76
―Motivasinya jika di pesantren tidak ke materi tapi itu berdasar hormat pada guru atau pengasuh, sebuah kehormatan dapat
diperintah oleh pengasuh untuk mengajar, tetapi per jam pelajarannya tetap ada hitungannya, tetapi jika kita menghitung
secara kita ditugaskan tetap masih rugi, tetapi sudah dibuat seprofesional mungkin, hitungannya tidak jauh dari pendidikan
formal. Misal jika pendidikan formal satu jamnya adalah Rp. 25.000,00 jika madin dikurangi sedikit dibawahnya. Sudah dibuat
seperti itu, tetapi untuk rincinya sudah dihitung dari transportasi dan masa khikmat lama mengabdi dan jika sudah bersifat senior
ada tunjangan. Tetapi prinsipnya, hitungan antara yang dari luar dan alumni sama, yang membedakan tingkatkan kelas yang
diampu. Semakin tinggi jenjang kelas semakin tinggi yang diterima
‖ Kamis, 18 Desember 2014. Walaupun motivasi sebagaian para pengajar adalah berkhitmah
mengabdi namun tetap ada hitungan dan mekanisme upah seprofesional mungkin, meskipun jika dibandingkan dengan upah di sekolah formal
masih dibawahnya.
2. Perencanaan Proses Pendidikan Madrasah Diniyyah An-Nawawi
Pendidikan Madrasah Diniyyah An-Nawawi merupakan hal esensial dari pendidikan Pondok Pesantren An-Nawawi. Seperti yang dipaparkan di
atas, bahwa Madrasah Diniyyah An-Nawawi adalah pengejawantahan dari pendidikan Pondok Pesantren An-Nawawi karena madrasah diniyyah adalah
sarana untuk mentransformasikan pengetahuan keagamaan secara teoritis dalam struktur yang lebih sistematis dan teratur. Seperti yang dinyatakan
Bapak MJ selaku kepala pondok sebagai berikut. ―Madrasah diniyyah merupakan representasi dari pendidikan pondok
pesantren. Jika diterjemahkan lagi bahwa madrasah diniyyah adalah teorinya sementara pendidikan luar madrasah dan keseharian
kegiatan di pondok adalah prakteknya dan sarana untuk memperdalam ilmu tersebut
‖ Kamis, 11 Desember 2014.
77
Madrasah Diniyyah An-Nawawi diatur secara sistematis dan terstruktur. Hal ini direpresentasikan pada jadwal pelajaran, jadwal
pengajaran, sistem klasikal saat pengajaran, materi pembelajaran, dll. Semua aturan pembelajaran pendidikan diniyyah sudah diatur dalam buku
yang bernama, ―Manhaj Madrasah Diniyyah Banin An-Nawawi‖. Dalam
buku tersebut telah dituliskan mulai dari sejarah pondok pesantren dan madrasah diniyyah, sistem pendidikan, perencanaan pembelajaran,
penilaian, sampai penulisan rapor belajar santri. Namun pengaturan Manhaj masih sebatas pengaturan secara umum saja, untuk lebih detailnya
diserahkan pada pihak pengajar. Hal ini dinyatakan oleh Bapak MJ selaku kepala pondok sebagai berikut.
―
Manhaj buku pedoman pendidikan secara umum saja, kita belum menggunakan sistem secara pendidikan formal, seperti silabus, KD.
Manhaj hanya memberikan batasan, untuk lebih spesifik dan metode kita masih tradisional, masih mengikuti apa yang telah kita terima
dahulu, apa yang telah diajarkan sejak dulu secara turun-temurun, prinsipnya untuk perkembangan jaman terkait hal-hal baru juga kita
pertimbangakan untuk diadaptasikan dalam pembelajaran kita, tetapi kita juga tidak meninggalkan konsep-konsep terdahlu
‖ Kamis, 11 Desember 2014.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Bapak FM selaku kepala Madrasah sebagai berikut.
“Perencanaan pembelajaran Semuanya sudah diatur dalam Manhaj dan semua keputusan bukan dari pengurus madrasah tapi dari
intruksi pengasuh, terlebih untuk mapelfan. Kita pun sifatnya hanya mengusulkan dari persetujuan dan keputusan tetap dari pengasuh
‖ Kamis, 18 Desember 2014.
Pihak madrasah hanya sebatas memberikan batasan-batasan, baik dari segi target pelajaranfan yang harus dicapai pada jangkauan waktu
tertentu semester awalnisfu sanah atau akhirus sanahsemester akhir dan
78
batasan secara umum lain. Selanjutnya, terkait metode pengajaran, model pembelajaran, itu tergantung pada karakteristik guru masing-masing. Aspek-
aspek terkait perencanaan pendidikan Madin An-Nawawi tersebut meliputi: a.
Identitas Madrasah Diniyah Takmiliyah
Identitas madrasah diniyyah yang ada di Pondok Pesantren An- Nawawi secara resmi adalah Madrasah Diniyyah An-Nawawi
BaninBanat. Banin dan banat merupakan perbedaan berdasar gender yang juga dibedakan mulai dari asrama sampai pada kelas pada madrasah
diniyyah. Pendidikan Madrasah Diniyyah di buka sejak tahun pelajaran
1962 dan mendapatkan piagam madrasah dari Departemen Agama RI, nomor: Wk.5.e909PgmMD1987, tertanggal 03 september 1987 yang
ditanda tangani oleh Bapak A. Sunaryo, SH. Adapun madrasah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren An-Nawawi adalah sebagai
berikut : 1 Madrasah Diniyyah Ulya Banin Banat An
– Nawawi Banin atau banat adalah untuk membedakan gender. Banin
untuk putra sementara banat untuk putri. Sementara dalam pembelajarannya putraputri tidak dalam satu kelas atau terpisah. Putri
melakukan pembelajaran madin pada sore hari, sementara putra melakukan pembelajaran pada malam hari. Madrasah Diniyyah Ulya
adalah tingkatan tertinggi dalam madin An-Nawawi. Rataan usia pada tingkat ini adalah mulai dari 17 tahun ke atas. Dalam tingkatan ini
79
masih dibagi lagi menjadi 3 tingkat kelas lagi yaitu kelas Ulya tingkat I, II, dan III. Dalam Madin An-Nawawi rata-rata tiap tahunnya kelas
tingkat ini hanya berkisar 3 kelas. Artinya tiap tingkatan kelas dalam tingkatan Ulya hanya di isi oleh 1 satu kelas saja. Hal itu
dikarenakan banyak santri yang telah meninggalkan pondok selepas pendidikan formalnya dalam Pondok Pesantren An-Nawawi selesai.
Fokus pembelajaran dalam tingkat ini merupakan fokus pembelajaran tertinggi. Yaitu pada taraf pola pikir, pemahaman
terhadap makna, serta pengembangan sesuai dengan perkembangan jaman saat ini. Dampaknya adalah pada metode pembelajaran yang
dipakai dalam pembelajarannya. Metode pembelajaran pada kelas Ulya cenderung monoton, yaitu terbatas pada menerangkan, menulis
apa yang diterangkan pendidik ustadz. Hal itu tidak lepas dari kajian yang berupa kitab dengan fokus pemahaman pada makna bacaan.
Sesekali santri diberikan pertanyaan oleh pendidik untuk mengecek kesiapan dan konsentrasi santri. Media bantu pembelajarannya pun
praktis hampir tidak ada, jika pun ada adalah alat tulis menulis dan papan tulis.
Disamping pembelajaran yang monoton dan cenderung tradisional, namun pembelajaran tetap dapat berlangsung kondusif,
yaitu santri tetap menulis apa yang diartikan oleh pendidik dalam buku kitab masing-masing. Adanya regulasi pengecekan kitab
dipenghujung tahun ajar adalah penyebabnya. Dimana, jika didapati
80
santri tidak menuliskan keterangan sesuai apa yang telah diterangkan pendidik saat KBM berlangsung, maka santri akan rodek tinggal
kelas. Hal itu membuat santri sangat berkonsentrasi untuk menulis apa yang telah diterangkan oleh pendidik pada kitab masing-masing.
2 Madrasah Diniyyah Wustha Banin Banat An – Nawawi
Madin tingkat Wustha adalah tingkatan tengah dan dibawah tingkatan Ulya dalam perjenjangan Madin An-Nawawi. Rentang usia
dalam tingkat ini adalah dimulai dari usia 14 tahun setara kelas 2 MTSSMP ke atas. Dalam tingkat ini di bagi menjadi 3 tingkat lagi,
yaitu kelas Wustho tingkat I, II, dan III. Berdasar data tahun ajaran 2014 Madin An-Nawawi mempunyai 10 kelas dengan rata-rata murid
40 per kelas. Fokus penelitian tingkat Wustho adalah masalah nahwu-shorof
alat membaca kitab, gramatika Arab. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang ada di tingkat ini lebih variatif di bandingkan
dengan kelas Ulya. Metode yang digunakan biasanya adalah belajar berkelompok membahas bacaan Arab, menulis di papan tulis, dan hal-
hal yang berbau tulis menulis Arab. Praktis papan tulis dan perlengkapan tulis lainnya menjadi vital dalam pembelajaran tingkat
Wustho. Pendidik yang mengajar pada tingkat ini biasanya sudah mempunyai pengalaman mengajar di Madin An-Nawawi atau telah
dianggap oleh pihak madrasah telah memiliki kesenioran karena dalam
pembelajaran nahwu-shorof
gramatika Arab
perlu