Gereja yang Memuridkan Kelas IX Agama Kristen BG www.divapendidikan.com

85 pemerintah yang mengurus semua itu Kita tidak perlu repot-repot. Gereja bukan badan sosial” Apakah mereka setuju dengan pendapat itu ataukah tidak? Mintalah mereka menuliskan tanggapan mereka dalam buku catatan atau dalam buku ini. Uraian Pelajaran

B. Gereja yang Memuridkan

Sebelum Tuhan Yesus meninggalkan para murid di dunia dan kembali ke surga, Ia memberikan amanat penting yang harus dilakukan oleh murid-murid-Nya. Dalam Matius 28:18-20 Tuhan Yesus berkata, 18 ”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Para murid dipanggil dan dikumpulkan oleh Tuhan untuk memuridkan bangsa- bangsa dan menjadi bagian dari Kerajaan Surga. Itulah sebabnya Tuhan menjawab, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” Kis. 1:8. Apa artinya menjadi murid Kristus? Sebagian orang mengatakan bahwa menjadi murid berarti menjadi orang Kristen. Karena itu muncullah pemahaman bahwa tugas orang Kristen adalah mengkristenkan orang lain. Hal seperti ini disebut proselitisme. Kata ini berasal dari kata “proselit”, yang berasal dari kata “proselitos” yang digunakan dalam terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani untuk “orang asing” atau “pendatang baru ke Israel”, atau “pengembara”. Dalam Perjanjian Baru, kata ini digunakan untuk orang-orang yang pindah memeluk agama Yahudi dari agama Yunani kuno. Namun sekarang, istilah ini seringkali digunakan untuk orang yang pindah agama karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi – mis. kekayaan, kedudukan, suamiistri, dan lain-lain. Atau perpindahan agama karena penipuan, pemaksaan, manipulasi emosional, ancanam, dan bahkan sogokan. Istilah “Kristen nasi” telah menjadi ejekan untuk orang-orang yang berpindah agama dengan motif- motif seperti itu. Itulah sebabnya istilah “proselit” atau “proselitisme” mendapatkan nama buruk. Paus Fransiskus pernah mengatakan, Ingatlah apa yang dikatakan Paus Benediktus XVI, “Gereja tidak bertumbuh lewat proselitisme, melainkan dengan membuat orang lain tertarik kepadanya. Dan apa yang membuat orang tertarik kepadanya adalah kesaksian kita. Menjadi seorang katekis =peserta kelas katekisasi berarti bersaksi untuk iman, hidup konsisten dalam kehidupan pribadi kita. Ini tidak mudah Kita menolong, kita memimpin orang lain kepada Yesus lewat kata-kata dan kehidupan kita, dengan kesaksian kita. Saya ingin mengingatkan apa yang 86 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti pernah dikatakan oleh St. Fransiskus dari Asisi kepada para brudernya, “Beritakanlah Injil sepanjang waktu; kalau perlu, gunakan kata-kata.” Bicara itu mudah… tetapi kesaksian harus datang pertama kali: orang harus melihat Injil, membaca Injil, di dalam kehidupan kita.” Sekadar menjadikan seseorang Kristen dengan membaptiskannya juga pernah dipahami oleh para penginjil atau misionaris pada abad-abad yang lalu. Di abad XVI dan XVII, misalnya, para misionaris di Kepulauan Maluku mengira tugas mereka cukuplah kalau mereka berhasil membaptiskan orang-orang di sana. Tidak ada tindak lanjut apapun untuk membina mereka agar memperdalam iman mereka dan mewujudkannya dalam hidup sehari-hari. Sebagai contoh, Fransiskus Xaverius, baca: Saverius, salah seorang tokoh dan misionaris penting di Gereja Katolik Roma, pergi untuk memberitakan Injil di Maluku. Pada akhir April 1547 ia ke Ambon dan bertemu dengan sejumlah temannya di sana. Namun pada 15 Mei ia meninggalkan Ambon. Ia tiba di Malaka sekarang di negara Malaysia pada Juli 1547. Dalam kunjungannya yang sangat singkat di Ambon, Xaverius berusaha mengabarkan Injil. Ia segera berkunjung ke beberapa rumah orang Portugis dan orang-orang Kristen di desa-desa sekitarnya, yaitu Tawiri dan Hukunalo. Ia ditemani oleh seorang anak remaja yang menjadi penerjemahnya dan beberapa rekannya yang masih muda. Bila ada orang yang sakit atau anak-anak yang ingin dibaptis, Xaverius akan masuk ke rumah itu dan mendoakan mereka. Anak-anak muda yang menemaninya akan mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli dan Dasa Titah dalam bahasa Melayu. Xaverius kemudian membacakan beberapa ayat dari Injil untuk orang yang sakit, dan kemudian membaptiskan anak-anak yang terlahir sejak kematian imam mereka sebelumnya. Apakah orang-orang desa itu mengerti bahasa Melayu? Tampaknya tidak. Apakah ia berhasil menjadikan orang-orang desa itu pengikut Kristus? Juga tidak. Mereka memang dibaptiskan dan menjadi Kristen. Tetapi, apa artinya menjadi seorang Kristen, tidak mereka pahami dengan benar, karena pendidikan iman Kristen yang mereka terima sangat sedikit dan terbatas pada “Pengakuan Iman Rasuli” dan “Dasa Titah”. Bahkan Alkitab pun tidak mereka kenal. Penduduk umumnya buta huruf dan tidak dapat membaca. Jadi, ajaran tentang iman Kristen yang mereka terima dan pahami hanya sedikit sekali. Tidak mengherankan apabila kehidupan mereka pun tidak banyak berubah setelah mereka dibaptiskan. Akibatnya, perintah Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa di dunia murid-murid-Nya, tidak menjadi kenyataan. Padahal seorang Kristen tidak dapat disebut Kristen apabila ia tidak memperlihatkan semua yang telah Tuhan Yesus ajarkan kepadanya di dalam kelakuannya sehari-hari. Salah satu hal yang dilakukan oleh orang-orang Kristen perdana untuk menunjukkan bahwa mereka adalah murid-murid Tuhan Yesus adalah menyatakan kasih mereka kepada siapapun juga. Inilah yang dikatakan oleh Paus Fransiskus sebagai kesaksian lewat perbuatan. Gereja perdana menjadi besar bukan terutama melalui khotbah-khotbah saja, melainkan karena kehidupan orang Kristen sehari-hari 87 yang membuka dirinya terhadap orang-orang yang tersingkirkan dari masyarakat umumnya. Bagaimana dengan gereja-gereja di masa kini? Di India ada sekelompok orang yang disebut “Dalit”. Mereka adalah orang-orang yang tidak berkasta dan tidak boleh disentuh karena dianggap haram, najis, dan dapat menyebabkan noda pada diri yang melakukannya. Begitu najisnya kaum Dalit ini sehingga mayoritas masyarakat India bahkan tidak rela makanannya disediakan oleh seorang Dalit, karena makanan itu dianggapnya akan tercemar. “Kita dapat menyentuh kucing, anjing, atau binatang apapun, namun menyentuh orang-orang ini adalah polusi,” kata G.K. Gokhale. Orang-orang Dalit telah berabad-abad ditindas dan disingkirkan dalam sistem kasta India. Mahatma Gandhi, tokoh pendiri India, pernah menyebut Dalit dengan istilah “Harijan” atau “anak-anak Tuhan”. Namun kaum Dalit sendiri menolak istilah ini karena tidak menyelesaikan masalah dan penderitaan yang mereka alami. Jumlah mereka sangat besar – sekitar 240 juta di antara lebih dari 1 miliar penduduk India. Banyak dari kaum Dalit ini yang menjadi Kristen, dengan harapan bahwa mereka akan diterima sepenuhnya dan tidak akan didiskriminasikan lagi. Namun sayangnya, banyak orang Kristen India yang masih terkungkung dalam ikatan-ikatan kasta dan tidak dapat menerima kaum Dalit sepenuhnya. Akibatnya, orang-orang Dalit kembali mendapatkan perlakuan diskriminatif di gereja. Pastor Yesumariya, dari Gereja Katolik Roma di India mengatakan, “Di Tamil Nadu, lebih dari 70 umat Katolik berasal dari latar belakang Dalit. Tetapi hanya 4 dari 18 uskup kami yang berasal dari komunitas Dalit Kristen.” Dari sini jelas bahwa Gereja perlu bekerja lebih keras untuk membuat orang-orang Kristen menerima kaum Dalit dan pada akhirnya menghilangkan sistem kasta dari seluruh masyarakat India. Diskriminasi seperti yang dialami oleh kaum Dalit di India masih dapat kita temukan hingga sekarang di berbagai tempat di dunia. Di Jepang ada sekelompok yang disebut Burakumin yang didiskriminasikan karena status mereka yang rendah. Mereka bekerja di bidang-bidang yang tidak disukai orang karena dianggap kotor, seperti menangani jenazah, tukang sampah, penyamak kulit dan pembuat berbagai barang dari kulit, dan lain-lain. Di Papua selama bertahun-tahun masyarakatnya menderita karena terabaikan dan terlupakan oleh pemerintah pusat. Wilayahnya sangat kaya dengan sumber alamnya, namun mayoritas penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan, karena kekayaan alamnya dinikmati oleh segelintir orang saja. Menyadari keadaan ini, Gereja Kristen Injili di Tanah Papua dan Gereja KINGMI Kemah Injil Gereja Indonesia telah lama menyuarakan praktik-praktik ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat Papua. Pada 2012, Pdt. Alberth Yoku yang saat itu menjabat sebagai ketua Sinode GKI di Tanah Papua, mengatakan, “Selama ini kami berusaha untuk menyampaikan masalah- masalah Papua ke Dewan Gereja[-gereja se-Dunia]. Memang masalah HAM berat untuk diperjuangkan. Tapi, jangan lelah untuk tetap memperjuangkannya.” 88 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Kegiatan 1 Pada bagian ini guru mengajak siswa untuk memahami bagaimana iman mereka dikaitkan dengan kenyataan dan tantangan hidup sehari-hari, bagaimana menjadi seorang Kristen harus nyata dalam kesaksian hidupnya kepada orang lain. Guru hendaknya mengajak siswa untuk melihat bagaimana Tuhan Yesus sendiri menunjukkan betapa pentingnya hidup sesuai dengan apa yang diyakini atau bagaimana mewujudkan nama yang kita imani itu dalam perbuatan sehari-hari. Di sini guru dapat menyinggung kata-kata dalam Yakobus 2:17 “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” 1. Apakah yang dimaksudkan dengan “Pengakuan Iman Rasuli” dan “Dasa Titah” itu? Dapatkah kamu menyebutkannya di luar kepala? Kunci jawaban: Pengakuan Iman Rasuli adalah ringkasan ajaran atau dogma Kristen yang telah diwariskan sejak masa gereja perdana. Meskipun namanya “rasuli”, para pakar sepakat bahwa pengakuan iman ini tidak dirumuskan oleh para rasul, yaitu murid-murid Tuhan Yesus. Sebagian berpendapat bahwa pengakuan ini berasal dari Gaul, sebuah daerah di Prancis. Pengakuan ini terdiri atas beberapa bagian yaitu: 1 pengakuan tentang Allah Bapa, 2 pengakuan tentang Allah Anak, dan 3 pengakuan terhadap Roh Kudus dan pekerjaan-Nya di dalam gereja dan kehidupan orang percaya gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengharapan akan kebangkitan daging atau orang mati, dan hidup yang kekal. Dasa Titah adalah ringkasan dari hukum Taurat yang diberikan Tuhan kepada Musa. Dalam kesepuluh hukum ini kita menemukan hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan Hukum I – IV dan hukum- hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya Hukum V – X. Dari sini tampak bahwa hubungan manusia dengan sesama lebih diutamakan daripada hubungan dengan Tuhan. Artinya, hubungan dengan Tuhan mestinya diperlihatkan oleh orang percaya dalam kehidupannya bersama dengan sesama dalam bentuk kepedulian kepada sesama, menegakkan keadilan dan kebenaran. Pengakuan Iman Rasuli, Dasa Titah, dan Doa Bapa Kami adalah tiga unsur utama yang diajarkan oleh para misionaris kepada orang-orang Kristen di masa lampau ketika kebanyakan dari orang-orang ini umumnya tidak dapat baca. 2. Guru kemudian menanyakan bagaimana konsep “menjadi murid Yesus” dipahami di lingkungan gereja siswa. Apa kriteria yang digunakan? Dalam Matius 7: 21, Tuhan Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Kata-kata-Nya ini menunjukkan betapa iman harus menjadi nyata dalam perbuatan kita sehari-hari. Apabila kita mengaku bahwa kita adalah murid-murid Kristus, maka pengakuan itu harus diperlihatkan dalam buah-buah yang baik. Seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, 89 “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” Mat. 7:17-18. Kunci jawaban Seringkali orang keliru memahami bahwa menjadi Kristen berarti hanya sebatas dibaptiskan dan pergi ke gereja saja. Apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus tidaklah demikian. Semua itu hanyalah menjalankan ritual saja, belum mencerminkan kehidupan Kristen yang sesungguhnya, yaitu mewujudkan iman itu di dalam praktik kehidupan sehari-hari. 3. Dalam pertanyaan selanjutnya, guru menanyakan apa kaitan ucapan Tuhan Yesus di atas dengan pembahasan kita mengenai keterlibatan gereja dan orang Kristen dalam menolong orang lain. Mintalah siswa mendiskusikan masalah ini dengan teman sebangku mereka, lalu menuliskan hasilnya pada buku tulis atau buku pelajaran mereka. Kunci jawaban: Dalam bagian ini, siswa diingatkan akan tugas sosial gereja. Gereja hadir bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk dunia sekitarnya juga. Sangat disayangkan bahwa banyak gereja melupakan hal ini. Ini dapat dilihat misalnya dari berapa banyak anggaran yang disediakan gereja untuk pelayanannya kepada masyarakat di sekitarnya. Seringkali kita mendengar argumen, “Orang Kristen sendiri masih banyak yang belum dilayani. Gereja sendiri masih membutuhkan banyak dana untuk kegiatannya sehari-hari.” Dengan argumen ini, lalu gereja dan banyak orang Kristen membenarkan keputusannya untuk kurang atau bahkan sama sekali tidak memberikan perhatian kepada orang lain, khususnya mereka yang ada di sekitar dan di luar gereja. Kita tidak dapat menunggu sampai semua urusan dan kebutuhan gereja dipenuhi, baru kita melayani orang lain, karena kebutuhan gereja akan selalu ada.

C. Gereja yang Melayani