Bagaimana terkait dengan langkah-langkah dalam pelaksanaan KBM

213 sebagai proses, sebagi alat. Tujuannya pemahan itu. Ya itu terbukti, bahwa hapal satu kitab. Misal kita mendalami fiqh, maka hapalkan satu kitab fiqh, maka kitab-kitab fiqh yang lain akan mudah dipamahi untuk selanjutnya. Itu salah satu pendekatan yangkita gunakan.

15. Didapat dari manakah prinsip-prisip pendekatan-pendekatan pendidikan

Madrasah Diniyyah An-Nawawi? Jawaban: Itu didapat dari pembalajaran terdahulu, untuk kurikulum itu tidak terlepas dari kitab alim mutak alim kitab tentang pendidikan. Alimmutak alim dalam kurikulum medrasah dan mengaji itu mengtakan: ketika kita ingin memahami suatu disiplin ilmu tertentu, pahami satu bukuliteratur dalam disiplin ilmu tersebut. Paham dan hapalkan. Nanti literatur-literatur lain akan mengikuti. misalnya ingin mengusai ilmu fiqh. Maka hapalkan satu kitab dasar tentang fiqh maka ilmu lain terkait fiqh akan mengikuti sebagai pengembangannya dan itu akan lebih mudah daripada saat menghapalkan satu kitab pertama. Maka jika ada paradigma bahwa mondok di an-nawawi untuk menghapalkan kitab. Itu salah. Hapalan bukan tujuannya.

16. Setiap tahun bisa mencapai berapakah persen yang rodek karena

hapalan? Jawaban: Kita berproses, artinya saat awal-awal diterapkan aturan wajib setoran banyak yang tidak lulus. Lalu kita perbaiki penanganan, kita perbaiki sistem, dala artian target tetep sama tapi sistemnya kita rubah. Pendampingan lebih kita perbaiki. Tahun demi tahun mulai berkurang, tahun kemarin pun sudah hampir tidak ada. 17. Bagaimana terkait dengan sistem penilaian ujian? Jawaban: Saat imtihan ujian soal hanya delapan dan essay semua. Awwaliyah sampai Wustho kelas 2 itu bahasa masih menggunakan bahasa indonesia. Tapi tulisannya tulisan arab. Kelas tiga Wustho sampai Ulya tingkat tiga. Itu menggunakan bahasa arab. Dan itu memang kita sengaja membuat nilai maksimal adalah delapan. Karena sepuluh hanya nilai untuk Allah. Kita cukup delapan saja cukup. Orang-orang dulu mengatakan begitu. Kemudian nilai maksimal ya delapan itu. 18. Apakah setiap pendidik menngajar satu pelajaran saja? Jawaban: Untuk itu kita atur, kita sesuaikan dengan kemampuan masing-masing pendidik. Atau keahlian dari masing-masing ustad. Kan rata —rata yang mengajar adalah alumni sini. Seperti saya juga tamatan sini juga. Dulu guru-guru saya jugapasti melihat. Ketika saya mulai masuk madrasah saya punya nilai lebih dimana. Itu lah yang kita gunakan sebagai bahan pertimbangan saat dia mengajar maka dia kan akan mengisi pos tersebut. Jadi sudak kita pantau sejak dia masuk madrasah.

19. Siapa yang merancang konsep-konsep pelaksanaan pendidikan Madrasah

Diniyyah An-Nawawi? 214 Jawaban: Ya kami bersama madrasah, bersama pak arif fuad KA madrasah. Namun finalnya tetap di haturkan ke pak Kyai. Kita hanya pelaksana, tapi yang memutuskan tetap pengasuh pak Kyai. Sebagus apapun rencana kita tapi ketika pak Kyai tidak meridhoi maka tidak kita jalankan. Kita punyai keyakinan, bahwasanya guru itu lebih memahami akan diri kita, ketimbang diri kita sendiri. Guru lebih memahami karakter dalam diri kita, daripaa kita yang mempuunyai karakter itu yang kadang tidak sebegitu dalam memahaminya, itu ketika dlam kita taklim juga menjalskan seperti itu kitab acuan pendidikan ponpes. Maka saat kita mengajukan itu kepada Pak yai maka kita tidak perlu mempresentasikan masing-masing dari rencana atau kompetensi para pendidik secar detail, karena guru sudah mengerti. Etika pesantren seperti itu.

20. Terkait Pendidik muda, Apakah ditradisikan dalam pesnatren atau

Kemauan pribadi? Jawaban: Pada dasarnya, dalam pendidikan di pesantren itu ada istilah berkhitmah. Berkhitmah itu melayani atau mengabdi. kita percaya, kalau pembelajaran di pesantren belum disempurnakan dengan berkhitmah, itu ilmunya belum sempurna. Istilahnya kalau berkhitmah itu membersihkan diri. Dalam rangka menurunkan ilmu, menurunkan apa yang telah kita dapat setelah dimadrasah. Tidak hanya bisa mongong dan tahu saja, tapi bagaimana ilmu yang sduah didapat dan bisa mengamalkannya. Itu secara otomatis dari teman-teman. Walaupun yang ngatur mereka ditempatkan dimana itu dari pondok tapi mereka setelah tamat mau disini atau mau dimana itu dari temen-temen tamatan sendiri yang memilih. Maka dulu kita juga didik bahwa ketika misal kita didik 6 tahun dimadrasah maka ilmumu akan sempurna jika sudah berhikmat 6 tahun juga. Maksudnya ketika kita analogi, ketika kita ngaji tingkat awwliyah, Wustho, Ulya, supaya ilmu kita sempurna, kitapun harus pernah mengajar tingkat awwliyah, Wustho, dan Ulya. Ada menerima ada memberi. Beda saat kita pernah menerima tapi tidak mengmalkan. Karena kadang paham cepat tapi untuk melekatkan itu susahnya. Terkait pendidik dari luar, Itu juga kami lihat loyalitas yang mereka tunjukan. Itupun juga biasanya karena yang sudah menetap dipwr. Ataupun yang dulu santri sini lalu keluar untuk meningkatkan ilmu. Lalu kembali lagi. Misal ada yang madrasah disini lalu melanjutkan belajar diperguruan tinggi di lirboyo surabaya misal lalu kembali mengjar disni. 90a alumni 10 dari luar. Terkait upah, Sebenarnya untuk kita tabu membicarakkannya. Ketika dipesantren itu tabu. Tapi ketika kita berikan imbalan kepada mereka ya mereka istilahnya tidak melihatnya. Karena mereka tidak melihat