92 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
2.  Tuhan Yesus pernah ditanyai oleh Yohanes Pembaptis, benarkah Yesus itu orang yang dijanjikan Allah akan datang? Yesus menjawab pertanyaan itu demikian,
“Pergilah  dan  katakanlah  kepada  Yohanes  apa  yang  kamu  dengar  dan kamu  lihat:  orang  buta  melihat,  orang  lumpuh  berjalan,  orang  kusta
menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” Mat. 11:4-5.
Tanyakan  kepada  siswa  apakah  ada  hubungan  antara  pelayanan  gereja  dengan kabar  sukacita  yang  dihadirkan  oleh  Tuhan Yesus  seperti  yang  Ia  katakan  kepada
Yohanes.
Kunci jawaban: Lewat pelayanan-Nya Tuhan Yesus membuktikan bahwa sungguh Dialah  yang  telah  dijanjikan  akan  membawakan  kabar  baik  itu.  Kabar  baik  atau
evangelion = Injil benar-benar menjadi nyata ketika orang-orang yang menderita mendapatkan  apa  yang  mereka  butuhkan:  yang  buta  dapat  melihat,  yang  lumpuh
dapat berjalan kembali, yang kusta menjadi tahir, yang tuli dapat mendengar, yang mati  bangkit  kembali,  dan  orang  miskin  mendapatkan  pertolongan  dan  dukungan.
Jadi, kabar baik itu bukanlah sekadar berita bahwa seseorang akan selamat masuk ke surga kelak bila ia sudah mati, melainkan kabar yang dapat dirasakan bahkan saat ini
juga.
Di  masa  perbudakan  di AS,  para  budak  kulit  hitam  dari Afrika  diajari  bahwa kalau mereka menurut kepada tuan-tuan mereka yang berkulit putih, nanti di surga
mereka akan memperoleh kebebasan. Ajaran ini dikritik dan diejek lewat lagu yang dibuat pada 1911:
You will eat, bye and bye, In that glorious land above the sky;
Work and pray, live on hay You’ll get pie in the sky when you die.
Artinya, “Kamu akan makan tak lama lagi,
Di negeri yang indah di surga kelak, Bekerjalah dan berdoalah, hidup dengan makan jerami
Kamu akan mendapatkan sepotong kue di surga kelak bila engkau mati.”
Inilah kritik para pejuang pembebasan untuk para budak kulit hitam itu. Pedas sekali, bukan?
D. Gereja yang Bersaksi
Ketika gereja memberikan kesaksiannya dengan benar, seringkali orang merasa tersinggung  dan  terganggu.  Ketika  Uskup Agung  Oscar  Romero  1917-1980  dari
El  Salvador  memberikan  kesaksian  bahwa  ternyata  banyak  sekali  orang  miskin di  negaranya  dan  karena  itu  gereja  harus  bertindak  membela  dan  berpihak  kepada
93
mereka,  penguasa  menjadi  marah  dan  bertekad  untuk  menyingkirkannya.  Romero ditembak  mati  pada  24  Maret  1980  sementara  ia  memimpin  kebaktian  dan  saat
mengangkat  cawan  perjamuan  kudus  untuk  memberkatinya.  Romero  meninggal sebagai seorang saksi, atau martir. Inilah topik yang kita bahas pada bagian ini.
Siswa  pertama-tama  diajak  untuk  memahami  arti  kata  “bersaksi”? Apakah  arti kata  itu  menurut  pemahaman  mereka?  Di  gereja,  seringkali  “kesaksian”  diberikan
dalam  bentuk  penceritaan  kembali  pengalaman  seseorang  yang  menggambarkan bagaimana Tuhan telah bekerja di dalam hidupnya, menolongnya menghadapi suatu
peristiwa yang berat. Misalnya, kesaksian dari seseorang yang baru saja sembuh dari sakit.  Kesaksian  seseorang  yang  kehilangan  pekerjaan,  namun  kemudian  berhasil
mendapatkan  pekerjaan  yang  lebih  baik.  Dapat  pula  berupa  kesaksian  tentang seseorang yang baru saja menjadi Kristen.
Apa yang baru saja dibahas di atas tentang gereja dan pelayanannya tidak lain adalah  kesaksian  gereja  tentang  kasih  Allah  bagi  dunia  ini.  Dalam  istilah  bahasa
aslinya, yaitu bahasa Yunani, kesaksian diterjemahkan menjadi marturia. Dari kata ini kemudian dikenal istilah “martir” atau “syuhada”, yaitu orang yang mati syahid,
meninggal karena imannya.
Dalam Kisah 6:9 – 7:60 kita menemukan kisah tentang kematian Stefanus sebagai martir. Sungguh menarik bila kita melihat bahwa kisah ini muncul langsung setelah
kisah pengangkatan Stefanus sebagai diaken atau pelayan gereja untuk tugas-tugas sosialnya. Tampaknya ada kaitan yang sangat erat antara diakonia dengan marturia,
antara  pelayanan  dan  kesaksian.  Mengapa  demikian?  Brian  Stone,  seorang  teolog Amerika, mengatakan,
“Kesaksian  kepada  syalom Allah  yang  kelak  disebut  orang  Kristen  sebagai ‘penginjilan’… dilahirkan dari persilangan kenabian antara pengharapan dan
ketidakpuasan,  undangan  dan  konfrontasi,  daya  tarik  dan  subversi.  Sungguh suatu  kerugian  besar  bagi  penginjilan  di  zaman  kita,  ketika  kesaksian  itu
kehilangan  jangkarnya  dalam  imajinasi  sosial  kenabian  Yahudi  ini  dan  di dalam  visi  penuh  pengharapan  yang  sepenuhnya  bersifat  sosial,  mengarah
kepada  dunia  ini,  yang  historis,  terarah  kepada  materi,  dan  merujuk  kepada kedamaian.”
Dengan  penjelasan  di  atas,  Stone  ingin  menunjukkan  bahwa  pelayanan  sosial yang  dilakukan  oleh  gereja  perdana  tidak  dapat  dilepaskan  dari  visi  kenabian  di
masa  Perjanjian  Lama  tentang  masyarakat  yang  adil  yang Allah  kehendaki.  Itulah sebabnya para diaken melayani orang-orang miskin dan para janda yang terlupakan.
Di satu pihak mereka memberikan pengharapan kepada banyak orang yang selama ini  tertindas.  Namun  yang  menjadi  masalah  ialah  bahwa  hal  ini  dapat  dianggap
mengganggu  tatanan  masyarakat  yang  sudah  terbentuk  selama  ini.  Pertama-tama, semakin  banyak  orang  yang  bergabung  dengan  gereja  perdana.  Bukan  hanya  itu,
sebab  di  antara  mereka  yang  ikut  bergabung  juga  terdapat  “sejumlah  besar  imam
94 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
[yang] menyerahkan diri dan percaya” 6:7. Hal ini tentu mencemaskan orang-orang Yahudi yang menolak Yesus.
Selain  itu,  tampaknya  kehadiran  orang-orang  Helenis  juga  membangkitkan pertanyaan,  apakah  mereka  harus  menjadi Yahudi  terlebih  dahulu  ataukah  mereka
dapat  langsung  menjadi  Kristen?  Saat  itu,  orang-orang  Kristen  masih  dianggap sebagai  bagian  dari  umat Yahudi.  Karena  itu,  ketika  semakin  banyak  orang-orang
Helenis  bergabung  dan  tidak  dituntut  untuk  menjadi  Yahudi  terlebih  dahulu, muncullah  kegelisahan  di  kalangan  para  pemuka  Yahudi  bahwa  para  pemimpin
Kristen ini merusakkan kaidah-kaidah keagamaan umat Yahudi. Hal ini akan dibahas lebih jauh di Kelas X, namun untuk sementara ini, kita perlu mencatat bahwa para
pemimpin Yahudi merasa risau dengan perkembangan kelompok yang baru ini, para pengikut Yesus.
Dalam  Kisah  6:11  dikatakan,  “Kami  telah  mendengar  dia  mengucapkan  kata- kata hujat terhadap Musa dan Allah.” Tuduhan para pemimpin Yahudi ini tampaknya
merujuk kepada ajaran yang berkembang di kalangan orang-orang Helenis, bahwa mereka dapat langsung menjadi Kristen tanpa harus menjadi Yahudi terlebih dahulu.
Hal  inilah  yang  dianggap  sebagai  hujat  terhadap  Musa  dan Allah. Ajaran  Stefanus dianggap  telah  melecehkan  ajaran Taurat  yang  selama  ini  menduduki  tempat  yang
utama dalam kehidupan seorang Yahudi. Itulah sebabnya, “mereka mengadakan suatu gerakan di antara orang banyak serta tua-tua dan ahli-ahli Taurat; mereka menyergap
Stefanus,  menyeretnya  dan  membawanya  ke  hadapan  Mahkamah  Agama”  Kis. 6:12. Akibatnya, Stefanus ditangkap, diadili, dan dirajam sampai mati. Stefanus pun
menjadi martir Kristen pertama.
E. Pelayanan Sosial Gereja dan Tantangannya