Pengaruh Pondok Pesantren An-Nawawi terhadap penyelenggaraan

71 berumur antara 13-14 tahun dan masih duduk di bangku MTS kelas 1 dan masih dalam tahap adaptasi dengan kultur dan lingkungan pondok pesantren. Namun reaksi dari pendidik madraasah saat hal itu terjadi berbeda-beda. Ada yang membiarkan namun dicatat dalam penilaian harian, ada pula yang membangunkan dan memberikan hukuman. Akibat yang diterima sangat bergantung pada pendidik yang sementara mengajar. Namun pelanggaran yang terjadi hanyalah diantara pelanggaran kecil-kecil karena dalam sistem pendidikan pondok terdapat hukuman untuk setiap pelanggaran. Hukuman diberikan oleh yang berwenang pada saat itu hingga yang paling tinggi diberikan oleh kepala pondok sendiri. Hal tersebut juga menjadi semacam efek jera bagi santri. Kesopanan menjadi salah satu kredit point yang sangat terlihat dalam keseharian ataupun pembelajaran santri. Santri terliat sangat sopan dan patuh pada orang yang lebih tua. Terlihat saat peneliti beberapa kali berinteraksi dengan santri. Sanrti selalu menjawab pertanyaan yang peneliti tanyakan dengan bahasa Jawa halus kromo inggil yang baik dan tepat. Saat menjawab pertanyaan peneliti, santri juga sangat jarang menatap mata peneliti. Dalam adat Jawa, hal itu berarti menujukkan rasa menghormati. Tidak hanya berinteraksi dengan orang asing yang lebih tua saja, saat berinteraksi dengan guru, santri terlihat sangat sopan dengan selalu menggunakan bahasa Jawa yang halus. Rasa menghormati pada gurukyai juga terlihat saat santri berebut hanya untuk bersalaman dengan imam sholat magrib yaitu KH. Achmad Chalwani. Di madrasah 72 juga diberikan pelajaran bahasa Jawa agar santri dapat berbahasa Jawa dengan halus, meskipun pelajaran tersebut hanya ada di tingkatan awal saja. Namun karena lingkungan pesantren juga menggunakan bahasa Jawa halus sebagai sarana komunikasi, maka hal tersebut sangat membantu dalam kelancaran bahasa Jawa santri. Sesuai dengan penuturan Bapak FM selaku kepala madrasah yang menyatakan sebagai berikut. ―Kesopanan itu memang kebiasaan pesantren salaf, dan juga melihat tradisi dan senior-senior. Ada satu jam bahasa Jawa di awwliyah saja, didukung dengan santri yang berasrama disini berasal dari daerah-daerah yang menggunakan bahasa Jawa sebagai keseharian tetap mendominasi, disini tinggal melacarkan dan sisanya terbawa lingkungan. Menggunakan buku paket KBJ bahasa Jawa, tapi untuk lebih lancar karena berinteraksi sehari- hari dengan santri ‖ Kamis, 18 Desember 2014.

d. Pendidik Madrasah Diniyyah An-Nawawi

Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan diasuh oleh KH. Achmad Chalwani. Pengasuh adalah jabatan tertinggi dalam pondok pesantren yang membawahi kepala pondok maupun kepala madrasah didalamnya. Selain terjun langsung dalam membimbing dan mendidik santrinya, KH. Achmad Chalwani juga memberikan kepercayaan kepada para ustadz untuk membantunya karena pendidikan yang dikaji dalam madrasah diniyyah adalah terkait Agama Islam, maka pendidik dalam lingkup pondok pesantren ataupun madrasah disebut ustadz. Para Ustadz ini bertanggung jawab penuh terhadap jalannya program pendidikan dan pengajaran di Madrasah Diniyah ataupun di Pondok Pesantren. 73 Selain itu mereka juga dibantu ustadz pembantu atau sering disebut ―Badal‖. Ustadz pembantu ini hanya mengajar sewaktu-waktu, misalnya ada ustadz yang berhalangan, maka ustadz pembantu inilah yang bertugas menggantikannya. Ustadz pokok dan Badal adalah para santri senior yang telah menyelesaikan pendidikan madrasah dan dipandang cukup memiliki kemampuan untuk menghindari kekosongan pelajaran dan sekaligus sebagai ajang pengkaderan dan juga sebagai wahana latihan sebelum mereka terjun di masyarakat. Jumlah ustadz di Madrasah Diniyyah An-Nawawi mencapai antara 100 ustadz, jumlah tersebut sudah termasuk ustadz dari luar yang sengaja didatangkan untuk melengkapi pendidik di Madin An-Nawawi selain dari ustadz lulusan asli dari Madin An-Nawawi. Pendidik di Madin An-Nawawi tetap didominasi oleh pendidik dari lulusan asli Madin An- Nawawi yang hampir mencapai 90 dari keseluruhan pendidik. Sementara sisanya adalah ustadz yang didatangkan dari luar pondok. Dikuatkan oleh Bapak MJ selaku kepala pondok sebagai berikut. ―Itu juga kami lihat loyalitas yang mereka pendidik dari luar tunjukan. Itu pun juga biasanya karena yang sudah menetap di Purworejo. Atau pun yang dulu santri Madin An-Nawawi lalu keluar untuk meningkatkan ilmu, lalu kembali lagi. Misal ada yang dahulu pernah madrasah disini lalu melanjutkan belajar di Perguruan Tinggi di Lirboyo Surabaya, kemudian kembali mengajar di Madin An-Nawawi lagi. Namun pendidik di sini, sekitar 90 alumni dan 10 dari luar ‖ Kamis, 11 Desember 2014. Hal senada juga dituturkan oleh Bapak FM yang menyatakan bahwa pendidik di Madin An-Nawawi berjumlah sekitar 97 ustadz, itu