentuk TipoSan adalah kapasitas kawasan yang diekstraksi dari beberapa komponen dinamika sub sistem, dan produktivitas 285 kawasan merupakan hasil dari kinerja setiap sub sistem dalam mendukung dinamika pengembangan kawasan perikanan berbasis komoditas pelagis kecil. Untuk memberikan gambaran awal tentang Model TipoSan_1, dibangun model konseptual untuk memberikan pemahaman alur pembentukan model. Pembentuk utama model pada sumbu-X adalah kapasitas kawasan K 1 , yang dinyatakan dengan model konseptual: Ptk Pd Po N Us f K , , , , 1 = Us adalah upaya standar pada setiap kawasan yang sangat menentukan tingkata pemanfaatan SDI secara lestari; N adalah kapasitas sumber daya manusia yang ditunjukkan dengan jumlah nelayan pada setiap kawasan sebagai menjadi pelaku utama pemanfaatan SDI; Po adalah pelaku usaha pengolahan ikan sebagai potensi kawasan yang bermanfaat dalam meningkatkan nilai tambah di setiap kawasan; Pd adalah pelaku usaha perdagangan; dan Ptk adalah potensi tenaga kerja lebih hasil analisis optimasi spasial untuk peningkatan jumlah pelaku usaha perikanan. Ptk merupakan nilai proporsi potensi SDM optimal yang dibandingkan dengan jumlah penduduk di tiap kawasan. Proses perhitungan RFN_P sama dengan RFN_K, namun komponen pembentuknya berbeda. Perhitungan RFN_P mengakomodasi komponen sistem perikanan yang menunjukkan adanya produktivitas dari suatu kawasan perikanan. Pembentuk utama model pada sumbu-Y adalah produktivitas kawasan P 1 , yang dinyatakan dengan model konseptual: Psr Vo Vp Adpi f P , , , 1 = Adpi adalah tingkat aksesibitas nelayan terhadap DPI; Vp merupakan volume produksi ikan pelagis kecil; Vo adalah volume produksi hasil olahan; dan Psr yang menyatakan produktivitas setiap kawasan dalam distribusi dan pemasaran hasil perikanan. Nilai Psr dinilai dengan pemberian skor terhadap produktivitas kawasan pada jangkauan pemasaran, dimana pasar lokal dan antar kawasan dengan skor satu 1; pasar antar pulau dengan skor dua 2 dan pasar ekspor dengan skor tiga 3. Nilai skor ini kemudian diakumulasikan melalui penjumlahan hasil perkalian terhadap tingkatan pasarnya.