Eksistensi Sektor Perikanan Dalam Perekonomian Daerah

100 Tabel 9 Volume produksi 11 jenis utama komoditas perikanan laut di Kabupaten Maluku Tengah, Tahun 2006 - 2010 No Jenis komoditas Volume produksi ton 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata 1 Cakalang 3,760.4 8,157.0 20,384.0 21,598.7 15,254.5 13,830.9 2 Tuna 2,112.8 4,041.7 5,870.4 6,586.2 4,303.4 4,582.9 3 Tongkol 3,854.0 6,957.2 15,897.3 19,613.4 12,137.4 11,691.9 4 Layang 5,130.4 7,475.5 9,786.9 10,048.2 5,637.9 7,615.8 5 Selar 3,678.8 2,718.2 2,580.0 2,927.4 1,693.6 2,719.6 6 Terbang 1,075.9 955.6 1,529.5 1,483.5 1,123.7 1,233.6 7 Kerapu 844.7 925.4 1,834.5 1,792.8 1,923.8 1,464.2 8 Lencam 2,118.7 2,204.2 3,068.3 3,672.5 1,235.0 2,459.7 9 Teri 2,771.8 4,691.1 4,515.8 4,471.7 3,680.6 4,026.2 10 Lemuru 199.4 216.4 7,733.4 9,055.5 5,558.6 4,552.7 11 Sunglir 224.2 259.4 562.5 569.5 1,638.9 650.9 Sumber: Laporan tahunan 2010, DKP Maluku Tengah 2011 Hasil identifikasi untuk seluruh jenis utama menunjukkan tiga jenis dari kelompok pelagis besar, tujuh jenis dari kelompok pelagis kecil dan 1 jenis dari kelompok demersal. Hasil ini memberikan gambaran bahwa orientasi produksi perikanan laut di Kabupaten Maluku Tengah cukup terkonsentrasi pada komoditas dari kelompok ikan pelagis kecil. Walaupun demikian, berdasarkan volume produksinya, kontribusi komoditas dari kelompok ikan pelagis besar cukup tinggi.

4.4.2 Infrastruktur perikanan

Dinamika produksi perikanan di suatu kawasan ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dukung infrastruktur perikanan. Hasil identifikasi distribusi infrastruktur perikanan di Kabupaten Maluku Tengah secara spasial menunjukkan eksistensinya hanya pada delapan kawasan saja, kawasan lain yang tidak memiliki infrastruktur perikanan yang memadai adalah kawasan Pulau Haruku Tabel 10. Hasil identifikasi lapangan memberikan gambaran distribusi infastruktur di setiap kawasan, didominasi oleh investasi swasta. Sejumlah infrastruktur perikanan yang dikelola oleh pemerintah berada dalam kondisi rusak. Hal yang disebutkan terakhir menjadi kendala bagi pengembangan usaha perikanan di wilayah ini. 101 Tabel 10 Distribusi spasial infrastruktur perikanan di Kabupaten Maluku Tengah No Kawasan Jenis infrastruktur Jumlah unit Kapasitas Kepemilikan Kondisi actual 1 Amahai dan Kota Masohi Coldstorage 2 1000 ton Swasta 1 berfungsi, 1 rusak Coldstorage mini 1 300 ton Pemerintah Rusak Katsuobushi 1 tad Swasta Tidak berfungsi PPI 1 Pemerintah Berfungsi Pabrik es 1 15 ton Swasta Berfungsi 2 Tehoru Cold storage 1 500 ton Swasta Berfungsi Pabrik es 1 10 ton Swasta Berfungsi 3 Seram Utara Coldstorage 1 500 ton Swasta Berfungsi Hatchery 1 2 Ha Swasta Berfungsi Pabrik es 1 10 ton Swasta Berfungsi 4 Leihitu Coldstorage-1 1 500 ton Swasta Berfungsi Coldstorage-2 2 15 ton Swasta Tidak berfungsi TPI 1 Pemerintah Rusak 5 Salahutu Pabriks es 1 600 ton Swasta Berfungsi Cold storage 1 500 ton Swasta Berfungsi Bangsal pengolahan 1 Pemerintah Rusak 6 Banda Cold storage mini 1 300 ton Swasta Tahap pembangunan TPI 1 Pemerintah Rusak 7 Saparua TPI 1 Pemerintah Rusak Sumber: Hasil identifikasi lapangan, 2010 Infrastruktur yang umumnya dimiliki oleh kawasan-kawasan tersebut, antara lain: coldstorage, pabrik es, TPI dan PPI. Namun demikian, distribusinya tidak merata pada setiap kawasan. Kondisi ini memberikan gambaran adanya disparitas spasial eksistensi infrastruktur perikanan di Maluku Tengah. Kawasan dengan kelengkapan infrastruktur terbanyak, khususnya yang mendukung usaha perikanan tangkap adalah Amahai, Leihitu dan Salahutu. Kelengkapan infrastruktur perikanan tangkap di Amahai didukung kedekatan dengan pusat kabupaten dan eksistensi beberapa sub kawasan basis perikanan tangkap seperti Amahai dan Makariki. Leihitu dan Salahutu merupakan basis perikanan tangkap yang berkontribusi cukup baik. Salah satu kawasan basis perikanan tangkap lainnya adalah Tehoru, namun fasilitas pelabuhan belum ada.

4.4.3 Pendapatan perkapita nelayan

Dinamika produksi perikanan di suatu kawasan memberikan dampak terhadap berbagai aspek, salah satu dampak langsungnya adalah pendapatan 102 nelayan. Kajian terhadap pendapatan nelayan dilakukan dengan pendekatan data pendapatan perkapita, setidaknya dari tahun 2006 sampai dengan 2010 Tabel 11 yang menunjukkan perkembangnnya selama lima tahun. Tabel 11 Perkembangan pendapatan perkapita nelayan Maluku Tengah Rp tahun 2006 – 2010 No Kawasan 2006 Rank 2006 2010 Rank 2010 r total r total tahunan 1 TNS 458.568,5 11 113.977 11 -75,15 -18,79 2 Banda 6.474.856,1 6 4.649.534 7 -28,19 -7,05 3 Saparua 3.347.095,5 9 4.417.938 8 31,99 8,00 4 P. Haruku 2.583.783,8 10 2.977.946 10 15,26 3,81 5 Leihitu 5.227.132,0 7 10.023.111 3 91,75 22,94 6 Salahutu 8.499.730,0 2 14.110.208 2 66,01 16,50 7 Amahai 6.836.767,0 3 6.732.516 5 -1,52 -0,38 8 Tehoru 3.736.479,3 8 4.238.853 9 13,45 3,36 9 Seram Utara 6.609.912,8 5 5.959.647 6 -9,84 -2,46 10 Nusalaut 6.760.952,6 4 7.193.331 4 6,40 1,60 11 K. Masohi 10.485.126,1 1 26.529.155 1 153,02 38,25 Sumber: DKP Maluku Tengah, 2007-2011 Pada tahun 2010, pendapatan perkapita nelayan tertinggi terdistribusi pada kawasan Kota Masohi, Salahutu dan Leihitu dengan rata-rata lebih dari 10 juta rupiah. Kawasan dimana nelayannya memiliki distribusi pendapatan perkapita terendah ialah TNS, tidak melebihi Rp. 115.000,-. Distribusi yang ditunjukan ini menggambarkan adanya disparitas pendapatan nelayan secara spasial. Terjadi perubahan rangking pendapatan perkapita nelayan hampir di seluruh kawasan selama lima tahun terakhir, kecuali Kota Masohi dan Salahutu dengan tingkat pendapatan yang tinggi serta TNS dengan tingkat pendapatan terendah. Perkembangan tahunan dari tahun 2006 dan 2010 menunjukkan pola peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan pendapatan perkapita nelayan di Maluku Tengah selama lima tahun mencapai 23,92 atau rata-rata tahunan 5,98. Walaupun secara umum untuk Maluku Tengah terjadi pola peningkatan, namun pada beberapa kawasan pengembangan perikanan terjadi pertumbuhan pendapatan per kapita nelayan yang negatif, antara lain: TNS -18,79, Banda - 7,05, Amahai -0,38, dan Seram Utara -2,46.