61
Black 61 C
y a
n 6
1
yang diberi tugas untuk melaksanakan Piagam Persetujuan 19 Mei 1950 tersebut. Panitia bersama
ini secara khusus bertugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan.
Pada tanggal 14 Agustus 1950, parlemen dan senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-
Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Repu- blik Indonesia. Badan pekerja KNIP di Yogyakarta
sudah menyetujui Rancangan UUDS tersebut pada tanggal 12 Agustus 1950.
Dalam rapat parlemen dan senat RIS pada tang- gal 15 Agustus 1950, Presiden RIS Soekarno mem-
bacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga, Presiden
Soekarno menerima kembali jabatan Presiden Re- publik Indonesia dari Mr. Asaat pemangku jabatan
sementara Presiden Republik Indonesia. Dengan demikian berakhirlah Negara Indonesia Serikat.
Negara kesatuan yang dicita-citakan bangsa Indo- nesia dan yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 kembal i terwujud. Dalam praktiknya, RIS hanya berumur delapan
bulan. Konstitusi RIS diganti dengan Undang- Undang Dasar Sementara 1950 UUDS 1950. UUDS
ini berlaku sampai Dekrit Presiden tahun 1959. De- ngan terbentuknya NKRI terwujudlah cita-cita Pro-
klamasi 17 Agustus 1945, yaitu mendirikan negara kesatuan.
2 .2 .3 Masa Dem ok r asi Lib er al
Setelah kembali ke bentuk negara kesatuan pa- da tahun 1950, Indonesia menganut sistem peme-
rintahan parlementer dengan kabinet ministerial. Pemerintahan parlementer ini mewarnai kehidup-
an demokrasi liberal dari tahun 1950 - 1959. Selain itu, Undang-Undang Dasar RIS diganti dengan
Undang-Undang Dasar Sementara1950 UUDS.
A. Peristiwa politik
a. a.
a. a.
a. Ketidakstabilan politik Ketidakstabilan politik
Ketidakstabilan politik Ketidakstabilan politik
Ketidakstabilan politik Pada masa pemerintahan demokrasi liberal, di
tanah air muncul banyak partai. Partai-partai ter- sebut antara lain PNI, Masyumi, NU, PKI, PSI, Mur-
ba, PSII, Partindo, Parkindo, dan Partai Katolik. Dalam perkembangan selanjutnya, demokrasi
liberal yang ditandai dengan banyak partai ter- nyata tidak menguntungkan bangsa Indonesia.
Sistem multi partai tersebut menimbulkan persa- ingan antargolongan. Persaingan itu menjurus ke
arah pertentangan golongan. Akibatnya, kehidup- an bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara men-
jadi terganggu. Masing-masing partai hanya mau mencari kemenangan dan popularitas partai dan
pendukungnnya. Oleh karena itu, sistem multi par- tai pada waktu itu justru mengakibatkan ketidak-
stabilan politik Indonesia. Ketidakstabilan politik juga diwarnai jatuh ba-
ngunnya kabinet karena antara masing-masing partai tidak ada sikap saling percaya. Sebagai bukti
dapat dilihat serentetan pergantian kabinet dalam waktu yang relatif singkat berikut ini.
Kabinet Natsir September 1950 - Maret 1951. Kabinet Sukiman April 1951 - Februari 1952.
Kabinet Wilopo April 1952 - Juni 1953. Kabinet Ali Sastroamijoyo I Juli 1953 - Agus-
tus 1955. Kabinet Burhanuddin Harahap Agustus 1955
- Maret 1956 Kabinet Ali Sastroamijoyo II Maret 1956 -
Maret 1957. Kabinet Juanda Maret 1957 - Juli 1959.
Silih bergantinya kabinet dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan ketidakpuasan peme-
rintahan daerah. Karena pemerintahan pusat si- buk dengan pergantian kabinet, daerah kurang
mendapat perhatian. T untutan-tuntutan dari da- erah ke pusat sering tid ak dikabulk an. Situasi
semacam ini menyebabkan kekecewaan dan keti- dakpuasan daerah terhadap pusat. Situasi ini me-
nyebabkan munculnya gejala provinsialisme atau sifat kedaerahan.
Gejala tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Gejala provinsialisme akhir-
nya berkembang ke separatisme atau usaha memi- sahkan diri dari pusat. Gejala tersebut terwujud
dalam berbagai macam pemberontakan, misalnya PRRI atau Permesta.
Ketidakstabilan politik pada waktu itu juga di- sebabkan oleh adanya pertentangan di antara para
politisi dan TNI Angkatan Darat. Hal ini tampak dalam peristiwa 17 Oktober 1952. Pada tanggal 17
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Gambar 2.2.2 Mohammad Hatta menyerahkan mandat
sebagai Perdana Menteri RIS kepada Presiden Soekarno di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950 setelah Negara
Kesatuan Republik Indonesia terbentuk.
Di unduh dari : Bukupaket.com
62
Black 62 C
y a
n 6
2
Oktober 1952, pimpinan TNI Angkatan Darat dan Kepala Staf Angkatan Perang menghadap Presiden.
Mereka meminta pemerintah membubarkan parle- men dan membentuk parlemen baru. Menurut pi-
hak TNI AD, parlemen telah mencoba mencampuri urusan intern TNI AD.
Bersamaan dengan itu juga terjadi demonstrasi di luar istana yang menuntut pembubaran parle-
men. Demonstrasi semacam itu tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di Bandung.
Ketidakstabilan politik dalam negeri sangat mengganggu kehidupan bidang-bidang ekonomi,
pendidikan, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, masa pembangunan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan kondisi politik yang stabil dan mantap mutlak diperlukan.
b. b.
b. b.
b. Pemilu I Pemilu I
Pemilu I Pemilu I
Pemilu I Pemilihan Umum Pemilu sudah direncana-
kan oleh pemerintah, tetapi program ini tidak sege- ra terwujud. Karena usia kabinet pada waktu itu
relatif singkat, persiapan-persiapan secara intensif untuk program tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Pemilu merupakan wujud nyata pelaksanaan de- mokrasi.
Pemilu I di Indonesia dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap. Pemilu I yang dise-
lenggarakan pada tahun 1955 dilaksanakan dua ka- li, yaitu:
tanggal 29 September 1955 untuk memilih ang- gota Dewan Perwakilan Rakyat atau Parlemen,
tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih ang- gota Dewan Konstituante Dewan Pembentuk
Undang-Undang Dasar. Secara serentak dan tertib seluruh warga ne-
gara yang mempunyai hak memilih mendatangi tempat pemungutan suara untuk menentukan pi-
lihannya. Pemilu berjalan lancar dan tertib. Empat partai yang muncul sebagai pemenang dalam Pe-
milu pertama adalah: Partai Nasional Indonesia PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama NU, dan Partai
Komunis Indonesia PKI. Kabinet yang terbentuk setelah Pemilu I adalah
Kabinet Ali Sastroamijoyo II Maret 1956. Kabinet baru ini mendapat tantangan dari berbagai pihak, mi-
salnya dari PKI dan PSI. Kabinet Ali ini mendapat kepercayaan penuh dari Presiden Soekarno. Hal ini
sangat kentara dari pidatonya di depan Parlemen pada tanggal 26 Maret 1956, yang menyebut kabi-
net ini sebagai titik tolak dari periode planning dan investement.
Kabinet Ali Sastroamijoyo II ini pun tidak lama, kemudian jatuh. Beberapa kesulitan yang dihadapi,
misalnya berkobarnya semangat anti Cina dan adanya kekacauan di daerah-daerah. Pengganti Ka-
binet Ali adalah Kabinet Juanda atau Kabinet Karya. Kabinet Juanda pun tidak mampu meredakan
‘suhu’ politik pada masa itu yang semakin mema- nas. Suhu politik yang terus memanas tersebut an-
tara lain disebabkan oleh perselisihan antarpartai dan gejolak-gejolak yang terjadi di berbagai daerah.
Situasi politik semakin tidak stabil setelah Konsti- tuante tidak mampu atau gagal menunaikan tugas
yang diembannya. Konstituante gagal merumus- kan Undang-Undang Dasar baru.
Menurut Presiden Soekarno, ketidakstabilan politik dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi ne-
gara pada waktu itu disebabkan oleh adanya ba- nyak partai. Oleh karena itu, demi keselamatan
negara, Presiden Soekarno menga jukan konsepsi baru, yaitu demokrasi terpimpin. Konsepsi ini diajukan
oleh Presiden Soekarno di hadapan para pemimpin partai dan tokoh masyarakat di Istana Merdeka
pada tanggal 21 Februari 1957. Konsepsi ini mendapat reaksi keras dari ber-
bagai pihak. Akibatnya, muncul berbagai macam gerakan separatis, misalnya, Dewan Banteng Su-
matera Tengah, Dewan Garuda Sumatera Selat- an, dan Dewan Manguni Sulawesi Utara.
Gambar 2.2.3 Selain di Jakarta, di Bandung juga terjadi
demonstrasi menuntut pembubaran parlemen. Tampak rakyat sedang berdemonstrasi pada bulan November 1952.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 2
Gambar 2.2.4 Partai-partai peserta pemilu I
yang diselenggarakan pada tahun 1955.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Di unduh dari : Bukupaket.com
63
Black 63 C
y a
n 6
3
Ketidakberhasilan Konstituante dalam menja- lankan tugasnya mendorong pemerintah untuk se-
gera bertindak agar kekacauan politik dapat segera diatasi. Presiden Soekarno berpidato di depan kons-
tituante pada tanggal 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-
Undang Dasar 1945. Anjuran ini rupanya meru- pakan pemenuhan kehendak rakyat, yang telah
disampaikan kepada pemerintah. Anjuran ini ke- mudian diwujudkan dalam Dekrit Presiden tang-
gal 5 Juli 1959. c.
c. c.
c. c.
Politik luar negeri bebas aktif Politik luar negeri bebas aktif
Politik luar negeri bebas aktif Politik luar negeri bebas aktif
Politik luar negeri bebas aktif Sesudah Perang Dunia II, politik dunia ditandai
oleh munculnya dua kekuatan yang saling berten- tangan, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Ke-
dua kekuatan itu mempunyai sistem politik dan bentuk pemerintah yang berbeda. Kedua kekuatan
saling bertentangan dan berlomba menyusun dan mengembangkan kekuatan secara politis maupun
militer. Situasi pertentangan ini disebut perang di- ngin. Masing-masing pihak menuntut supaya se-
mua negara di dunia memilih salah satu blok, Blok Barat atau Blok Timur.
Republik Indonesia bukan penganut politik luar negeri netral karena menolak untuk mengaitkan
dirinya kepada negara atau kekuatan mana pun. Politik dan sikap Indonesia dilandaskan kepada
kemerdekaan dan bertujuan untuk memperkuat perdamaian. Terhadap dua blok kekuatan raksasa
dunia yang bertentangan itu, Indonesia tidak mau memilih salah satu pihak.
Indonesia menganut “politik bebas aktif ”. Be- bas berarti Indonesia mengambil jalan sendiri da-
lam menghadapi masalah-masalah internasional. Dengan aktif dimaksudkan bahwa Indonesia beru-
saha sekuat-kuatnya untuk memelihara perdamai- an dan meredakan pertentangan-pertentangan.
Hal ini sesuai dengan cita-cita PBB. Contoh konkret ditunjukkan oleh Perdana Men-
teri Ali Sastroamidjojo yang memandang perlunya kerja sama bangsa-bangsa Asia dan Afrika. Pada
masa demokrasi liberal ini, pemerintah Indonesia berhasil melaksanakan Konferensi Asia - Afrika di
Bandung pada bulan April 1955. Konferensi Asia Afrika akan dibahas pada bab 7 buku ini.
d. d.
d. d.
d. Berbagai gangguan keamanan dalam negeri Berbagai gangguan keamanan dalam negeri
Berbagai gangguan keamanan dalam negeri Berbagai gangguan keamanan dalam negeri
Berbagai gangguan keamanan dalam negeri pada masa 1950–1959
pada masa 1950–1959 pada masa 1950–1959
pada masa 1950–1959 pada masa 1950–1959
Menjelang bergabungnya RIS dan RI menjadi negara kesatuan, terjadi beberapa pemberontakan
di berbagai daerah. Latar belakang pemberontakan adalah ketidakpuasan terhadap pembentukan RIS,
reaksi terhadap pembubaran RIS, dan ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemberon-
takan tersebut didalangi oleh Belanda dibantu oleh orang-orang Indonesia yang menjadi kaki tangan
Belanda dan gerombolan tertentu. Mereka ingin merongrong persatuan dan kesatuan Indonesia.
Gangguan keamanan tersebut terwujud dalam berbagai macam bentuk aksi atau pemberontakan,
antara lain: APRA, pemberontakan Andi Azis, RMS, PRRI, dan Permesta.
1. Pemberontakan APRA
Pembentukan APRIS menimbulkan ketegangan yang berujung pada pertumpahan darah. Di ka-
langan TNI ada keengganan untuk bekerja sama dengan tentara bekas KNIL. Pihak KNIL juga me-
nuntut agar bekas kes atuan KNIL d itetapkan se- bagai alat negara bagian. Ketegangan itu ditambah
pertentangan politik antara kelompok yang ingin mempertahankan bentuk negara bagian dan ke-
lompok yang menginginkan negara kesatuan. Di Bandung, gerakan yang menamakan diri se-
bagai “Angkatan Perang Ratu Adil” memberikan ultimatum kepada pemerintah RIS dan Negara Pa-
sundan untuk diakui sebagai Tentara Pasundan. Mereka juga menolak rencana penggabungan Ne-
gara Pasundan dengan Republik Indonesia. Ultima- tum itu tidak ditanggapi pemerintah RIS.
Gambar 2.2.5 Pasukan APRA pimpinan Westerling pada
tanggal 23 Januari 1950 menyerang kota Bandung.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Pada pagi hari tanggal 23 Januari 1950, gerom- bolan APRA menyerang kota Bandung. Pemimpin
gerombolan ini adalah Kapten Raymond Wester- ling. Kapten Westerling ini pada bulan Desember
1946 memimpin pembunuhan massal terhadap rakyat Sulawesi Selatan. Anggota APRA terdiri dari
bekas KNIL, pasukan payung, dan polisi Belanda. Mereka membunuh setiap anggota TNI yang mere-
ka temui. Untuk menghadapi gerombolan APRA, peme-
rintah RIS mengirimkan pasukan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tanggal 23 Januari 1950 itu
juga gerombolan APRA mundur dari Bandung. Da- lam suatu pertempuran di daerah Pacet 24 Januari
1950, pasukan TNI dapat menghancurkan sisa-sisa gerombolan APRA. Di Bandung diadakan pember-
sihan. Mereka yang terlibat gerakan APRA ditang- kap, termasuk beberapa tokoh Negara Pasundan.
Westerling sendiri melarikan diri ke Jakarta.
Di unduh dari : Bukupaket.com
64
Black 64 C
y a
n 6
4
Di Jakarta, Westerling berencana menangkap Sri Sultan Hamengkubuwono IX menteri perta-
hanan, Mr. A. Budiardjo, Kolonel TB. Simatupang. Rencana itu dapat digagalkan. T ernyata tokoh di
balik rencana itu adalah Sultan Hamid II. Oleh ka- rena itu, Sultan Hamid II kemudian ditangkap. Se-
mentara itu, Westerling kabur ke luar negeri. 2. Pemberontakan Andi Aziz
Andi Azis adalah Letnan Ajudan Wali Negara
Negara Indonesia Timur. Pada tanggal 30 Maret 1950, bersama dengan satu kompi anak buahnya
diterima ke dalam APRIS. Ia diangkat sebagai ko- mandan kompi dengan pangkat Kapten. Beberapa
hari setelah pelantikan, Andi Azis bersama pasu- kannya dan didukung Batalyon KNIL yang tidak
masuk APRIS mengadakan pemberontakan. Latar belakang dari pemberontakan ini adalah
sikap Andi Azis yang menolak masuknya pasukan- pasukan APRIS dari TNI ke Sulawesi Selatan. Andi
Azis menuntut agar pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di
daerah NIT. Ia menentang dan menghalangi masuk- nya pasukan APRIS dari TNI dari Jawa yang dipim-
pin Mayor Worang. Ia juga meny atakan bahwa
Negara Indonesia Timur harus tetap dipertahan- kan.
Bersama pasukan yang dipimpinnya, Andi Azis menawan Letkol Achmad Yusuf Mokoginta
Pejabat Panglima Teritorium Indonesia Timur be- serta seluruh stafnya.
3. Pemberontakan RMS Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil yang
pada waktu itu menjabat sebagai jaksa agung Ne- gara Indonesia Timur diam-diam pergi ke Ambon
setelah gagal mendalangi pemberontakan Andi Azis. Di Ambon, ia berhasil mempengaruhi ang-
gota-anggota KNIL untuk membentuk Republik Maluku Selatan RMS.
Pada tanggal 25 April 1950 diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan RMS lepas
dari Negara Indonesia Timur dan RIS. Soumokil berhasil memindahkan pasukan KNIL dan pasukan
Baret Hijau yang ikut dalam pemberontakan Andi Azis ke Ambon. Pasukan inilah yang menjadi tu-
lang punggung RMS. Pada awalnya, pemerintah ingin menyelesaikan
masalah RMS secara damai. Pemerintah mengirim- kan misi damai y ang dipimpin Dr . Leimena. Na-
mun, upaya damai ini gagal. Pemerintah kemudian mengirim pasukan untuk menumpas gerombolan
tersebut pada tanggal 14 Juli 1950. Setelah sekitar 6 bulan, seluruh Maluku T engah dapat direbut.
Akhirnya, anggota gerombolan itu melarikan diri ke hutan-hutan dan gunung-gunung. Soumokil
sendiri juga melarikan diri. Pada bulan November 1950, kota Ambon dapat
dikuasai pasukan APRIS. Dalam perebutan ben-
teng Victoria, Letkol Slamet Riyadi gugur. Pada
Tanggal 2 Desember 1963, Soumokil tertangkap. Ia diajukan ke Mahmilub, kemudian dijatuhi hukum-
an mati. 4. Pemberontakan PRRI
Pemberontakan PRRI dan Permesta berhu- bungan satu sama lain. Pemberontakan PRRI dan
Permesta terjadi di tengah-tengah situasi politik yang sedang bergolak, pemerintahan yang tidak
stabil, masalah korupsi, perdebatan-perdebatan dalam konstituante. Penyebab langsung terjadinya
pemberontakan adalah pertentangan antara peme- rintah pusat dan beberapa daerah mengenai otono-
mi serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Semakin lama pertentangan itu semakin
meruncing. Sikap tidak puas tersebut didukung oleh sejumlah panglima angkatan bersenjata.
Pada tanggal 9 Januari 1958, diadakan suatu pertemuan di Sungai Dareh, Sumatera Barat. Per-
temuan itu dihadiri tokoh-tokoh militer dan sipil. Tokoh-tokoh militer yang hadir, antara lain: Letkol
Achmad Husein, Letkol Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lu-
bis. Tokoh-tokoh sipil y ang hadir antara lain: M. Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan
Sjafruddin Prawiranegara. Dalam pertemuan ter- sebut dibicarakan masalah pembentukan pemerin-
tah baru dan hal-hal yang berhubungan dengan pemerintah baru itu.
Gambar 2.2.6
Andi Aziz diadili di pengadilan militer di Yogyakarta.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 2
Atas kejadian tersebut, pemerintah kemudian memanggil Andi Azis ke Jakarta untuk menyelesai-
kan persoalan yang tengah dihadapi. Akan tetapi, panggilan tersebut tidak diindahkan Andi Azis.
Tindakan Andi Azis yang tidak segera datang ke Jakarta sampai batas waktu yang ditentukan di-
anggap sebagai pembangkangan terhadap peme- rintah. Oleh karena itu, pemerintah pusat mengirim
pasukan untuk menangkap Andi Azis. Pasukan itu
dipimpin Kolonel A.E. Kawilarang.
Akhirnya, pada bulan April 1950 Andi Azis menyerahkan diri kepada pemerintah RIS. Ia dia-
dili di Yogyakarta. Dalam waktu singkat pemberon- takan ini dapat ditumpas oleh tentara Ind onesia.
Di unduh dari : Bukupaket.com
65
Black 65 C
y a
n 6
5
Pada tanggal 10 Februari 1958 diadakan rapat
raksasa di Padang. Letkol Achmad Husein mem-
beri ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya sebagai berikut.
Dalam waktu 5 x 24 jam Kabinet Djuanda me- nyerahkan mandat kepada Presiden atau Presi-
den mencabut mandat Kabinet Djuanda. Meminta Presiden menugaskan Drs. Moh. Hatta
dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk mem- bentuk kabinet baru.
Meminta kepada Presiden supaya kembali ke- pada kedudukannya sebagai Presiden konstitu-
sional. Ultimatum tersebut ditolak. Letkol Achmad
Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dachlan Djambek, dan Kolonel Simbolon dipecat.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamirkan berdirinya Pemerintah Revolu-
sioner Republik Indonesia PRRI. Proklamasi itu diikuti dengan pembentukan kabinet. Kabinet itu
dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Pusat PRRI berkedudukan di Pa-
dang. Dengan proklamasi itu, PRRI memisahkan diri dari pemerintah pusat. Proklamasi PRRI diiku-
ti Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
5. Pemberontakan Permesta
Para tokoh militer di Sulawesi mendukung PRRI
di Sumatera. Pada tanggal 17 Februari 1958, Letkol D.J. Somba Komandan Daerah Militer Su lawesi
Utara dan Tengah memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Para to-
koh militer di Sulawesi memproklamasikan Pia- gam Perjuangan Rakyat Semesta Permesta.
Pelopor Permesta adalah Letkol Vence Sumual .
Pemberontak Permesta menguasai daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
Untuk menghancurkan gerakan ini pemerintah membentuk Komando Operasi Merdeka. Misi ini dipim-
pin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat . Pada
bulan April 1958, Operasi Merdeka segera dilancar- kan ke Sulawesi Utara. Ternyata dalam petualang-
annya, Permesta mendapat bantuan dari pihak asing. Hal ini terbukti saat ditembak jatuhnya se-
buah pesawat pada tanggal 18 Mei 1958 di atas
Ambon. Ternyata pesawat itu dikemudikan A. L. Pope seorang warga negara Amerika Serikat.
Di bulan Agustus 1958 pemberontakan Per- mesta dapat dilumpuhkan walaupun sisa-sisanya
masih ada sampai tahun 1961. Pemerintah membe- ri kesempatan kepada pengikut PRRIPermesta
untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi. e.
e. e.
e. e.
Kemacetan konstituante Kemacetan konstituante
Kemacetan konstituante Kemacetan konstituante
Kemacetan konstituante Pemilu I ini mengantar terbentuknya Dewan
Konstituante. Selama k urun waktu 1956-1959 Dewan Konstituante belum berhasil merumuskan
Undang-Undang Dasar yang baru. Situasi politik Indonesia dalam rentang waktu tersebut semakin
tidak menentu. Partai-partai pemenang pemilu tahun 1955 tidak mampu menyelesaikan persoalan-
persoalan politik dalam negeri yang semakin memanas.
Kehidupan politik semakin memburuk dengan munculnya gejala separatisme. Di daerah-daerah
muncul sistem pemerintahan sendiri yang tidak mengakui pemerintah pusat, misalnya PRRI dan
Permesta. Ketidakberhasilan Konstituante menyusun un-
dang-undang dasar baru dan kehidupan politik yang tidak stabil menimbulkan ‘frustrasi’ bagi ma-
syarakat Indonesia. Dalam situasi semacam ini, rak- yat berharap pemerintah meninjau kembali cara
kerja D ewan Konstituante. Rakyat menginginkan adanya keputusan yang bijaksana dan tepat, se-
hingga kemacetan dalam sidang dapat teratasi. Di tengah-tengah frustrasi nasional yang terus
meningkat itu, pada tanggal 22 April 1959, Presi- den Soekarno berpidato di depan sidang Konstitu-
ante. Presiden Soekarno antara lain menganjurkan agar dalam rangka demokrasi terpimpin, Konstitu-
ante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD Republik Indonesia. Konstituante kemudian mengadakan si-
dang untuk membahas usulan tersebut.
Gambar 2.2.7 Kolonel Akhmad Yani mengadakan inspeksi
setelah kota Bukittinggi diduduki kembali oleh APRI.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 2
Untuk mengatasi gerakan ini, TNI melancarkan operasi gabungan AD, AL, dan AU dikenal dengan
nama Operasi 17 Agustus. Operasi ini dipimpin oleh
Kolonel Akhmad Yani. Di Sumatera Utara, Operasi Sapta Marga dilaksanakan di bawah pimpinan Bri-
gadir Jenderal Jatikusumo. Di Sumatera Selatan, Operasi Sadar dipimpin Letnan Kolonel Dr . Ibnu
Sutowo. Tujuan operasi militer ini adalah meng-
hancurkan kekuatan pemberontak dan mencegah campur tangan asing.
Berangsur-angsur wilayah pemberontak dapat dikuasai. Pada tanggal 29 Mei 1958, Achmad Husein
dan pasukannya secara resmi menyerah. Penye- rahan diri itu disusul para tokoh PRRI lainnya.
Di unduh dari : Bukupaket.com
66
Black 66 C
y a
n 6
6
Gambar 2.2.8 Suasana setelah pemungutan suara terakhir pada tanggal 2 Juni 1959. Keesokan harinya Konstituante
mengadakan reses, yang ternyata untuk selamanya.
Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1
Pada tanggal 29 Mei 1959 diadakan pemungut- an suara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Pemungutan suara tidak memenuhi kuorum. Ba- nyak anggota Dewan Konstituante yang tidak ha-
dir. Kemudian diadakan pemungutan suara y ang kedua pada tanggal 2 Juni 1959. Pemungutan suara
kedua juga tidak memenuhi kuorum. Dengan demi- kian, terjadi lagi kemacetan dalam Konstituante.
Kegagalan yang kedua ini tidak ditanggapi de- ngan pemungutan suara yang ketiga. Akan tetapi,
para anggota dewan mengadakan reses atau istira- hat bersidang mulai tanggal 3 Juni 1959. Ternyata
reses ini tidak hanya sementara waktu tetapi untuk selamanya. Artinya, Dewan Konstituante
membu-barkan diri. f.
f. f.
f. f.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Untuk menanggulangi hal-hal yang dapat mem-
bahayakan negara, Letjen A. H Nasution, selaku
Kepala Staf Angkatan Darat, mengeluarkan larang- an bagi semua kegiatan politik terhitung sejak
tanggal 3 Juni 1959. Partai Nasional Indonesia me-
lalui ketuanya, Soewirjo, mengirim surat kepada
Presiden Soekarno, yang waktu itu berada di Jepang. Surat itu berisi anjuran agar presiden mendekritkan
kembali berlakunya UUD 1945 dan membubarkan Konstituante. Partai Komunis Indonesia melalui ke-
tuanya, Aidit, memerintahkan segenap anggotanya
untuk tidak menghadiri sidang-sidang, kecuali si- dang Konstituante.
Kehidupan politik semakin buruk dan mengan- cam persatuan dan kesatuan bangsa. Di daerah-
daerah terjadi pemberontakan merebut kekuasaan. Partai-partai yang mempunyai kekuasaan tidak
mampu menyelesaikan persoalan. Soekarno dan TNI tampil untuk mengatasi krisis yang sedang
melanda Indonesia dengan mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945.
Pertimbangan dikeluarkannya dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.
Konstituante tidak mungkin lagi menyelesai- kan tugasnya karena sebagian besar anggota-
nya telah menolak menghadiri sidang. Kemelut dalam Konstituante membahayakan
persatuan, mengancam keselamatan negara, dan merintangi pembangunan nasional.
Oleh karena itu, Presiden Soekarno pada tang- gal 5 Juli 1959 mengeluarkan keputusan dekrit.
Keputusan itu dikenal dengan nama “Dekrit Presi- den 5 Juli 1959”. Isi dekrit ini adalah sebagai berikut.
Pembubaran Konstituante. Berlakunya UUD 1945.
Akan dibentuk Majelis Permusyawaratan Rak-
yat Sementara MPRS dan Dewan Pertimbang- an Agung Sementara DPAS.
Secara lengkap bunyi De krit Presiden 5 Ju li 1959 sebagai berikut.
Di unduh dari : Bukupaket.com
67
Black 67 C
y a
n 6
7
DEKRIT KEMBALI KEPADA UUD 1945
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAPANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Dengan ini menyatakan dengan khidmat:
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada se-
genap rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara.
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar Anggota-Anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak menghadiri sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya.
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur .
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi.
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG: Menetapkan pembubaran Konstituante:
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Juli 1959
Atas nama rakyat Ind onesia Presiden Republik IndonesiaPanglima T ertinggi Angkatan Perang
SOEKARNO
Sumber: Dikutip dari 30 Tahun Indonesia Merdeka.
B. Keadaan ekonomi