Keadaan dan kondisi Madrasah Diniyah An-Nawawi

68 Nawawi sebatas teori terkait berbagai ilmu keagamaan. Seperti Fiqh, Tauhid, Akhlaq, dll. Penjadwalan terkait pembelajaran mata pelajaran Madin An-Nawawi juga sudah direncanakan secara sistematis, mengingat waktu yang terbatas. Sementara pengajian luar madrasah yang dilakukan setelah sekolah formal dilaksanakan yaitu Pukul 13.00-17.00 WIB adalah pendalaman teori Madin An-Nawawi yang dilakukan pada malam hari. Pendalaman tersebut meliputi pendalaman secara teori maupun praktek karena praktis, terbatasnya waktu yang dimiliki untuk pembelajaran Madin An-Nawawi tidak dapat mencakup teori secara detail. Aktivitas pondok seperti diwajibkannya sholat berjamaah dan aktivitas lainnya adalah wadah implementasi bagi teori yang telah dipelajari selama pembelajaran. Implementasi tersebut berlangsung secara kontinyu dan diawasi oleh pihak pengelola pondok karena format pendidikan 24 jam yang diterapkan dalam pendidikan pondok. Paparan tersebut sesuai dengan pernyataan Pak MJ sebagai berikut. ―Secara teori akan dibahas dalam kelas, namun juga akan dibahas lebih lanjut pada saat pengajian sore hari sekaligus prakteknya. Tidak hanya itu, tetapi juga mencakup praktek untuk sholat peribadahan sehari-hari. Itu dilaksanaksan pada saat sore hari setelah ashar, Awwaliyah terdapat pengajian dan praktek tersebut, sementara Wustho dan Ulya melaksanakan musyawaroh ngaji dua arah yang juga dibersamai oleh ustad sebagai sumber ―Kamis, 11 Desember 2014. Dari serangkaian kegiatan-kegiatan tersebut, terlihat bahwa kegiatan satu dan lainnya sangat terintegrasi untuk membantu santri dalam menguasai ilmu keagamaan. Hal ini juga menunjukkan bahwa 69 adanya pengaruh yang besar dari pondok terhadap keberlangsung proses pendidikan Madin An-Nawawi.

c. Santri Madrasah Diniyyah An-Nawawi

Saat ini santri Madrasah Diniyah An-Nawawi Putra Berjan Purworejo antara 500 santri. 500 adalah jumlah santri yang terdaftar mengikuti Madrasah Diniyah terjadwal di malam hari, sementara untuk keseluruhan santri yang putra yang mengikuti pembelajaran baik madrasah ataupun luar madrasah itu ada antara 700 santri. Santri Madrasah Diniyyah An-Nawawi terdiri dari dua macam: 1 Santri mukmim yaitu santri yang berasal dari daerah jauh dan menetap di dalam pondok pesantren; 2 Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren dan tidak menetap di pondok pesantren, namun jumlahnya sangat sedikit. Santri mukmim Pondok Pesantren An-Nawawi berasal dari berbagai daerah hingga mencakup luar pulau Jawa. Mulai dari Magelang, wonosobo, Kebumen, Yogyakarta, berbagai daerah di Jawa Timur, hingga Jambi, Palembang, Lampung, serta Kalimantan. Beragamnya santri Pondok An-Nawawi tidak terlepas dari sejarah panjang Pondok Pesantren An-Nawawi yang sudah berdiri sejak 1870 dan kecakapan para pengasuh pondok dari dahulu sampai sekarang tentang ilmu thoriqoh. Menjadikan Pondok Pesantren An-Nawawi disegani oleh para lulusan dan masyarakat, maka dari itu pengasuh juga mempunyai santri thoriqoh 70 di berbagai daerah. Dalam Islam, thoriqoh adalah ilmu hikmah yang untuk dapat memperoleh hikmah dan pahala yang lebih besar dalam peribadahannya dengan menjadi seorang santri dari seorang guru thoriqoh. Untuk dapat menjadi murid atau santri dari suatu thoriqoh harus melalui proses bai’at dari seorang mursyid. Didalam setiap aliran thoriqoh selalu ada mursyid yang akan membimbing lahir dan batin kepada para murid atau santri. Pembelajaran dalam thoriqoh pun melalui metode riyadhoh dengan memberikan jumlah bacaan wirid secara bertahap. Terus meningkat baik jumlah bacaannya maupun macam wiridnya. Dikenalnya Pondok Pesantren An-Nawawi sampai keluar Jawa, salah satu penyebabnya juga karena banyaknya lulusan An-Nawawi ataupun Santri horiqoh An-Nawawi yang bertransmigrasi ke luar Pulau Jawa. Oleh karena itu, rata-rata santri yang berasal dari luar Jawa, mempunyai orang tua atau kerabat yang pernah juga bermukim di Pondok Pesantren An-Nawawi atau merupakan santri thoriqoh Pondok Pesantren An-Nawawi yang diasuh langsung oleh KH. Achmad Chalwani sebagai pengasuh pondok. Terkait kedisiplinan, santri An-Nawawi sudah berjalan cukup baik, walaupun kadang juga masih terjadi pelanggaran kedisiplinan dalam pembelajaran di madrasah diniyyah. Pelanggaran yang sering dilakukan santri adalah semisal tidur saat pembelajaran di madrasah diniyyah. Terutama untuk santri Awwaliyah yang notabene masih 71 berumur antara 13-14 tahun dan masih duduk di bangku MTS kelas 1 dan masih dalam tahap adaptasi dengan kultur dan lingkungan pondok pesantren. Namun reaksi dari pendidik madraasah saat hal itu terjadi berbeda-beda. Ada yang membiarkan namun dicatat dalam penilaian harian, ada pula yang membangunkan dan memberikan hukuman. Akibat yang diterima sangat bergantung pada pendidik yang sementara mengajar. Namun pelanggaran yang terjadi hanyalah diantara pelanggaran kecil-kecil karena dalam sistem pendidikan pondok terdapat hukuman untuk setiap pelanggaran. Hukuman diberikan oleh yang berwenang pada saat itu hingga yang paling tinggi diberikan oleh kepala pondok sendiri. Hal tersebut juga menjadi semacam efek jera bagi santri. Kesopanan menjadi salah satu kredit point yang sangat terlihat dalam keseharian ataupun pembelajaran santri. Santri terliat sangat sopan dan patuh pada orang yang lebih tua. Terlihat saat peneliti beberapa kali berinteraksi dengan santri. Sanrti selalu menjawab pertanyaan yang peneliti tanyakan dengan bahasa Jawa halus kromo inggil yang baik dan tepat. Saat menjawab pertanyaan peneliti, santri juga sangat jarang menatap mata peneliti. Dalam adat Jawa, hal itu berarti menujukkan rasa menghormati. Tidak hanya berinteraksi dengan orang asing yang lebih tua saja, saat berinteraksi dengan guru, santri terlihat sangat sopan dengan selalu menggunakan bahasa Jawa yang halus. Rasa menghormati pada gurukyai juga terlihat saat santri berebut hanya untuk bersalaman dengan imam sholat magrib yaitu KH. Achmad Chalwani. Di madrasah