Menjawab Pertanyaan 1. Ceritakan dan tuliskan ulang dengan singkat Latar belakang
220
nialisme pun Papua tak terlibat dan tak dilibatkan. Kita sengaja membiarkan Papua tertidur? Tampak-
nya tidak. Saya menyaksikan, pelan-pelan Tanah Papua bangun. Tapi mungkin masih penuh kebingu-
ngan, seperti halnya para pemuda dalam kisah “Ashabul Kahfi”, saat mereka bangun dari tidur pan-
jang pula, sebagaimana digambarkan di dalam ki- tab suci Al Quran. Mereka tak sadar zaman telah
berputar jauh meninggalkannya. Pada tahun 1963 dulu, saya masih kelas V se-
kolah dasar, dan turut menyanyikan lagu-lagu wajib dengan jiwa bergelora, dan agak menantang: “Cu-
kup sudah masa janji cukup sudah sabar menanti cukup sudah derita dialami kini tiba saat rakyat
bertindak mari bersatu bebaskan Irian untuk ke- jayaan nusa dan bangsa....”
Kemudian datang pembangunan. Dan saya tahu ketidakadilan di dalamnya. Lama-lama saya tahu
ada kepentingan politik yang membuat ketidakadilan itu terjadi. Lama-lama saya tahu mengapa Papua
“dibiarkan”, dalam “sleeping beauty”-nya. Dan saya pun paham, mengapa ungkapan “un-
tuk kejayaan nusa dan bangsa” dalam bait lagu tadi tak dengan sendirinya membuat pembangunan
menetes secara adil ke bawah hingga menjadi “un- tuk kejayaan Papua”. Apa makna “nusa bangsa”
yang abstrak itu? Di sana memang pernah dan masih, terpatri na-
ma-nama “jaya”: Irian Jaya, Jayapura, dan Jaya- wijaya. Tapi siapa saat ini yang sebenarnya tetap
jaya-sentosa di bumi Papua, yang tetap sedih, miskin, dan merana?
Pendidikan mereka rendah. Kesehatan mereka buruk. Kenyamanan mereka rusak. Hidup jadi pe-
nuh rasa tak nyaman dan saling curiga. Pendu- duknya bahkan tergusur secara sosial-ekonomi
menjadi kaum marginal di negeri sendiri. Nilai-nilai dan kebudayaan lokal tersingkir oleh
kekuatan ekonomi dan desakan sosial pendatang yang kuat, agresif, dan kapitalistik. Pelan-pelan
mereka menjadi tontonan. Tapi akankah kita biar- kan pula mereka menjadi sekadar penonton dalam
pertun-jukan akbar: “membangun” kembali Papua, lewat percepatan pembangunan yang diatur di da-
lam Instruksi Presiden sekarang? Minggu lalu, perwakilan negara-negara donor da-
tang membawa misi: kepedulian, kemurahan hati, dan persaudaraan, sambil “menggotong” dana
pembangunan sebagai bukti kemurahan hati me- majukan saudara yang tertinggal. Dalam pertemu-
an seming-gu itu Pak Gubernur bagaikan meme- gang cambuk dan membunyikannya: “Cetar. cetar.”
sebagai aba-aba untuk membangunkan kembali Papua yang tidur. Dan para bupati pun siap menan-
tikan perintah. Dari sana kemudian para bupati membangunkan para camat, yang segera pula
membangunkan para kepala desa maupun kepala suku.
Dan serentak para pemimpin tingkat bawah yang secara riil mengomando rakyat itu pun mem-
bangunkan mereka. Agenda para donor dan kon- tribusi lembaga swadaya masyarakat lokal, dan
peran partnership dalam pembangunan di tingkat kecamatan membantu gubernur, untuk meyakinkan
bahwa program berjalan dan membawa manfaat bagi warga setempat, disesuaikan dengan arah
dan strategi gubernur. Kurang lebih beginilah jalan- nya kepemimpinan lokal, di tangan Papua sendiri,
untuk membangun Papua. Kini semua siap menyambut fajar menyingsing,
bukan untuk “kejayaan nusa bangsa” yang terlalu abstrak, melainkan, untuk “kejayaan Papua” sendi-
ri. Kesehatan penduduk membaik. Pendidikan me- ningkat. Rasa aman menyelimuti mereka siang
malam. Dan sandang-pangan diperoleh lebih mu- dah. Pendek kata, Papua jaya.
Sumber: “Papua” oleh Mohammad Sobary, dimuat dalam Harian Kompas, 24 Februari
2008.