136
dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:
Hukuman-Hukuman Pokok a. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah
menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih diberlakukan untuk beberapa hukuman
walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini
.
b. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan ke dalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara
.
Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara
selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol
c. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran Biasanya
terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman
kurungan terpidana tidak dapat ditahan di luar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan di mana
saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan
dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol hak untuk memperbaiki nasib sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian.
d. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan. Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
e. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman penjara oleh KUHP
.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut
antara lain: 1. Pencabutan hak-hak tertentu. 2.Penyitaan barang-barang tertentu. 3. Pengumuman keputusan hakim.
PPKn SMP KK H
137
2. Analisis Sanksi-Sanksi Hukum Perdata
Hukum perdata ialah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul
dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal.
Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang
mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain. Dalam pengolongannya Hukum perdata dapat digolongkan menjadi beberapa
kategori diantaranya adalah: 1 Hukum keluarga. 2 Hukum harta kekayaan. 3. Hukum benda. 4. Hukum Perikatan. 5. Hukum Waris. KUHPerdata terdiri dari 4
bagian yaitu didalamnya dan mengatur berbagai amcam hal yang berkaitan dengan permasalahan privat adalah: 1 Buku kesatu tentang Orang Van
Personnenrecht, Buku pertama mengatur tentang orang sebagai subyek hukum, hukum
perkawinan dan hukum keluarga, termasuk waris. 2 Buku kedua tentang Kebendaan Zaakenrecht .Buku kedua mengatur mengenai benda sebagai obyek
hak manusia dan juga mengenai hak kebendaan. Benda dalam pengertian yang meluas merupakan segala sesuatu yang dapat dihaki dimiliki oleh seseorang.
Sedangkan maksud dari hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan kepada pihak
ketiga. 3. Buku ketiga tentang Perikatan Verbintenessenrecht. Buku mengatur tentang perikatan verbintenis. Maksud penggunaan kata “Perikatan” di sini lebih
luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan
hukum yang melanggar hukum onrechtmatige daad maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
zaakwarneming. Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-
peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan. Buku ketiga bersifat tambahan aanvulend recht, atau sering juga disebut sifat
terbuka, sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara
138
bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu
kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang
dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin
ketimbang harta si berhutang. Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian. 4.uku keempat
Tentang pembuktian dan daluwarsa Verjaring en Bewijs.Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluwarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur
dalam hukum acara Herzine Indonesisch Reglement HIR namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur
mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Adanya 5 macam alat bukti yaitu : 1 Surat-surat; 2. Kesaksian; 3.
Persangkaan; d.Pengakuan; 5.Sumpah Daluwarsa lewat waktu berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang
dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik acquisitive verjaring atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari
suatu penagihan atau tuntutan hukum inquisitive verjaring. Selain itu diatur juga hal-hal mengenai “pelepasan hak” atau “rechtsverwerking” yaitu hilangnya hak
bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak.
Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang satu dengan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan. Pelanggaran
terhadap aturan hukum perdata baru dapat diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan
disebut: penggugat Pelanggaran terhadap hukum perdata diambil diambil tindakan oleh pengadilan setelah adanya pengaduan dari pihak yang merasa
dirugikan. Pihak yang mengadu tersebut menjadi penggugat dalam perkara tersebut.