67
Black 67 C
y a
n 6
7
DEKRIT KEMBALI KEPADA UUD 1945
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAPANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG Dengan ini menyatakan dengan khidmat:
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada se-
genap rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara.
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar Anggota-Anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak menghadiri sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya.
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur .
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi.
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG: Menetapkan pembubaran Konstituante:
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 5 Juli 1959
Atas nama rakyat Ind onesia Presiden Republik IndonesiaPanglima T ertinggi Angkatan Perang
SOEKARNO
Sumber: Dikutip dari 30 Tahun Indonesia Merdeka.
B. Keadaan ekonomi
Perkembangan ekonomi pada masa demokrasi liberal tidak menunjukkan arah yang stabil. Ang-
garan pemerintah mengalami defisit. Defisit itu di- sebabkan antara lain oleh beberapa hal berikut ini.
Pengeluaran pemerintah yang semakin me- ningkat karena tidak stabilnya situasi politik.
Pemerintah tidak berhasil meningkatkan pro- duksi dengan menggunakan sumber-sumber
yang masih ada. Politik keuangan dirancang di Belanda sebagai
akibat dari politik kolonial Belanda. Kita tidak diwarisi ahli-ahli ekonomi yang cukup.
Keadaan ekonomi pada masa liberal ditand ai oleh lemah atau rendahnya partisipasi kelas pe-
ngusaha dalam sektor perdagangan. Para pengu- saha Indonesia tidak bisa mengambil bagian secara
aktif dalam sektor perdagangan karena tidak memi-
liki modal yang cukup. Dr. Sumitro Djojohadiku- sumo mencermati hal ini, dan memandang perlu
untuk memperkuat kelas pengusaha ini. Beliau ber- pendapat bahwa perdagangan dan perekonomian
Indonesia harus segera ditingkatkan dengan mem- perkuat kelas pengusaha. Dia mengusulkan kepada
pemerintah supaya membantu dan membimbing para pengusaha secara konkret dengan memberi
mereka kredit. Dr. Sumitro yakin, pemberian kredit atau modal akan memacu perkembangan perda-
gangan dan ekonomi nasional, dan dengan demi- kian memajukan perekonomian nasional itu sendiri
Marwati Djoened P oesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia VI, 1992: 240-
241. Pada masa Kabinet Natsir September 1950 - April
1951 gagasan Sumitro tersebut dilaksanakan. Pro- gram itu terkenal dengan sebutan Program Benteng.
Selama tiga tahun 1950 - 1953 , lebih kurang 700
Di unduh dari : Bukupaket.com
68
Black 68 C
y a
n 6
8
perusahaan bangsa Indonesia mendapat kredit bantuan dari Program Benteng. Program ini pada
dasarnya ditujukan untuk melindungi usaha- usaha pribumi. Namun, tujuan dalam program ini
tidak tercapai. Para pengusaha Indonesia lamban menjadi dewasa, bahkan ada yang menyalahgu-
nakan bantuan pemerintah. Selain itu, pemerintah juga melaksanakan program industrialisasi. Pro-
gram ini dikenal sebagai “Rencana Sumitro”. Sa- saran rencana Sumitro ditekankan terutama pada
pembangunan industri dasar. Misalnya, pendirian pabrik semen, pemintalan, karung, percetakan, dan
lain-lain. Kebijakan ini diikuti dengan usaha pe- ningkatan produksi pangan, perbaikan prasarana,
dan penanaman modal asing. Pada masa Kabinet Sukiman April 1951 - Fe-
bruari 1952, pemerintah berusaha membatasi kri- sis moneter. Krisis moneter yang dihadapi adalah
defisit anggaran belanja tahun 1952 sebanyak 3 mil- yar rupiah ditambah sisa defisit anggaran tahun
sebelumnya. Kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang dilakukan antara lain:
menasionalisasi De Javasche Bank, menurunkan biaya ekspor dan melakukan
penghematan, dan melanjutkan program Benteng dengan membe-
rikan bantuan pinjaman kepada para pengusa- ha nasional golongan ekonomi lemah.
Pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I Juli 1953–Agustus 1955, ada beberapa kebijakan yang
diusahakan dalam bidang ekonomi. Mr Iskak Tjokrohadisurjo menteri perekonomi-
an melaksanakan kebijakan Indonesianisasi. Pemerintah berusaha mendorong tumbuh dan
berkembangnya pengusaha-pengusaha swasta nasional pribumi untuk merombak ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional. Langkah- langkah yang diambil antara lain:
5 mewajibkan perusahaan-perusahaan asing memberikan pelatihan dan tanggung jawab
kepada tenaga-tenaga bangsa Indonesia un- tuk menduduki jabatan-jabatan staf,
5 mendirikan perusahaan-perusahaan nega- ra,
5 menyediakan kredit dan lisensi bagi usa- ha-usaha swasta nasional, dan
5 memberikan perlindungan bagi pengusaha swasta nasional agar mampu bersaing de-
ngan perusahaan-perusahaan asing yang ada.
Membentuk Biro Perancang Negara. Biro ini bertugas merancang pembangunan jangka
panjang. Biro ini dipimpin oleh Ir. Djuanda yang kemudian diangkat sebagai Menteri Perancang
Nasional. Pada bulan Mei 1956, Biro Perancang Negara
menghasilkan Rancangan Pembangunan Lima Ta- hun 1956 –1961. Rencana Undang-Undang ten-
tang Rencana Pemba ngunan ini disetujui DPR. Karena situasi politik dan ekonomi, Rencana Pem-
bangunan Lima T ahun ini tidak dapat dilaksana- kan. Faktor-faktor yang memberatkan pelaksanaan
Rencana Pembangunan Lima Tahun antara lain: Rendahnya pendapatan negara karena mero-
sotnya harga ekspor bahan mentah. Perjuangan pembebasan Irian Jaya yang men-
dorong pemerintah untuk melaksanakan na- sionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di
Indonesia. Ketegangan yang terjadi antara pusat dan dae-
rah. Dewan-dewan yang terbentuk di beberapa da-
erah di luar Jawa mengambil kebijakan sendiri dalam hal ekonomi dengan melakukan perda-
gangan barter langsung ke luar negeri. Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk
membiayai operasi penumpasan pemberon- takan-pemberontakan di berbagai daerah.
2 .2 .4 Masa Dem ok r asi Ter p im p in
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat dukungan dari berbagai pihak. Kepala Staf Angkatan Darat
mengeluarkan perintah harian bagi seluruh anggo- ta TNI untuk melaksanakan dan mengumumkan
dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPR hasil pemilu pertama, pada
tanggal 22 Juli 1959 menyatakan kesediaan untuk bekerja berdasarkan UUD 1945.
Negara Indonesia kembali kepada UUD 1945 dengan beberapa alasan sebagai berikut.
UUD 1945 tidak mengenal bentuk negara se- rikat dan hanya mengenal bentuk negara ke-
satuan sesuai dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
UUD 1945 tidak mengenal dualisme kepemim- pinan dua pimpinan antara pimpinan peme-
rintah perdana menteri dan pimpinan negara presiden.
UUD 1945 mencegah timbulnya liberalisme, baik dalam politik maupun ekonomi dan juga
mencegah timbulnya kediktatoran. UUD 1945 menjamin adanya pemerintahan
yang stabil. UUD 1945 menjadikan Pancasila sebagai falsa-
fah hidup bangsa Indonesia dan dasar negara. Bagaimana situasi politik dan ekonomi setelah
5 Juli 1959?
Di unduh dari : Bukupaket.com
69
Black 69 C
y a
n 6
9
A. Situasi politik