222
13. Langkah-langkah pengajaran?
Jawaban:
Aturannya Cuma global tapi lebih spesifiknya bersifat pribadi masing-masing. Tapi ada etika bahwa setiap masuk kelas pertama
ustad harus mendoakan santri, membacakan alfatekah sebanyak 11 kali. Setelah itu membuka dengan salam. Memasuki inti, juga ada
kode etiknya yaitu disesuaikan dengan fokus masing-masing tingkat seperti tadi yang sudah dijelaskan. Sebelum diakhiri
pembelajaran, diadakan tanya jawab, itu dimaksudakan agar materi itu tuntas, artinya saat ada yang belum jelas bisa meminta
penjelasan. Apabila masih diberi kesempatan masih sulit itu tentunya dari dewa asatit yang aktif menanyai. Kalau belum jelas
dipertemuan berikutnya diulang lagi.
14. Diatur secar tertulis?
Jawaban: Yang diatur tertulis Cuma pembacaan doa tadi, selain itu tidak.
15. Bagaimana terkait sistem penilaian madrasah diniyyah?
Jawaban:
Disini maksimal nilai delapan. Minimal bisa satu, hanya saja kalau nilai kurang dari 4 itu berarti nilai tidak tuntas. Nanti kita
kategorikan, kalau nilai 7 itu bagus. Kalau nilai 5,5-7 itu dinyatakan mutawasit atau sedang, nanti kalau 5,5 kebawah itu
dinyatakan tingal kelas atau rodek. Tradisi disini tidak ada nilai 9 10. Walaupun sebenarnya pondok lain ada seperti pondok Gontor,
Pondok Pacitan.
16. Apakah penilaian hanya didasarkan pada imtihan saja atau ada
aspek yang lain? Jawaban:
Tidak ada, kalau ada pun tidak terorganisir, artinya tidak dimasukan dalam peraturan. Tapi kalau nilai resminya ada kolom
harian, ujian, rata-rata. Dilihat dari kolom tersebut kan seharusnya ada nilai harian. Artinya dari setiap dewan asatit itu mengadakan
penilaian terhadap anak diluar penilaian imtihan.
Tapi itu bisa dapat bisa dari pengamatan guru, bahkan misal masih ada waktu karena materi sudah selesai, itu bisa mengambil jam
untuk mengadakan tes. Mohon maafnya lagi, kalau ada guru yang berhalangan masuk, itu baru digunakan untuk tes, tidak nambah ke
materi tapi untuk diadakan tes.
17. Sering mendengar terkait Faktor x dalam pendidikan di madrasah
ataupun pesantren,
bagaimana terkait
hal tersebut
dalam pembelajaran madrasah?
Jawaban: Kalau faktor x seperti itu jika sya lihat secara pribadi ya,
sebenarnya sama anat dipendidikan manapun. Artinya penilaian manusia itu tidak bisa mewakili penilaian secara kebenaran mutlak,
223
karena perlu banyak aspek yang dilihat. Hanyak saja dipondok pesantren biasanya disamping, anak itu menguasai materi, juga
untuk melatih diri apa yang telah diketahui. Disamping itu juga ada tuntutan untuk melakukan sebuah tirakat riyadoh untuk
mendukung agar apa yang ia dapat tidak semata-mata sebagai sebuah nalar saja tapi juga sudah menjadi sebuah keyakinan.
Seperti umpama, ketika tirakat yang berbetuk jamaah, kurang istirahat, untuk agar pengetahuan yang didapat lebih berkesan
didalam hati. Jadi tidak mudah hilang, tentunya nanti akan berimbang kehasil ketika dia menjadi sebuah output pondok.
Walaupun saya sebenarnya kurang memahami bisa seperti itu tapi memang ada. Bahkan ada statment dari seorang alumni ketika
sowan pengasuh,‖mbah nyai, alumni sing di dadi kok malah sing lare dalem.‖ Lare dalem itu maksutnya yang sehari-hari disamping
belajar wajib juga ikut membantu pak kyai didalem. Artinya, ada yang asah-asah, macul, bantu nyopir. Waktu itu saya juga ikut
sowan berdaua dengan alumni tersebut, saat ditanya tentang tapi
mbah nyai pun menjawab,― yo ra ko kono kui, yo garek ndelok bocae dewe-dewe, walaupun sekarang yang kita lihat secara umum
di pondok yang sukses itu kebanyakan anak dalem tersebut.
Karena kata mbah nyai itu juga terganrung person sendiri untuk berkomitmen terhadap tujuan awal masuk pondok. karena di sini
santri tidak terkekang bahkan cenderung bebas, disini apapun bisa masuk, internet bisa masuk, memang kalau hape belum
diperbolehkan tapi tapi itu masing ada satu dua anak yang kedapatan membawa hape. Untuk lingkungan pesantren sendiri,
tidak kita tunjang dengan adanya pagar, jadikan bebas. Putra dan putri masih memungkinkan bertemu setiap saat. Yaitu di sekolahan
formal.
18. Apakah para pendidik belajar dulu sebelum masuk kelas?
Jawaban:
Terus, terus ada anjuran dari pengasuh, jangan merasa malu walaupun sudah tamat untuk bertanay kepada teman. Jangan
merasa mampu untuk memahami langsung dari kitab tanpa berdiskusi
dengan teman-teman.
Lalu dianjurkan
untuk musyawaroh dengan teman yang lain, artiny agar memandang
permasalahan tidak adri satu sudut saja. Tapi sifatnya tidak tertulis Cuma kondisional saja, jadi memang dawuh dari pengasuh untuk
jangan muthola’ah, artinya jangan merasa memahami betul tapi harus bermusywaroh dulu.