46 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
Karena itulah pada sekitar tahun 50 M. diadakan persidangan di Yerusalem yang dikenal sebagai Konsili Yerusalem atau Konferensi Apostolik. Pada akhir
persidangan itu dicapai kesepakatan untuk memberlakukan peraturan minimal untuk orang Kristen, yaitu: mereka harus menjauhkan diri dari
1 makanan yang dipersembahkan kepada berhala, 2 darah,
3 daging binatang yang mati dicekik, dan 4 percabulan Kis. 15:29.
Keempat peraturan ini sudah dianggap cukup untuk seorang Kristen, sehingga menjadi Kristen tidak berarti menjadi Yahudi terlebih dahulu.
Setelah Konsili di Yerusalem ini terjadi pula kesepakatan di antara para rasul, yaitu bahwa Paulus akan pergi memberitakan Injil di kalangan orang-orang bukan
Yahudi, sementara Petrus dan Yakobus akan tetap melayani di antara orang-orang Yahudi.
C. Perpecahan-perpecahan Berikutnya
Perpecahan yang diselesaikan di konferensi di Yerusalem itu bukanlah yang terakhir. Kita menemukan banyak perpecahan lainnya sesudah itu. Di Korintus
terjadi perpecahan gereja ketika orang-orang saling berkelompok berdasarkan rasul- rasul tertentu. Inilah apa yang disebut sebagai ”kultus individu”. Berikut ini adalah
sebuah contoh tentang ”kultus individu”.
Di Haiti, pernah berkuasa seorang diktator yang bernama François Duvalier 1907-1971. Duvalier, seorang dokter, yang kemudian disapa sebagai Papa Doc,
dengan sengaja membangun pemujaan atas dirinya dan mengklaim dirinya sebagai perwujudan bangsanya. Ia membangkitkan tradisi voudu penyembahan roh-roh,
dan menjadikannya alat untuk membangun kekuasaannya. Ia juga menyebut dirinya sebagai seorang houngan, atau pendeta voudu. Ia membangun propaganda kekuasaan
dan mengangkat dirinya sebagai Bapak Bangsa dan mengatakan, ”Papa Doc adalah satu dengan loa roh-roh dalam voudu Haiti, Yesus Kristus, dan Allah sendiri.” Salah
satu gambar yang paling terkenal tentang dirinya ialah ketika ia tampil sedang duduk, dengan patung Yesus Kristus dengan tangan-Nya yang diletakkan di bahunya, dengan
tulisan ”Aku Yesus telah memilih dia”. Hal-hal seperti ini juga terjadi terhadap sejumlah pemimpin agama dan pendeta, bukan?
Kultus individu atau pengagung-agungan seorang tokoh tertentu – bahkan tokoh pendiri gereja sekali pun – sangat berbahaya. Orang tidak lagi dapat bersikap kritis
terhadap tokoh-tokoh itu. Semua yang dikatakan dan dilakukannya dianggap benar. Kita tidak diajarkan menyembah tokoh-tokoh itu, melainkan Allah yang kita kenal
melalui Tuhan Yesus Kristus. Namun justri inilah yang terjadi. Di Korintus muncul orang-orang yang membanggakan dirinya sebagai anggota golongan Paulus, Apolos,
Kefas Petrus, atau bahkan Kristus Masing-masing menganggap pemimpinnya lebih hebat daripada yang lain. Nah, siapakah dari mereka yang paling hebat?
Paulus menjelaskan, tidak satupun Sungguh keliru bila kita membanggakan diri
47
kita berdasarkan tokoh-tokoh pemimpin yang mendirikan gereja kita, karena, kata Paulus, ” Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau
adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?” 1 Kor. 1:13
Kultus individu kerap terjadi karena adanya halo effect dalam sikap kita terhadap orang lain.
+DOR HIIHFW adalah kecenderungan manusia untuk memandang baik terhadap orang lain yang sering terjadi karena pengalamannya yang baik di masa lalu
atau dalam perjumpaannya yang pertama dengan orang itu.”Halo” adalah lingkaran putih yang biasanya sering kita temukan dalam gambar-gambar orang suci di Eropa.
Dengan halo effect, kita cenderung untuk menganggap apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang selalu benar, semuanya baik dan bagus. Tidak ada keburukannya
sedikit pun.
Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus mengingatkan kita agar kita tidak melakukan kultus individu, bahkan terhadap dirinya sekalipun. Kita harus sadar
bahwa bahkan para pemimpin agama dan pendeta-pendeta yang paling terkenal pun adalah manusia biasa. Bahkan ada sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berbunyi, ”Di dalam diri setiap orang kudus terdapat seorang berdosa.”
Perpecahan lainnya yang terjadi di Korintus ialah ketika anggota-anggota jemaat di sana membangga-banggakan diri mereka berdasarkan karunia-karunia roh yang
mereka miliki 1 Kor. 12:9-27. Ada yang membanggakan karunia untuk mengadakan mujizat, membedakan bermacam-macam roh, berkata-kata dengan bahasa roh,
menafsirkan bahasa roh, dan lain-lain. Paulus menegur jemaat di Korintus dan membandingkan mereka dengan tubuh kita. Sama seperti tubuh yang mempunyai
berbagai anggota dengan tugas dan peranannya masing-masing, setiap orang diberi karunia untuk menjalankan tugas dan peranannya yang berbeda-beda dan saling
melengkapi. Karena itu sungguh keliru bila mereka lalu saling menganggap sesama mereka lebih rendah dan tidak berguna.
Contoh yang diberikan Rasul Paulus, bahwa seluruh gereja itu serupa dengan tubuh manusia yang harus saling bekerja bersama-sama, sungguh baik sekali. Di
zaman modern, muncul seorang pakar sosiologi yang bernama Talcott Parsons 1902- 1979, yang mengembangkan yang disebutnya sebagai ”Teori Sistem”. Dengan Teori
Sistem, Parsons membandingkan sebuah masyarakat atau organisasi dengan sebuah organisme yang hidup. Masing-masing bagiannya, walaupun berbeda-beda, bekerja
untuk tujuan yang sama. Masing-masing akan berusaha melindungi dan menolong yang lain. Sebagai seseorang yang berlatar belakang biologi, Parsons dengan mudah
dapat membayangkan organisasi sebagai tubuh manusia, yang bagian-bagiannya bekerja untuk menjaga keseimbangan. Bila penyakit menyerang, seluruh unsur
dalam tubuh akan bekerja bersama-sama untuk melawannya dan mengembalikan keseimbangan pada tubuh itu.
Sungguh menarik bila kita membandingkan teori Parsons dalam sosiologi ini yang ternyata sangat mirip dengan pemikiran Paulus pada masa gereja perdana.
48 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti
Mungkin tidak begitu mengherankan apabila kita mengetahui bahwa ayah Talcott Parsons sendiri adalah seorang pendeta gereja Kongregasional di AS, dan kemudian
menjadi dosen bahasa Inggris.
Perpecahan-perpecahan berikutnya terjadi antara Gereja Timur Gereja Katolik Timur atau Gereja Ortodoks dengan Gereja Barat Gereja Katolik Roma pada
tahun 1054. Perpecahan itu terjadi ketika gereja-gereja di Timur merasa bahwa Gereja Barat telah menambahkan kata
¿OLRTXH dalam pengakuan Iman Nicea- Konstantinopel, sehingga kata-kata ”Kami percaya kepada Roh Kudus, yang keluar
dari Sang Bapa dan Sang Anak”. Kata-kata ”dan Sang Anak” dirasakan oleh Gereja Timur sebagai pelecehan terhadap Roh Kudus dan menjadikan-Nya lebih rendah dan
tidak lagi sejajar dengan Sang Anak. Hal inilah yang menyebabkan Gereja Timur – yang belakangan dinamai sebagai Gereja Ortodoks -- kemudian memisahkan diri dari
Gereja Barat yang menjadi Gereja Katolik Roma.
Perpecahan lebih lanjut terjadi pada tahun 1517 ketika Martin Luther memakukan 95 dalilnya di pintu gereja di Wittenberg yang isinya mengkritik praktik-praktik yang
dilakukan oleh Gereja Katolik saat itu, seperti penjualan surat-surat pengampunan dosa, pengumpulan relikui-relikui orang-orang kudus untuk meningkatkan
kesempatan untuk lepas dari api penyucian, dan lain-lain.
Perpecahan-perpecahan lainnya terjadi terus terutama ketika terjadi perbedaan pemahaman tentang ajaran ataupun praktik ibadah dan organisasi gereja. Dari sini
kita dapat melihat bahwa perpecahan-perpecahan gereja tidak selamanya bersifat teologis. Ada kalanya perpecahan itu terjadi karena hubungan-hubungan yang buruk
di antara para pemimpinnya, yang kemudian begitu saja keluar dan mendirikan gereja baru.
Kegiatan 3
Dalam kegiatan ini, guru mengajak siswa untuk melakukan pengamatan terhadap kehidupan gereja mereka masing-masing atau juga gereja-gereja yang lain. Seberapa
jauh pengalaman perpecahan di gereja Korintus juga terdapat di kalangan gereja- gereja itu? Daftar sumber perpecahan di Korintus sebetulnya masih banyak lagi. Kita
dapat mencoba merincinya dari Surat 1 Korintus saja sbb.:
a. Perpecahan dalam jemaat 1:10-4:21. b. Praktik-praktik asusila 5:1-13.
c. Masalah perkawinan sejumlah anggota jemaat dengan orang-orang yang bukan
Kristen 7:1-40. d. Masalah daging yang dipersembahkan kepada berhala 8:1-11:1.
e. Masalah-masalah dalam peribadahan: perempuan yang tidak mengenakan tutup kepala, perjamuan kasih yang dilakukan tanpa memedulikan orang-orang yang
datang belakangan, pemahaman yang keliru tentang perjamuan kudus 11:2-34. f. Karunia-karunia Roh 12:1-31; 14:1-40.
g. Ajaran Kristen tentang kebangkitan orang mati 15:1-58. h. Dan lain-lain.
49
Nah, apakah masalah-masalah di atas dapat ditemukan di gereja-gereja para siswa? Atau dapatkah mereka menemukan masalah-masalah lain? Apa yang menyebabkan
munculnya masalah-masalah tersebut? Ajaklah mereka mendiskusikannya
D. Gereja di Indonesia