Bagaimana terkait legalisasi tamatan?

220 hadiah. Itu sesuai nilai murni. Nanti setiap satu tingkatan besar mda, mdw, mdu kita ambil satu orang untuk dijadikan santri teladan yang pada akhirnya kan mendapat beasiswa selama satu tahun kedepan dan mendapat hadiah kitab. Penetuannya tentunya harus juara kelas masing-masing, baru dari situ kita lihat ke hal-hal lain seperti kedisiplinan, bagaimana sikap keseharian. Nanti jika di tahap itu masih barimbang sampai keranah ekonomi. Namun pendidikan luar madrasah tetap mempengaruhi penilaian, bahkan ada kegiatan luar madrasah yang di imtihankan kedalam nilai rapot, ada juga yang tidak, karena ada luar madrasah yang sifatnya mendukung untuk kegiatan malam. Tapi ada juga yang bersifat mandiri atau berdiri sendiri, sebagai sebuah mata pelajaran misal kitab fatul muin, yang tidak ada di madrasah namun ada diluar madrasah dan berdiri sendiri. Dan yang seperti itu dimasukan pada nilai rapot karena kitab tersebut juga ada imtihannya. 9. Tujuan spesifik? Jawaban: Secara umum bermanfaat bagi pribadi masing-masing. Juga bermanfaat bagi lingkungan sekitar dengan segala kelemahan dan kekurangan yang ada disana. Tidak ada yang spesifik, pengasuh juga sering menyapaikan bahwa lulusan an-nawawi didik agar untuk bermafaat bagi dunia dan akhirat, tentunya untuk bermanfaat tidak terbatasi sebagai kyai. 10. Metode pengajaran diatur pondok atau selera masing-masing? Jawaban: Tentunya untuk mencapai target dari madrasah itu ada aturannya, walaupun nanti pada realisasi punya ciri khas masing-masing tidak ada patokan umum, tentunya ada target misal di Awwaliyah bisa melakukan bisa ubudiyah ibadah wajib , bisa baca tulis dengan benar, artinya nanti dalam pembelajaran di MDA, walaupun punya kitab masing-masing, itu tetap ditulis ulang, sebagai latihan anak- anak untuk menulis arab, tidak katham tidak apa-apa, syukur- syukur dengan waktu satu tahun itu cukup. Kemudian nanti ditingkatan Wustho, targetnya menguasai alat nafwu sorof gramatika arab, disitu juga musyawarohnya kita fokuskan ke nafwu sorof, juga pembelajarannya, walaupun pelajaran tidak berkaitan tentang nafwu sorof tapi tetap di serempetkan ke situ. Fokus gambaran per tingkatan masing- masing, kalau Ulya difokuskan bisa baca kitab skaligus pemaknaan dan pemahaman, jadi kalau tentang cara ngajarnya tergantung pada guru-guru masing-masing, tidak secara tertulis. Karena background para petugas dewan asatit disini juga berbeda-beda. Ada yang dari alumni ada yang dari akademisi, hal itu juga mempengaruhi. Karena disini juga tidak semua dari golongan akademisi ada yang 221 dari golongan umum, tokoh masyarakat, karena acuannya adalah agama. 11. Media pembelajaran? Jawaban: Yang utama kitab, Selain kitab paling yang kalau bersifat praktek, itu mungkin kita fasilitasi, misal Awwaliyah untuk ubudiyah ibadah wajib perlu praktek misal wudhu, Sholat, kita carikan tempat, kita sediakan tempat untuk praktek tersebut. Atau mungkin yang paling sering saat ujian praktek, kita siapkan dikelasnya, misal ujian prakteknya merawat jenazah itu kita laksanakan mengambil jam madrasah malam dikelas, karena akan butuh boneka, mori sebagai silmulasi. Akhirus sanah biasanya banyak prakteknya, misal praktek menyembelih ayam, tapi ayamnya beli sendiritidak disiapkan oleh madrasah, madrasah pun tidak mematok untuk ayam seperti apa yang penting hidup. Tapi media paling wajib ya itu kitab. Kalau alat bantu ya sederhana saja semisal papan tulis, spidol pengahapus sudah cukup karena kajian utamanya kitab. Untuk projektor ataupun lcd itu ada tapi tidak bisa menyadiakan setiap kelas satu. Itu pun paling digunakan saat musyawaroh kubro musyawaroh besar gabungan antar kelas yang pesertanya delegasi dari masing-masing kelas. Taoi kalau untuk pembelajaran keseharian belum menggunakan, walaupun tidak menutup kemungkinan besok bisa sampai ketaraf tersebut. Karena melihat jaman sekarangkan hal tersebut mestinya sudah wajar jika diadakan. 12. Bagaimana terkait penggunaan gedung pendidikan? Jawaban: Kalau siang buat formal kalau malam buat madin. Karena status gedungitu sendiri itu adalah iuran dari masyarakat toreqoh, dipondok ini kan pengasuh juga memilika santri toriqoh. Mereka membangun gedung itu dinamakan gedung pendidikan, agar amal jariyahnya lebih banyak. Artinya mereka yang sudah infak pahalanya biar mengalis terus, agar sesuai dengan niat mereka dulu mesodakohkan harta ataupun tenaganya, digunakan semaksimal mungkin, hanya pengaturan waktu saja, kalau pagi digunakan formal sore digunakan pondok pesantren putri, malam digunakan madin putra. Jadi tidak dinamai gedung MTS, gedung MA, tapi gedung pendidikan An-Nawawi. Artinya seluruh kegiatan pembelajaran An-Nawawi bisa memakai. Tapi kalau STAIAN itu sudah sendiri.