Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

47 tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa penggunaan nama atau istilah bahasa untuk bahasa Angkola dan Mandailing tidak bisa digunakan sebab persentase perbedaannya hanya 48,75. Ini berarti istilah yang cocok digunakan untuk bahasa-bahasa tersebut adalah Angkola Mandailing karena perbedaannya hanya pada subdialek. Jadi, bahasa Angkola dan Mandailing merupakan satu bahasa yang sama.

2.3 Landasan Teori

Teori sebagai landasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori morfologi yang bertalian dengan reduplikasi dan menggunakan analisis struktur bahasa berdasarkan teori linguistik deskriptif struktural seperti yang dikemukanan oleh Nida 1964, Verhaar 1977, Matthews 1978:127, Simatupang 1983, Keraf 1984, Samsuri 1988, Ramlan 2001, dan Chaer 2008. Untuk mengetahui tipe reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing, penelitian ini mengacu pada pendapat M.D.S, Simatupang 1983:57 sebagai berikut. 1. Tipe R-1 : D + R : rumah-rumah, pohon-pohon, perdebatan- perdebatan. 2. Tipe R-2 : D + Rpf : bolak-balik, kelap-kelip, desas-desus, teka- teki. 3. Tipe R-3 : D + R + ber- : berlari-lari, berteriak-teriak, bercakap- cakap. 4. Tipe R-4 : D + R + ber--an : bersalam-salaman salam-salaman, berpacar-pacaran pacar-pacaran. 5. Tipe R-5 : D + R + ber- : anak-beranak, adik-beradik, kait-berkait, ganti-berganti. 6. Tipe R-6 : D + R + meN- : melompat-lompat, membawa-bawa, melihat-lihat, membaca-baca, termasuk juga dalam tipe ini: terbatuk-batuk, terbirit- birit. 7. Tipe R-7 : D + R + meN- : pukul-memukul, tolong-menolong, bantu- membantu, kait-mengait. 8. Tipe R-8 : D + R + meN--i : hormat-menghormati, cinta-mencintai, dahulu-mendahului. Universitas Sumatera Utara 48 9. Tipe R-9 : D + R + meN--kan: menggerak-gerakan, melambai-lambaikan, membagi-bagikan. 10. Tipe R-10 : D + R + meN--i : menghalang-halangi, menakut-nakuti, menutup-nutupi. 11. Tipe R-11 : D + R + se--nya : setinggi-tingginya, sekuat-kuatnya, seberat-beratnya. 12. Tipe R-12 : D + R + ke---nya : ketiga-tiga-nya, keenam-enam-nya, kedua-dua-nya. 13. Tipe R-13 : D + R + ke--an : kehitam-hitaman, kehijau-hijauan, keputih- putihan. Bentuk ini hanya terbatas pada kata sifat yang tidak memiliki antonim. tidak ditemukan bentuk kekering-keringan, kebaru-baruan. 14. Tipe R-14 : D + R + -an : rumah-rumahan, kapal-kapalan, untung- untungan, koboi-koboian. 15. Tipe R-15 : D + R + -em- : kilau-kemilau, taram-temaram, tali-temali, turun-temurun. 16. Tipe R-16 : D + Rp : tetangga, lelaki, leluhur, seseorang, beberapa, sesuatu, sesekali. 17. Reduplikasi semantik, yaitu proses pengulangan arti melalui penggabungan dua bentuk yang bersinonim: cerdik-pandai, arif-bijaksana, tutur-kata, ilmu- pengetahuan, semak-belukar. 18. Bentuk-bentuk residu bentuk yang sangat terbatas: hal-ihwal, adat-istiadat, alim-ulama, sebab-musabab, warta-berita. Meskipun bentuk reduplikasi yang dikemukakan Simatupang tersebut tampaknya cukup banyak, pada dasarnya ia menggolongkan reduplikasi atas tiga macam juga, yaitu 1 reduplikasi penuh, 2 reduplikasi parsial, dan 3 reduplikasi berimbuhan. Proses perulangan menyatakan beberapa makna. Simatupang 1983 mengatakan bahwa makna reduplikasi atau pengulangan kata terbagi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Ada kalanya proses reduplikasi morfemis tidak menimbulkan perubahan arti leksikal. Ada pula proses reduplikasi morfemis yang mengakibatkan perubahan arti leksikal tanpa diikuti oleh perubahan arti Universitas Sumatera Utara 49 gramatikalnya. Sebaliknya, ada yang mengakibatkan perubahan arti gramatikal tanpa diikuti oleh perubahan arti leksikalnya. Ada reduplikasi yang artinya dapat segera ditentukan tanpa harus memperlihatkan konteks kata ulang yang bersangkutan, misalnya rumah-rumah dari kata dasar rumah. Reduplikasi yang demikian disebut reduplikasi bebas konteks. Di pihak lain, ada reduplikasi yang artinya bergantung pada konteksnya. Misalnya, arti reduplikasi tidur-tidur pada kalimat 1 Sudah dua hari dua malam dia tidak tidur- tidur - tidur dan kalimat 2 Dia tidak tidur, hanya tidur-tidur - tidur. Reduplikasi yang demikian disebut reduplikasi terikat konteks. Selain itu, ada yang menunjukkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan reduplikasi tertentu bergantung pada ciri semantis bentuk yang dikenainya. Misalnya, arti yang terdapat pada ketik-mengetik, berbeda dengan arti yang terdapat pada pukul- memukul. Perbedaan arti yang demikian berdasarkan pada ciri semantis masing- masing dasar yang bersangkutan: mengetik berciri -resiprokatif dan memukul berciri + resiprokatif. Sehubungan dengan arti yang dapat dihubungkan dengan bentuk-bentuk reduplikasi tertentu ialah diperlukannya konteks tertentu untuk mengetahui arti yang dikandung oleh bentuk-bentuk reduplikasi yang bersangkutan. Misalnya, kata nenek- nenek dalam kalimat 1 Sudah nenek-nenek, dia masih suka bersolek + tua, + tunggal, dan 2 Saya melihat nenek-nenek duduk-duduk di depan rumah + tua, - banyak. Makna pada kalimat 1 ‘konsetif’ dan pada kalimat 2 ‘serupa dasar.’ Oleh karena itu, kalimat tersebut dapat digolongkan reduplikasi terikat konteks lihat Chaer, 2008. Untuk mengetahui makna reduplikasi dalam bahasa Angkola Mandailing, penelitian ini mengacu pada pendapat Simatupang 1983. Universitas Sumatera Utara 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini adalah deskriptif, penelitian deskriptif merupakan penelitian berdasarkan fakta atau fenomena yang secara empiris hidup pada penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicari berupa pemerian bahasa yang biasa sifatnya seperti potret, paparan seperti apa adanya Sudaryanto, 1998:62. Penelitian ini dilakukan berdasarkan pendekatan sinkronis, yaitu menjelaskan atau memerikan tipe reduplikasi bahasa Angkola Mandailing yang ada pada saat ini. Dalam penelitian ini diusahakan untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam reduplikasi morfemis bahasa Angkola Mandailing. Untuk itu, bukti-bukti reduplikasi didefenisikan dan dibandingkan guna melihat pola terbentuknya reduplikasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Padang Lawas Utara. Secara geografis Kabupaten Padang Lawas Utara terletak pada 1º13’50”—2º2’32” LU, 99º20’44”— 100º19’20 BT, berada pada ketinggian 0 sampai dengan lebih dari 1.915 meter di atas permukaan laut. Keadaan lereng Padang Lawas Utara sangat bervariasi, yaitu kemiringan lereng antara 0 –15 terdapat sekitar 63.676 ha 16,25, kemiringan lereng antara 15 –25 terdapat sekitar 174.719 ha 44,59, kemiringan lereng antara 25 –45 terdapat sekitar 15.777 ha 4,03, kemiringan lereng di atas 45 terdapat sekitar 137.460 ha 35,15. Universitas Sumatera Utara