Pengembangan model teoritis Metodologi .1 Analisis dinamika sub sistem pengelolaan berbasis kebijakan Nasional

237 pengelolaan perikanan berkelanjutan, yaitu: integrasi, berkelanjutan, produktivitas dan daya saing serta aksesibilitas. Sasaran yang diharapkan dalam kebijakan ini dikelompokkan sesuai tujuannya. Pertama, memperkuat kelembagaan dan SDM secara terintegrasi melalui: 1 pengembangan dan penerapan peraturan perundang-undangan di bidang kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan nasional dan tantangan global serta diimplementasikan secara sinergis lintas sektor, pusat dan daerah; 2 seluruh perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan terintegrasi, akuntabel dan tepat waktu berdasarkan data yang terkini dan akurat; serta 3 SDM kelautan dan perikanan memiliki kompetensi sesuai kebutuhan. Kedua, mengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara berkelanjutan agar dapat dicapai beberapa kondisi antara lain: 1 sumber daya kelautan dan perikanan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan; 2 konservasi kawasan dan jenis biota perairan yang dilindungi dikelola secara berkelanjutan; 3 pulau–pulau kecil dikembangkan menjadi pulau bernilai ekonomi tinggi; 4 Indonesia bebas Illegal, Unreported Unregulated IUU Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan. Ketiga, meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan untuk mencapai: 1 seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan Minapolitan dengan usaha yang bankable; 2 seluruh sentra produksi kelautan dan perikanan memiliki komoditas unggulan yang menerapkan teknologi inovatif dengan kemasan dan mutu terjamin; serta 3 sarana dan prasarana kelautan dan perikanan mampu memenuhi kebutuhan serta diproduksi dalam negeri dan dibangun secara terintegrasi. Keempat, memperluas akses pasar domestik dan internasional untuk mencapai: 1 seluruh desa memiliki pasar yang mampu memfasilitasi penjualan hasil perikanan; dan 2 Indonesia menjadi market leader dunia dan tujuan utama investasi di bidang kelautan dan perikanan. Arah kebijakan nasional dalam pembangunan perikanan adalah pro poor, pro job, pro growth dan pro sustainability. Untuk itu, strategi yang dilakukan untuk melaksanakan keempat arah kebijakan tersebut, meliputi: 1 pengembangan minapolitan; 2 enterpreneurship; 3 networking; 4 technology 238 and innovation; 5 empowering; serta 6 penguatan kelembagaan kelompok masyarakat. Kebijakan dasar yang mengetengahkan sasaran yang penting dicapai dalam pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan arah kebijakan membuktikan adanya keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan perikanan. Namun demikian, sangat dibutuhkan kebijakan yang lebih operasional terkait dengan pengelolaan perikanan, khususnya perikanan tangkap. Dalam konteks kebijakan yang lebih operasional, secara nasional ditetapkan kebijakan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap dengan tujuan meningkatkan produktivitas perikanan tangkap dengan sasaran peningkatan hasil tangkapan dalam setiap upaya tangkap. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kebijakan operasional yang penting adalah: 1 pengelolaan sumberdaya ikan; 2 pelayanan usaha perikanan tangkap yang efisien, tertib, dan berkelanjutan; 3 pengembangan usaha penangkapan ikan dan pemberdayaan nelayan skala kecil; 4 pembinaan dan pengembangan kapal perikanan, alat penangkap ikan, dan pengawakan kapal perikanan; serta 5 pengembangan, pembangunan, dan pengelolaan pelabuhan perikanan. Untuk mendukung dinamisnya kegiatan pembangunan pada perikanan tangkap, maka kebijakan lain yang menjadi penting untuk dikemukakan adalah peningkatan daya saing produk perikanan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan, nilai tambah produk perikanan, investasi, serta distribusi dan akses pemasaran hasil perikanan, dengan sasaran peningkatan volume dan nilai ekspor hasil perikanan serta peningkatan volume produk olahan. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kebijakan operasional pentingnya adalah: 1 fasilitasi pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan; 2 fasilitasi pengembangan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan; 3 fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran dalam negeri hasil perikanan; 4 fasilitasi penguatan dan pengembangan pemasaran luar negeri hasil perikanan; 5 fasilitasi pembinaan dan pengembangan sistem usaha perikanan; serta 6 fasilitasi pengembangan usaha industri pengolahan hasil perikanan. 239 Keberlanjutan usaha perikanan tangkap tidak terlepas dari upaya-upaya pengendalian. Oleh sebab itu, kebijakan nasional yang dikembangkan adalah pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkat ketaatan dan ketertiban dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan sasaran perairan Indonesia bebas Illegal, Unreported Unregulated IUU fishing serta kegiatan yang merusak sumberdaya kelautan dan perikanan. Uutuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, kebijakan operasional yang ditetapkan meliputi: 1 peningkatan operasional pengawasan sumberdaya perikanan; 2 peningkatan operasional pengawasan sumberdaya kelautan; 3 peningkatan operasional dan pemeliharaan kapal pengawas; 4 pengembangan sarana dan prasarana pengawasan dan pemantuan kapal perikanan; serta 5 penyelesaian tindak pidana kelautan dan perikanan. Implementasi strategi pertama dalam upaya menterjemahkan arah kebijakan pembangunan perikanan, Kabupaten Maluku Tengah ditetapkan sebagai salah satu wilayah pengembangan minapolitan. Kabupaten Maluku Tengah merupakan salah satu dari 223 wilayah di Indonesia, dan satu dari enam wilayah di Provinsi maluku yang ditetapkan sebagai wilayah pengembangan minapolitan KKP, 2011a.

7.3.2 Kebijakan status eksploitasi sumber daya ikan di wilayah penelitian

Kebijakan ini didasarkan pada hasil estimasi potensi sumber daya ikan SDI dan tingkat pemanfaatan di tiap WPP-RI, dimana untuk WPP-RI 714 hasil estimasi menunjukkan potensi: 1 ikan pelagis besar sebesar 104,1 ribu tontahun; 2 ikan pelagis kecil sebesar 132,0 ribu tontahun; 3 ikan demersal sebesar 9,3 ribu tontahun; 4 ikan karang konsumsi sebesar 32,1 ribu tontahun; 5 lobster sebesar 0,4 ribu tontahun; dan 6 cumi-cumi sebesar 0,1 ribu tontahun. Estimasi potensi sumber daya ikan ini dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan alokasi sumber daya ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan status tingkat eksploitasi sumber daya ikan di masing-masing WPP. Dalam kebijakan ini, status tingkat eksploitasi SDI pada WPP yang mencakup wilayah penelitian menunjukkan: 1 ikan demersal secara umum telah 240 mencapai tingkat fully-exploited F; 2 ikan pelagis kecil secara umum telah mencapai tingkat fully-exploited F, kecuali untuk dua jenis dari kelompok ikan layang yaitu D. macrosoma dan D. ruselli yang berada pada tingkat moderate to fully-exploited M-F; 3 ikan pelagis besar dengan status yang berbeda tiap jenis, seperti cakalang dengan status moderate M, madidihang dengan status fully- exploited F, dan tuna mata besar dengan status over-exploited O; serta 4 cumu-cumi dengan status moderate M. Hasil estimasi dan status eksploitasi yang dikemukakan, jika dibandingkan dengan hasil estimasi yang dilakukan pada wilayah penelitian ini, maka khusus untuk kelompok ikan pelagis kecil, hasil estimasi potensinya memiliki kedekatan nilai dengan rata-rata biomass ikan pada wilayah penelitian 135.283,08 ton. Hal ini memberikan penguatan tentang eksistensi status yang telah ditetapkan melalui kebijakan pemerintah pusat, agar mendapat perhatian dalam konteks pemanfaatannya secara berkelanjutan berbasis pada status eksploitasi. Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan dengan tujuan tangkap ikan pelagis kecil masih terus dilakukan, bahkan wilayah perairan Selatan Maluku Tengah yang termasuk dalam WPP 714 merupakan wilayah menjadi basis DPI untuk perikanan pelagis kecil. Bila hal ini dikaitkan dengan kebijakan tersebut di atas, maka relevansinya dengan kondisi riil di lapangan masih harus ditinjau kembali.

7.3.3 Kebijakan WPP-RI dan alokasi API di wilayah penelitian

Secara nasional, perairan Indonesia dengan peruntukan pengelolaan perikanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan Nomor 01 Tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia WPP-RI. perairan Indonesia dibagi atas 11 wilayah pengelolaan perikanan, dan tiga di antaranya meliputi perairan Laut di Provinsi Maluku, masing-masing: WPP-RI 714, WPP- RI 715 dan WPP-RI 718. Wilayah penelitian ini termasuk dalam WPP-RI 714 yang meliputi Teluk Tolo dan Laut Banda Gambar 44. Secara astronomis, WPP ini memiliki 107 titik batas, dengan pembagian batas wilayah pengelolaan Utara 18 titik, Timur 31 titik, Selatan 54 titik dan Barat hanya lima titik.