Toleransi dalam Ajaran Kristen

176 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti bersama maka hubungan masyarakat akan menjadi renggang atau bahkan terputus, karena adanya pihak-pihak yang ingin menang sendiri. .HJLDWDQXUDKSHQGDSDW Beberapa pertanyaan untuk dipikirkan: - Apakah yang dimaksud dengan toleransi? - Apakah tanda atau ciri dari sikap toleransi? - Mengapa kita harus bertoleransi? - Apakah siswa pernah bertoleransi? - Apa manfaat toleransi? - Bagaimana kita dapat mewujudkan toleransi dalam kehidupan bersama? - Dalam aspek-aspek apa sajakah kita perlu bertoleransi? Guru memimpin diskusi ini bersama-sama dengan para siswa.

C. Toleransi dalam Ajaran Kristen

Toleransi merupakan sebuah konsep yang berulang kali dapat kita temukan di dalam Alkitab. Dalam Perjanjian Lama, bangsa Israel diminta untuk mengasihi orang asing yang tinggal bersama mereka Ul. 10:18-19, Mzm.146:9, Im. 19:33-34. Istilah orang asing dalam teks ini menunjuk kepada orang asing yang telah meninggalkan bangsanya sendiri dan diam bersama Israel. Bagian Alkitab ini menunjukkan dengan jelas bagaimana perlakuan umat Allah yang semestinya terhadap kelompok yang berbeda dari mereka, yaitu dengan menyatakan kasih persaudaraan kepada mereka. Selain itu, ajaran Alkitab tentang imago Dei yaitu bahwa manusia segambar dan serupa dengan Allah bdk. Kej. 1:26-27 adalah landasan yang tepat untuk pemahaman toleransi. Allah memang menghendaki semua umat manusia diperlakukan dengan penghormatan yang sama karena mereka mempunyai martabat yang sama sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah. Dalam kitab Perjanjian Baru, konsep toleransi tampak dalam kisah murid-murid Tuhan Yesus yang menemukan orang-orang tertentu yang melakukan pekerjaan- pekerjaan yang serupa dengan apa yang Tuhan Yesus lakukan. Dalam Markus 9:38- 40 dikisahkan bahwa Yohanes melaporkan kepada Yesus, “…kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Tetapi apa jawab Yesus? Ia malah memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan orang itu. “Jangan kamu cegah dia Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.” Sikap dan ajaran Tuhan Yesus mengenai toleransi juga tampak ketika Tuhan Yesus berhadapan dengan sikap para murid-Nya yang justru tidak memperlihatkan toleransi. Pada suatu kali Tuhan Yesus sedang mengajar dan banyak orang yang datang kepada-Nya sambil membawa anak-anak mereka yang masih kecil kepada Yesus Luk. 18:15-16. Mengapa? Rupanya mereka ingin agar Tuhan menjamah anak-anak 177 itu atau memberkati mereka. Melihat hal ini murid-murid marah. Mereka merasa kehadiran anak-anak itu mengganggu. Namun Yesus justru bersikap sebaliknya. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk membiarkan anak-anak itu datang kepada- Nya. “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang- halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” Luk. 18:16. Tuhan Yesus sendiri mengungkapkan perintah-Nya secara eksplisit kepada para murid dalam Matius 5:44, yaitu agar mereka mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya para murid. Musuh yang dimaksudkan pada konteks ini dapat dipahami sebagai orang yang tidak sepaham, sepandangan, sealiran, atau seagama dengan kita. Tentu hal ini tidak mudah dilakukan, akan tetapi satu-satunya alasan untuk mengasihi orang-orang tersebut ialah karena Allah juga memelihara setiap orang dalam anugerah-Nya. Dalam pengajaran Tuhan Yesus tentang kasih terdapat unsur pengakuan terhadap keterikatan umat manusia secara keseluruhan sebagai anak-anak Bapa. Kasih memikirkan yang baik bagi orang lain, bukan hanya mementingkan diri sendiri. Pengajaran Tuhan Yesus mengenai kasih mempunyai implikasi terhadap kesamaan derajat semua manusia, termasuk hak dan penghormatan yang seharusnya dimiliki. Dengan demikian, pemahaman orang Kristen tentang toleransi seharusnya tidak hanya terbatas pada kesediaan untuk bersabar terhadap praktik iman dan kepercayaan orang lain, tetapi juga memberikan penghormatan yang tulus kepada mereka yang berbeda dari kita. Dengan bertoleransi kita memberikan penghormatan terhadap hak seseorang untuk berpegang teguh pada suatu pandangan, walaupun kita tidak harus menyetujui isi pandangan itu. Berkaitan dengan teladan Tuhan Yesus, maka sebagai orang Kristen, termasuk remaja, kita memiliki dasar yang kuat untuk toleran dengan semua orang. Sebagaimana Tuhan Yesus memandang bahwa semua orang sederajat di hadapan Allah, demikianlah kita juga harus memandang bahwa semua orang apapun latar belakangnya adalah setara. Sikap Tuhan Yesus yang toleran membuka cakrawala berpikir kita untuk menerima semua orang sebagai saudara. Kita tidak boleh menjadi orang yang sombong dan merasa paling benar di antara masyakarat, entah karena beragama Kristen, atau termasuk dalam kelompok mayoritas. Sikap kasih yang diajarkan dan diperintahkan Tuhan Yesus menjadi dasar dan fondasi untuk bersikap toleran, dengan tidak membeda-bedakan sesama, dan tidak merendahkan orang yang berbeda dengan kita. K HJLDWDQ0HQGDODPLONLWDE Kegiatan ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk mendalami Alkitab dan belajar dari Alkitab bagaimana bersikap toleran terhadap orang lain. Mendalami Alkitab dilakukan dalam diskusi kelompok kecil 4-5 siswa. Ayat yang dapat dipilih antara lain: Imamat 19:33-34; Mazmur 146:9; Matius 5:44; Markus 7:24-30; Lukas 2:46; 178 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Yohanes 4:9. Guru perlu mendampingi dan memberikan penjelasan kepada siswa jika mereka mengalami kesulitan dalam berdiskusi. Setelah dikerjakan, tugas ini akan dipresentasikan di depan kelas. Kegiatan 4: Bermain Peranrole play kinerja Siswa diberikan waktu untuk mempersiapkan pementasan drama berdasarkan kisah dalam Lukas 10:30-37, Yohanes 4:1-42, Markus 7:25-30 atau cerita lain tentang bentuk sikap toleran yang berdasarkan ajaran Tuhan Yesus. Untuk itu perlu persiapan membuat naskah drama 10 menit, latihan 10 menit dan pementasan 5-7 menit. Pementasan drama dapat dilakukan pada pertemuan yang akan datang, atau pada akhir semester sebagai bentuk ujian praktik.

D. Melihat Kembali Apa yang Telah Dipelajari