129
Guru juga terlihat berbeda dengan kelas Awwaliyah, guru kelas Ulya lebih senior. Hal ini terlihat dengan umur guru yang terlihat lebih tua
jika dibanding dengan kelas Awwaliyah pun mempunyai gelar pendidikan yang lebuh tinggi. Guru tersebut juga berasal dari luar
pondok pesantren. Sementara guru Awwaliyah tadi merupakan guru muda yang notabene adalah guru tamatan Madrasah Diniyyah An-
Nawawi.
Gambar 5. KBM Di tingkat Ulya Berjalan Kondusif 3 Kegiatan penutup
Dari pengamatan lapangan yang dilakukan peneliti dalam tiga tingkatan kelas yang berbeda, kegiatan penutup yang dilakukan oleh
para pendidik madin adalah kegiatan doa, pemberian PR dan kuis. Untuk PR dan kuis pun itu hanya dilakukan pada kelas Awwaliyah
yang notabene masih dalam taraf umur yang paling kecil yaitu dalam antara 13 tahun. Sementara untuk kelas yang tingkatannya lebih tinggi
yaitu pada kelas Wustho dan Ulya, peneliti tidak menemukan kegiatan
130
kuis dan PR dalam akhir pembelajaran. Untuk hal-hal lain yang dianjurkan dalam penutupan pembelajaran sesuai peraturan Kemenag
RI seperti menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya, memberikan umpan balik terhadap proses dan
hasil pembelajaran, menemukan manfaat langsung maupun tidak
langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung, itu sangat tergantung pada karakter masing-masing pendidik dan tidak terlihat
dalam pembelajaran yang diikuti peneliti.
c. Mutu proses pendidikan berdasar hasil pembelajaran madrasah
diniyyah an-nawawi
Untuk mengetahui keberhasilan dari proses pembelajaran Madin An-Nawawi, maka perlu adanya pengukuran tingkat keberhasilan yang
akan mencerminkan mutu dari Madin An-Nawawi. Untuk itu Madin An- Nawawi membuat batasan minimal materi dan target minimal yang harus
dikuasai oleh tiap tingkatan. Selanjutnya batas-batas penguasaan minimal materi tersebut diejawantahkan dalam bentuk batas nilai minimal yang
harus dicapai oleh santri dalam seluruh proses pembelajaran di Madin An-Nawawi. Nantinya nilai baik dari segi teori ataupun praktek yang
telah diperoleh santri dari hasil ujian akan dikalkulasikan dengan aspek- aspek lain seperti akhlaq serta syarat-syarat kenaikan kelas lain untuk
memutuskan apakah santri tersebut naik kelas atau tidak. Hal serupa juga dipaparkan oleh Pak FM selaku kepala madrasah sebagai berikut.
131
―Terkait nilai raport, tidak semata-mata penguasaan materi tapi mencakup kedisiplinan, ahklaq selama belajar, dan semangat
sungguh-sungguh. Nanti akhir tahun kita adakan rapat pleno, untuk menentukan siapa yang naik kelas dan yang tidak naik
kelas. Syarat-syarat naik kelas tentunya nilai tidak boleh kurang dari 4. Hafalan sesuai target sesuai dengan kelas masing-masing.
Perihal perolehan nilai, hanya diperoleh melalui ujian tertulis dan praktek diakhir masa ajar tiap semester. Selain itu ada nilai
harian, tapi jika nilai resminya ada kolom harian, ujian, rata-rata. Dilihat dari kolom tersebut, seharusnya ada nilai harian. Artinya
dari setiap dewan asatit itu mengadakan penilaian terhadap anak diluar penilaian Imtihan
‖ Kamis, 18 Desember 2014. Hal tersebut juga dikuatkan oleh Pak MJ selaku kepala pondok sebagai
berikut. ―Terkait hal yang menjadi kendala, pertama nilainya kurang. Di
Manhaj juga telah disebutkan ketentuan-ketentuan nilai minimal. Minimal jika yang kurang dari 4, ketika kurang dari standar itu,
maka pertimbangannya adalah ada yang nilai pertimbangan, ketika misal nilai 5 itu masuk pertimbangan ke ranah rodek
tinggal kelas. Ketika sudah masuk ranah itu maka yang menjadi pertimbangan adalah ahklak, kesungguhan dan semangat dalam
belajar karena kita dapat mengklaim karena dia tidak mencapai target nilai atau alasan lain sesuai target karena prinsipnya kita
tidak dapat membuat mereka pandai, yang membuat mereka pandai adalah Allah SWT, kita tidak dapat menyalahkan, pintar
atau tidak, tetapi jika secara nilai tidak memenuhi target, tapi dalam belajar dia semangat dan sungguh-sungguh, kita akan
pinggirkan aspek kognitifnya, kita menilai akhlaqnya. Kita akan selalu beranggapan dia sungguh-sungguh, kita naikan, dan itu
tidak akan disia-siakan oleh Allah SWT. Kita mau tidak mau menggunakan pendekatan-pendekatan seperti itu
Kamis, 11 Desember 2014.
132
B. Pembahasan
Untuk mengukur proses Madrasah Diniyyah An-Nawawi, harus melakukan komparasi dengan standar proses yang berlaku untuk madrasah
diniyyah secara umum. Terkait standar untuk madrasah diniyyah secara umum maka standar ini merujuk pada standar yang dirancang oleh Kemenag RI.
Standar ini selanjutnya akan memberi gambaran kita secara umum, standar minimal pelaksanaan Madrasah Diniyyah secara umum dalam lingkup
nasional. Standar yang dipakai murujuk pada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pengelolaan dan Penilaian Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Fokus peneliti dalam mendiskripsikan proses Madrasah Diniyyah An-
Nawawi terbatas pada aspek perencaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Hal ini ditujukan agar peneliti lebih fokus dalam mengungkap
hal yang esensial dalam proses pendidikan Madrasah Diniyyah An-Nawawi. Adapun perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dalam Madin An-Nawawi
menurut intepretasi peneliti yang diasumsikan berdasar pada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013
tentang Standar Proses Pengelolaan dan Penilaian Pendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah, adalah sebagai berikut.
133
1. Perencanaan Pembelajaran Madrasah Diniyyah An-Nawawi
a. Identitas madrasah diniyah takmiliyah
Nama satuan madrasah Diniyyah Pondok Pesantren An-Nawawi adalah Madrasah Diniyyah An-Nawawi. Selanjutnya dibagi lagi sesuai
gender, yaitu Madrasah Diniyyah An-Nawawi Banin untuk putra dan Madrasah Diniyyah An-Nawawi Banat untuk putri. Pada dasarnya,
regulasi dan sistem pembelajaran untuk kedua madrasah tersebut sama, hanya dipisahkan secara gender saja. Madrasah ini mulai resmi dibuka
sejak tahun 1962 dan mendapat piagam madrasah dari Departemen Agama RI, nomor: Wk.5.e909PgmMD1987, tertanggal 03 september
1987, yang ditandatangani oleh Bapak A. Sunaryo,SH. Adapun madrasah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren An-Nawawi adalah sebagai
berikut: 1 Madrasah Diniyyah Ulya Banin Banat An
– Nawawi Kelas tingkat Ulya yang merupakan kelas tingkatan tertinggi
dalam Madin An-Nawawi adalah kelas dengan jumlah santri paling sedikit diantara dari tingkatan dibawahnya yaitu tingkatan Wustho dan
Awwaliyah. Data dari tahun ajaran 2014 menunjukkan bahwa dari 3 tingkatan yang ada dikelas Ulya hanya dibagi menjadi 3 tiga kelas
saja. Hal itu berarti hanya mendapat satu kelas di tiap tingkatan Ulya yang ada 3 tingkat. Sediktinya jumlah kelas jika dibanding dengan
tingkatan Awwaliyah dan Wustho disebabkan tidak naiknya santri karena hafalan dan keluar karena sudah lulus pendidikan formal
134
tingkat MA. Masalah yang masih terus dialami ponpes An-Nawawi adalah tidak sinkronnya perjenjangan tahun antara pendidikan
nonformal madrasah Diniyyah dan pendidikan formal, membuat setiap kelas terakhir atau Ulya kelas 3 hanya menyisakan santri
kisaran 20 santri setiap tahunnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh kepala pondok maupun kepala madrasah mengakui bahwa ketidak
sinkronan tersebut menjadi salah satu kendala dan masih dipersiapkan solusinya. Namun sejauh ini, hal tersebut masih terus berlangsung.
Fokus pembelajaran yang ditetapkan oleh madin untuk tingkat Ulya terkait pemahaman, pola pikir, pengembangan adalah hal yang
sesuai dengan umur santri. setidaknya pada umur 17 ke atas sudah dapat menggunakan logika berpikir secara baik, sementara metode
yang digunakan walaupun terkesan monoton namun karena kajian utamanya adalah ilmu agama yang memang memiliki ruang debat
yang tidak seluas pembelajaran akademik maka metode menerangkan diterangkan masih relevan dengan pendidikan di kelas Ulya. Hal
tersebut didukung dengan pengecekan kitab yang dilakukan diujung masa ajar yang membuat santri sangat konsentrasi dalam mencatat apa
yang dikatakan saat KBM. Jika didapati catatan dalam kitab masing- masing santri tidak sesuai dengan apa yang dituliskan dalam kitab
tersebut maka santri itu akan rodek tinggal kelas. Metode ini sangat efektif untuk membuat santri tetap memperhatikan selama
pembelajaran berlangsung.