29
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka Penelitian Terdahulu
Untuk mendukung analisis data dan memperoleh hasil penelitian yang maksimal maka perlu ditinjau beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka
penulis. Adapun penelitian yang pernah dilakukan terhadap bahasa Angkola Mandailing adalah sebagai berikut.
Nasution 2001 melakukan penelitian tentang ”Analisis Semantik Bahasa Mandailing”. Penelitian ini membicarakan gambaran deskriptif analitik semantik
bahasa Mandailing, khususnya semantik leksikal dan semantik kalimat menurut teori dan konsep semantik. Hasil penelitian ini menggunakan pendekatan semantik
struktural yang mendeskripsikan bahasa dengan kerangka teori analisis makna, yang mencakup 1 leksem, 2 paduan leksem, 3 idiom, 4 ciri-ciri makna leksikal, 5
hubungan makna leksikal, 6 ciri-ciri makna kalimat, 7 hubungan makna kalimat, 8 konteks linguistik yang mempengaruhi ciri dan hubungan makna, khususnya pada
tingkat frasa, klausa, dan kalimat. Lubis 2002 melalukan penelitian tentang ”Kalimat Tanya dalam Bahasa
Mandiling: Analisis Sintaksis”. Penelitian ini mengkaji ciri dan struktur sintaksis kalimat tanya bahasa Mandailing. Tujuan kajian ini adalah mendeskripsikan jenis
kalimat tanya yang digunakan masyarakat Mandailing ketika berkomunikasi dan menemukan struktur kalimat tanya yang digunakan dengan melihat fungsi sintaksis
dari unsur-unsur yang membentuk kalimat tanya, kalimat tanya berdasarkan fokus kalimat dan kata tanya, kalimat tanya tanpa kata tanya, kalimat tanya alternatif,
Universitas Sumatera Utara
30
kalimat tanya negatif, dan kalimat tanya embelan. Struktur kalimat tanya ditentukan oleh unsur pembentukan kalimat tanya itu sendiri.
Mascahaya 2004 melakukan penelitian tantang ”Tindak Bahasa Permohonan dalam Bahasa Angkola”. Penelitian ini mengenai pendeskripsian tindak bahasa
permohonan bahasa Angkola, dengan cara melakukan tindak bahasa permohonan dan kesantunan yang direfleksikan dalam tindak bahasa permohonan, dengan teori
pragmatik dan teori kesantunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara melakukan tindak bahasa permohonan bahasa Angkola terdiri atas 1 tindak bahasa permohonan
langsung, 2 tindak bahasa permohonan tidak langsung, 3 tindak bahasa permohonan literal, 4 tindak bahasa permohonan tidak literal, 5 tindak bahasa
permohonan langsung literal, 6 tindak bahasa permohonan tidak langsung literal, 7 tindak bahasa permohonan langsung tidak literal, dan 8 tindak bahasa permohonan
tidak langsung tidak literal. Irwan 2007 menulis karya ilmiah ”Proses Afiksasi Bahasa Angkola
Mandailing”. Karya ilmiah ini menganalisis afiksasi yang ada dalam bahasa Angkola Mandailing, dengan pendeskripsian bentuk, distribusi, dan nosi. Pada hasil penelitian
tersebut disimpulkan bahwa bahasa Angkola Mandailing ditemukan proses afiksasi. Adapun proses afiksasi yang terdapat dalam bahasa Angkola Mandailing
adalah:prefiks awalan terdiri dari sebelas buah, yaitu: mar-, ma-, maN-, tar-, pa-, di-, paN-, par-, sa-, saN-, um-; infiks sisipan terdiri dari dua buah,
yaitu: -in-, dan -um-; sufiks akhiran terdiri dari empat buah, yaitu: -i, -an, -on, -hon; konfiks terdiri dari empat buah, yaitu: mar-hon, ha-an, paN-an, mar-an.
Selanjutnya, Irwan 2009 juga menulis karya ilmiah tentang ”Kata Majemuk Bahasa Batak Angkola Mandailing”. Tulisan tersebut mengulas bagaimana dua buah
Universitas Sumatera Utara
31
kata atau lebih digabungkan sehingga membentuk suatu arti tersendiri. Dalam tulisan tersebut dianalisis ciri-ciri, tipe, bentuk, dan makna kata majemuk dalam bahasa Batak
Angkola Mandailing. Hasil penelitian tersebut adalah: 1 Ciri kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing pada umumnya kedua unsurnya adalah morfem bebas.
Unsur kata majemuk mempunyai hubungan dan susunan yang mantap dan kedua unsurnya tidak dapat dibalik, misalnya bagas godang menjadi godang bagas. 2 Pada
umumnya unsur-unsur kata majemuk jenis kata nominal merupakan kata dasar, misalnya solop kulit, ‘sandal kulit’, jambu horsik ‘jambu kelutuk.’ 3 Sebagian kata
majemuk berbentuk kata berimbuhan, misalnya manuk martahuak ‘ayam berkokok.’ 4 Sebagian besar kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing terdiri atas dua
unsur kata, sebagian terdiri dari tiga unsur kata. Kata majemuk yang terdiri dari tiga unsur kata dalam bahasa ini diserap dari bahasa Indonesia, misalnya dua puluh
tolu ‘dua puluh tiga’, naek kareta angin ‘naik sepeda dayung.’ 5 Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing juga bisa dijadikan kata ulang, melalui perulangan
unsur pertamanya, misalnya guru sikola menjadi guru-guru sikola, mangan modom ‘makan tidur’ menjadi mangan-mangan modom ‘makan-makan tidur.’ Kemudian tipe
kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing ditentukan menurut jenis kata atau kelas kata. Menurut kelas katanya, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing
ini tergolong ke dalam nomina, verba, adjektiva, dan numeralia. Juga ditentukan tipe konstruksinya; konstruksi endosentris dan eksosentris. Kata majemuk konstruksi
endosentris, misalnya amak pandan ‘tikar pandan’, tarup rumbia ‘atap rumbia’, kata amak ‘tikar’, tarup ‘atap’ merupakan unsur inti.
Kemudian, kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing dibedakan atas tiga macam. Pertama, kata majemuk dwanda, yaitu penggabungan dengan derajat
yang sama. Dengan kata lain, kedua-duanya merupakan sama derajatnya. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
32
naposo bulung ‘muda mudi’, menek godang ‘kecil besar.’ Kedua, kata majemuk tatpurasa, yaitu kata majemuk yang bagian yang kedua memberi penjelasan pada
bagian yang pertama. Contoh: amak pandan ‘tikar pandan’, kaco mata ‘kaca mata.’ Ketiga, kata majemuk kharmadaraya, yaitu bagian yang kedua menjelaskan bagian
yang pertama, tetapi bagian yang menjelaskan itu terdiri dari kata sifat. Contoh: bosi barani ‘magnet’ dan aek milas ‘air panas.’
Kata majemuk bahasa Batak Angkola Mandailing mempunyai makna sebagai berikut. Pertama, makna struktural ditunjukkan oleh hubungan semantik di antara
unsur-unsurnya diterangkan dan menerangkan DM. Misalnya, tukang topa ‘tukang tempa’ yang artinya orang yang ahli dalam menempa besi, hudon bosi ‘periuk besi’
yang mempunyai arti periuk yang terbuat dari besi. Kedua, makna yang didukung oleh kata majemuk yang berjenis nomina dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Menyatakan sesuatu yang ada hubungannya dengan kekeluargaanpersahabatan, 2. Menyatakan benda yang berhubungan dengan makanan dan tumbuh-tumbuhan,
3. Menyatakan benda yang berhubungan dengan keperluan rumah tangga, 4. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan manusia,
5. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan nama binatang, 6. Menyatakan suatu benda yang berhubungan dengan alam sekitarlingkungan.
Ketiga, makna idiomatik kiasan kata majemuk dengan makna yang tidak sebenarnya. Misalnya, bagas godang, pengertian yang sebenarnya adalah rumah
besar, makna idiomatiknya adalah rumah adat, dan ginjang roha pengertian yang sebenarnya adalah panjang hati, makna idiomatiknya yaitu orang yang sombong.
Kemudian, Irwan 2009 menulis karya ilmiah ”Pola Kalimat Perintah dalam Bahasa Angkola Mandailing”. Dalam tulisan ini ditemukan bahwa 1 Pada umumnya
Universitas Sumatera Utara
33
pola kalimat perintah bahasa Mandailing memiliki kesamaan bentuk, yaitu predikat mendahulukan subjek. Ada beberapa jenis kalimat perintah yang terdapat dalam
bahasa Angkola Mandailing, yaitu a kalimat perintah suruhan, b kalimat perintah permintaan, c kalimat perintah larangan, d kalimat perintah nasihat, e kalimat
perintah ajakan, f kalimat perintah pertimbangan, g kalimat perintah paksaan, h kalimat perintah harapan, i kalimat perintah bujukan, dan j kalimat perintah
desakan. 2 Ciri-ciri dalam bahasa Mandailing a pemakaian bentuk yang tidak memakai awalan, yaitu bentuk yang memakai awalan mar-, b lebih banyak
menggunakan partikel -ma. Berdasarkan ciri formalnya kalimat ini dalam penulisannya ditandai dengan tanda . Kalimat perintah adalah kalimat suruh atau
kalimat yang memerintahkan sesuatu dengan menggunakan intonasi walaupun hanya terdapat salah satu unsur kalimat dan mengharapkan tanggapan berupa tindakan. 3
Fungsi kalimat perintah yang dipakai pada bahasa Mandailing, yaitu sebagai penyampaian maksud suruhan untuk memperoleh tanggapan dari orang yang disapa.
Hutasuhut 2008 melakukan penelitian tentang ”Medan Makna Aktivitas Tangan dalam Bahasa Mandailing”. Penelitian ini mengkaji medan makna aktivitas
tangan dalam bahasa Mandailing. Data penelitian berupa leksem verbal yang menyatakan konsep aktivitas tangan yang lazim digunakan oleh masyarakat penutur
bahasa Mandailing. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semantik yang bertalian dengan analisis komponen makna yang dikemukakan oleh Nida 1975
dan Lehrer 1974. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa aktivitas tangan dalam bahasa Mandailing mempunyai dua puluh submedan, yaitu: 1 maniop
‘memegang’, 2 manjama ‘menyentuh’, 3 mambuat ‘mengambil’, 4 mangoban ‘membawa’, 5 mamayakkon ‘meletakkan’, 6 mangaramban ‘melempar’, 7
Universitas Sumatera Utara
34
mangalehen ‘memberi’, 8 manarimo ‘menerima’, 9 mambuka ‘membuka’, 10 manutup ‘menutup’, 11 manarik ‘menarik’, 12 mamisat ‘menekan’, 13
manghanciti ‘menyakiti’, 14 mangalala ‘menghancurkan’, 15 manggulung ‘menggulung’, 16 mamio ‘memanggil’, 17 mangayak ‘mengusir’, 18 mangambat
‘menghambat’, 19 manjalang ‘menyalam’, dan 20 manudu ‘menunjuk.’ Nasution 2010 menulis karya ilmiah ”Pemajemukan dalam Bahasa
Mandailing”. Dari hasil karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa pemajemukan Bahasa Mandailing terdiri atas 1 kata majemuk dasar yang berupa gabungan: KB +
KB, KB + KK, KB + KS, KB + Kbil, KK + KK, KS + KS, KS + KB, dan Kbil + KB; 2 kata majemuk berimbuhan yang terdiri dari imbuhan mar-, marsi-, paN-, -an,
pa-, dan par-; 3 kata majemuk berulang dengan pengulangan sebagian dan pengulangan seluruhnya.
Ketiga jenis kata majemuk ini dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, dan objek. Adapun makna yang ditimbulkan akibat proses morfologis adalah ‘jamak’,
‘berulang kali’, ‘menyerupai’, ‘memakai’, ‘berusaha’, ‘memelihara’, ‘intensitas’, dan ‘kausatif.’ Gabungan bentuk dasar dengan bentuk-bentuk yang lain di dalam
pemajemukan Bahasa Mandailing dapat membentuk kata benda majemuk, kata kerja majemuk, kata sifat majemuk, dan kata bilangan majemuk.
Bangun 2011 mengadakan penelitian tentang ”Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dan Terikat Konteks Bahasa Karo”. Penelitian tersebut bertujuan untuk
menggambarkan tipe reduplikasi morfemis bahasa Karo berdasarkan bentuk, menggambarkan makna reduplikasi morfemis bebas konteks, dan menggambarkan
makna reduplikasi morfemis terikat konteks. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan norma umum reduplikasi morfemis dalam bahasa Karo. Reduplikasi
tersebut didefenisikan dan dibandingkan dengan melihat pola atau tipe.
Universitas Sumatera Utara
35
Berdasarkan hasil yang diperoleh reduplikasi tidak terjadi dalam bentuk tetapi dalam arti, yaitu dengan menggabungkan dua kata atau bentuk sinonim. Dalam
bahasa Karo, untuk menentukan makna reduplikasi diskriminasi diperlukan reduplikasi bebas konteks dari makna reduplikasi terikat konteks. Ada membentuk
reduplikasi tertentu yang tidak selalu sama meskipun dasar mengenainya dengan kata anggota kelas yang sama. Bentuk reduplikasi morfemis bahasa Karo adalah
pengulangan penuh, pengulangan berimbuhan, pengulangan berubah bunyi, pengulangan sebagian, dan pengulangan semu. Arti reduplikasi terikat konteks bahasa
Karo ditentukan oleh konteksnya. Arti reduplikasi bebas konteks bahasa Karo sangat banyak tanpa dipengaruhi oleh konteksnya.
2.2 Konsep Reduplikasi 2.2.1 Defenisi Reduplikasi