Mencari dukungan internasional Berunding dengan Belanda

Black 51 C y a n 5 1 51

A. Mencari dukungan internasional

Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan de- ngan mengemukakan masalah Indonesia di hadap- an sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hu- bungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. Negara-negara yang mendukung Indonesia antara lain sebagai berikut.  Australia Australia bersedia menjadi anggota Komisi Tiga Negara. Australia juga mendesak Belanda agar menghentikan operasi militernya di Indo- nesia. Australia berperan dalam membentuk opini dunia internasional untuk mendukung Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB.  India India merupakan salah satu negara yang me- ngakui kedaulatan Indonesia dalam forum in- ternasional. India juga mempelopori Konferensi Inter-Asia untuk mengumpulkan dukungan bagi Indonesia. Konferensi Inter-Asia dilaksa- nakan pada tahun 1949.  Negara-negara Liga Arab Negara Mesir, Lebanon, Suriah, dan Saudi Arabia mengakui kedaulatan Indonesia. Penga- kuan ini mempengaruhi pandangan internasi- onal terhadap Indonesia.  Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB Para tokoh politik Indonesia mengadakan pen- dekatan dengan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB. Pendekatan yang dilakukan Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947 berhasil mempengaruhi negara- negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk mendukung Indonesia.

B. Berunding dengan Belanda

Indonesia juga mengadakan perundingan lang- sung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik In- donesia-Belanda misalnya: Perundingan Linggar- jati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar. a. a. a. a. a. Permulaan perundingan-perundingan Permulaan perundingan-perundingan Permulaan perundingan-perundingan Permulaan perundingan-perundingan Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda 10 Februari 1946 dengan Belanda 10 Februari 1946 dengan Belanda 10 Februari 1946 dengan Belanda 10 Februari 1946 dengan Belanda 10 Februari 1946 Panglima AFNEI Letnan Jenderal Christison memprakarsai pertemuan Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dan RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerr dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah. Perun- dingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J. van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan pernyataan balasan. b. b. b. b. b. Perundingan di Hooge Veluwe Perundingan di Hooge Veluwe Perundingan di Hooge Veluwe Perundingan di Hooge Veluwe Perundingan di Hooge Veluwe 14 14 14 14 14– –– – –25 April 1946 25 April 1946 25 April 1946 25 April 1946 25 April 1946 Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pen- dahuluan, diselenggarakanlah perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah RI untuk menyelesaikan konflik. Perundingan dilaku- kan di Hooge Veluwe negeri Belanda pada tanggal 14 - 25 April 1946. Perundingan mengalami kega- galan. c. c. c. c. c. Perundingan gencatan senjata Perundingan gencatan senjata Perundingan gencatan senjata Perundingan gencatan senjata Perundingan gencatan senjata 20 20 20 20 20–30 September 1946 30 September 1946 30 September 1946 30 September 1946 30 September 1946 Banyaknya insiden pertempuran antara peju- ang Indonesia dengan pasukan Sekutu dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan senjata. Perundingan diikuti wakil dari Indonesia, Sekutu, dan Belanda. Perundingan dilaksanakan dari tanggal 20 - 30 September 1946. Perundingan tidak mencapai hasil yang diinginkan. d. d. d. d. d. Perundingan RI dan Belanda 7 Oktober 1946 Perundingan RI dan Belanda 7 Oktober 1946 Perundingan RI dan Belanda 7 Oktober 1946 Perundingan RI dan Belanda 7 Oktober 1946 Perundingan RI dan Belanda 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perun- dingan. Perundingan berlangsung di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi Belanda diketuai oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, ma- salah gencatan senjata yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibica- rakan lagi dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn. Gambar 2.1.7 Sutan Syahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan Soemitr o Djojohadikusumo menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1 Di unduh dari : Bukupaket.com 52 Black 52 C y a n 5 2 Perundingan tingkat panitia menghasilkan per- setujuan gencatan senjata sebagai berikut.  Gencatan senjata diadakan atas dasar kedu- dukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.  Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelak- sanaan gencatan senjata. Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indo- nesia dan komisi umum Belanda sepakat untuk menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”. e. e. e. e. e. Perundingan Linggarjati 10 November 1946 Perundingan Linggarjati 10 November 1946 Perundingan Linggarjati 10 November 1946 Perundingan Linggarjati 10 November 1946 Perundingan Linggarjati 10 November 1946 Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perunding- an antara Pemerintah RI dan komisi umum Belan- da. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh bebera- pa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:  Inggris, sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.  Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir Ketua, Mohammad Roem anggota, Mr. Susanto Tirto- projo, S.H. anggota, Dr. A.K Gani anggota.  Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn Ketua, De Boer anggota, dan Van Pool anggota. Perundingan di Linggarjati tersebut mengha- silkan keputusan yang disebut perjanjian Linggar- jati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.  Belanda mengakui secara de facto Republik Indo- nesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Suma- tera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat pa- da tanggal 1 Januari 1949.  Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdi- ri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar . Pem- bentukan RIS akan diadakan sebelum ta nggal 1 Januari 1949.  RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indone- sia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ke- tua. Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Be- landa dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta. Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.  Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Suma- tera.  Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang selu as Hindia Belanda dulu tidak tercapai. f. f. f. f. f. Melibatkan Komisi Tiga Negara Melibatkan Komisi Tiga Negara Melibatkan Komisi Tiga Negara Melibatkan Komisi Tiga Negara Melibatkan Komisi Tiga Negara Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Kea- manan PBB membentuk sebuah Komisi Jasa Baik. Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara. Anggota KTN terdiri dari Ri- chard Kirby wakil Australia, Paul van Zeeland wakil Belgia, dan Frank Graham wakil Amerika Serikat. Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Ok- tober 1947, KTN memutuskan bahwa tugas KTN di Indonesia adalah untuk membantu menyelesai- kan sengketa antara RI dan Belanda dengan cara damai. Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta untuk memulai pekerjaannya. g. g. g. g. g. Perjanjian Renville Perjanjian Renville Perjanjian Renville Perjanjian Renville Perjanjian Renville 8 Desember 1947 - 17 Januari 1948 8 Desember 1947 - 17 Januari 1948 8 Desember 1947 - 17 Januari 1948 8 Desember 1947 - 17 Januari 1948 8 Desember 1947 - 17 Januari 1948 KTN berusaha mendekatkan RI d an Belanda untuk berunding. Atas usul KTN, perundingan di- lakukan di tempat yang netral, yaitu di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Seri- kat “USS Renville”. Oleh karena itu, perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville. Perjanjian Renville dimulai pada tanggal 8 De- sember 1947. Hasil perundingan Renville disepakati dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Yang hadir pada perundingan di atas kapal Renville ialah sebagai berikut.  Frank Graham ketua, Paul van Zeeland ang- gota, dan Richard Kirby anggota sebagai me- diator dari PBB.  Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarif- uddin ketua, Ali Sastroamidjojo anggota, Ha- ji Agus Salim anggota, Dr. J. Leimena anggota, Dr. Coa Tik Ien anggota, dan Nasrun anggota.  Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoat- mojo ketua, Mr. H.A.L. van Vredenburgh ang- gota, Dr. P. J. Koets anggota, dan Mr. Dr. Chr. Soumokil anggota. Gambar 2.1.8 Gedung tempat perundingan di Linggarjati, sebelah selatan Cirebon pada bulan November 1946. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1 Di unduh dari : Bukupaket.com Black 53 C y a n 5 3 53 Perjanjian Renville menghasilkan beberapa ke- putusan sebagai berikut.  Penghentian tembak-menembak.  Daerah-daerah di belakang garis van Mook ha- rus dikosongkan dari pasukan RI.  Belanda bebas membentuk negara-negara fede- ral di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.  Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara In- donesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville ditandatangani oleh Amir Syarifuddin Indonesia dan Abdulkadir Wijoyoat- mojo Belanda. Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indo- nesia karena wilayah RI semakin sempit. Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blokade ekonomi terhadap Indonesia. Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville me- ngundang reaksi keras, baik dari kalangan partai politik maupun TNI.  Bagi kalangan partai politik, hasil perunding- an itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.  Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibat- kan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun. h. h. h. h. h. Resolusi DK PBB 28 Januari 1949 Resolusi DK PBB 28 Januari 1949 Resolusi DK PBB 28 Januari 1949 Resolusi DK PBB 28 Januari 1949 Resolusi DK PBB 28 Januari 1949 Berkaitan dengan agresi militer Belanda II, pa- da tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi. Isi dari resolusi itu ialah sebagai berikut.  Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.  Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik dalam daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.  Belanda harus memberikan kesempatan kepa- da pemimpin RI untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera. Kekuasaan RI di daerah-daerah RI menurut batas-batas Persetujuan Renville dikembalikan kepada RI.  Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar Persetujuan Linggarjati, Persetujuan Renville, dan berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat tang- gal 15 Maret 1949. Pemilihan Dewan Pembuat Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Seri- kat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.  Komisi Jasa-jasa Baik KTN berganti nama menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia United Nation for Indonesia atau UNCI. UNCI bertugas untuk: 5 membantu melancarkan perundingan- perundingan untuk mengurus pengemba- lian kekuasaan pemerintah RI, 5 mengamati pemilihan, 5 mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penye- lesaian. i. i. i. i. i. Perjanjian Roem-Royen 17 April - 7 Mei 1949 Perjanjian Roem-Royen 17 April - 7 Mei 1949 Perjanjian Roem-Royen 17 April - 7 Mei 1949 Perjanjian Roem-Royen 17 April - 7 Mei 1949 Perjanjian Roem-Royen 17 April - 7 Mei 1949 Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas, usaha-usaha di bi- dang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB p ada tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belan- da ke meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Gambar 2.1.9 Suasana perundingan di atas kapal Renville yang diselenggarakan atas jasa-jasa baik KTN pada tanggal 8 Desember 1947. Sum ber: 30 T ahun I nd ones ia M erd ek a 1 Gambar 2.1.10 Perundingan Roem - Royen di bawah pengawasan UNCI di Hotel des Indes, Jakarta. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1 Di unduh dari : Bukupaket.com 54 Black 54 C y a n 5 4 Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi menge- luarkan pernyataan sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi Indonesiaantara lain seba- gai berikut.  Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakar- ta.  Kesediaan mengadakan penghentian tembak- menembak.  Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogya- karta.  Bersedia bekerja sama dalam memulihkan per- damaian dan tertib hukum. Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda ada- lah sebagai berikut.  Menghentikan gerakan militer dan membebas- kan tahanan politik.  Menyetujui kembalinya Pemerintahan Repu- blik Indonesia ke Yogyakarta.  Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.  Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar. Pada tanggal 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta. Pengembalian Yogya- karta ke tangan Republik Indonesia diikuti dengan penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakar- ta. Tentara Belanda berhasil menduduki Yogyakar- ta sejak tanggal 19 Desember 1948 - 6 Juli 1949. j. j. j. j. j. Konferensi Inter-Indonesia 19 -22 Juli 1949 dan Konferensi Inter-Indonesia 19 -22 Juli 1949 dan Konferensi Inter-Indonesia 19 -22 Juli 1949 dan Konferensi Inter-Indonesia 19 -22 Juli 1949 dan Konferensi Inter-Indonesia 19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli - 2 Agustus 1949 31 Juli - 2 Agustus 1949 31 Juli - 2 Agustus 1949 31 Juli - 2 Agustus 1949 31 Juli - 2 Agustus 1949 Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan ne- gara-negara bagian BFO terutama berkaitan de- ngan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk men- ciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belan- da dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Y ogyakarta. Konferensi Inter -Indone- sia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 - 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli - 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid Ketua BFO. Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indone- sia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain:  masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,  kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Per- serikatan Uni. Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.  Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indo- nesia Serikat RIS.  Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.  Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.  Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional. Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indone- sia memutuskan hal-hal berikut.  Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat APRIS adalah Angkatan Perang Nasional.  TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain de- ngan syarat-syarat yang akan ditentukan le- bih lanjut.  Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri. Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Be- landa sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan. Kesepakatan ini juga me- rupakan bekal yang sangat berharga dalam meng- hadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Repub lik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan peng- hentian tembak-menembak yang akan mulai berla- ku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konfe- rensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda. k. k. k. k. k. Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar Konferensi Meja Bundar 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 23 Agustus 1949 - 2 November 1949 Konferensi Meja Bundar KMB diadakan d i Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 dan dihadiri oleh: Gambar 2.1.11 Suasana Konferensi Inter-Indonesia I di Yogyakarta pada tanggal 19 - 22 Juli 1949. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1 Di unduh dari : Bukupaket.com Black 55 C y a n 5 5 55  Delegasi Republik Indonesia dipimpin Moham- mad Hatta,  Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid,  Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen, dan  UNCI diketuai oleh Chritchley. Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Konferensi berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 Novem- ber 1949. Dalam konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi Ketatanegaraan, Komisi Keuangan, dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam pe- rundingan adalah:  dari Komisi Ketatanegaraan menyangkut pem- bahasan mengenai Irian Jaya,  dari Komisi Keuangan menyangkut pembicara- an mengenai masalah utang. Belanda menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Be- landa yang dilakukan sampai tahun 1949. Dalam bidang militer , tanpa ada kesulitan si- dang menyepakati inti angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat adalah Tentara Nasional Indonesia TNI. Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, KNIL tentara Belanda di Indonesia akan dilebur ke dalam TNI. KMB dapat menghasilkan beberapa persetuju- an. Berikut ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:  Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indo- nesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.  Republik Indonesia Serikat RIS terdiri atas Re- publik Indonesia dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.  Melaksanakan penyerahan kedaulatan selam- bat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.  Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulat- an.  Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan ba- dan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.  Menarik mundur pasukan Belanda dari Indo- nesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.  RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.

C. Pengakuan Kedaulatan