Pertempuran lima hari di Palembang Agresi Militer Belanda I

48 Black 48 C y a n 4 8 Pada tanggal 18 November 1946, I Gusti Ngurah Rai menyerang Belanda. Pasukan Ngurah Rai ber- hasil mengusai Tabanan. Namun, karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang akhirnya pasukan Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran puputan habis-habisan di Margarana, sebelah utara Tabanan. I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anak buahnya. Gugurnya I Gusti Ngurah Rai melicinkan jalan bagi usaha Belanda untuk membentuk “Negara In- donesia Timur”.

J. Pertempuran lima hari di Palembang

Pasukan Sekutu mendarat di Palembang pada tanggal 12 Oktober 1945. Pasukan ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Carmichael. Bersama pasukan Se- kutu ikut pula aparat NICA. Pemerintah Indonesia di Palembang menentu- kan bahwa pasukan Sekutu hanya diizinkan men- diami daerah Talang Semut. Akan tetapi, mereka tidak mengindahkan peraturan itu. Insiden dengan pemuda meletus ketika mereka menggeledah ru- mah-rumah penduduk untuk mencari senjata. Sekutu terus menambah kekuatannya di Pa- lembang. Pada bulan Maret 1946, pasukan Sekutu sudah berjumlah dua batalyon. Sekutu juga melin- dungi masuknya pasukan Belanda. Jumlah pasukan Belanda semakin bertambah. Ketika meninggalkan kota Palembang, Sekutu me- nyerahkan kedudukannya kepada Belanda. Per- tempuran Belanda dan para pemuda meletus keti- ka Belanda meminta para pemuda dan peju-ang mengosongkan kota Palembang. Belanda mengajak berunding dan melakukan gencatan senjata. Sementara perundingan berlangsung, pada tanggal 1 Januari 1947 pertempuran meletus kem- bali. Pertempuran berlangsung selama lima hari lima malam. Seperlima bagian kota Palembang hancur. Pada tanggal 6 Januari 1947 dicapai perse- tujuan gencatan senjata antara Belanda dan Peme- rintah Republik Indonesia di Palembang.

K. Agresi Militer Belanda I

Perselisihan pendapat akibat perbedaan pe- nafsiran ketentuan-ketentuan dalam persetujuan Linggarjati makin memuncak. Belanda berusaha untuk menyelesaikan “masalah Indonesia” dengan cepat. Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirim- kan nota kepada pemerintah Repub lik Indonesia. Nota itu berupa ultimatum yang harus dijawab dalam waktu 14 hari. Isi nota itu antara lain sebagai berikut.  Membentuk pemerintahan ad interim bersama.  Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama  Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda.  Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah-daerah Republik In- donesia yang memerlukan bantuan Belanda gendarmerie bersama.  Menyelenggarakan penilikan bersama atas im- por dan ekspor. Perdana Menteri Syahrir menolak gendarmerie bersama. Kemudian, Amir Syarifuddin yang me- mimpin kabinet berikutnya kembali memberikan jawaban yang pada dasarnya sama. Pada tanggal 15 Juli 1947, Belanda kembali me- ngirim nota. Belanda tetap menuntut gendarmerie bersama dan minta agar Republik Indonesia meng- hentikan permusuhan terhadap Belanda. Dalam waktu 32 jam Republik Indonesia harus memberi jawaban kepada Belanda. Pada tanggal 17 Juli 1947, Pemerintah Republik Indonesia memberi jawaban yang disampaikan Amir Syarifuddin melalui RRI Yogyakarta. Jawab- an itu ditolak Belanda. Pada tanggal 20 Juli 1947, van Mook mengu- mumkan bahwa pihak Belanda tidak mau berun- ding lagi dengan Indonesia. Belanda tidak terikat lagi dengan Perjanji an Linggarjati. Pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda menyerang daerah-daerah Re- publik Indonesia. Serangan militer ini dikenal de- ngan nama Agresi Militer I. Belanda menyebut agresi ini dengan sebutan Aksi Polisionil. Menurut Belanda, seluruh Indonesia adalah wilayah kekuasaannya yang utuh setelah Belanda menyatakan diri tidak terikat lagi pada Perjanjian Linggarjati. Gambar 2.1.5 Pesawat Dakota yang membawa obat- obatan dari Singapura jatuh ditembak pesawat Belanda pada tanggal 29 Juli 1947 di Y ogyakarta. Para penerbang Indonesia yang gugur antara lain: A. Adisutjipto, Dr . Abdurrachman Saleh, dan Adisumarno Wirjokusumo. Sumber: 30 Tahun Indonesia Merdeka 1 Di unduh dari : Bukupaket.com Black 49 C y a n 4 9 49 Sasaran utama Agresi Militer Belanda I adalah Jawa dan Sumatera. J awa dan S umatera menjadi sasaran utama dengan alasan untuk mempersem- pit wilayah RI dan ingin menduduki kota-kota yang strategis dan penting. Dalam Agresi Militer I ini, Belanda berhasil me- nguasai Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah sebelah utara, sebagian Jawa Timur, Madura, dan sebagian Sumatera Timur. Di daerah-daerah tersebut Belan- da mendirikan negara-negara bagian. Belanda melancarkan agresi militer dengan tu- juan sebagai berikut.  Mengepung ibu kota RI dan menghapuskan ke- daulatan RI tujuan politik.  Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor tujuan ekonomi.  Menghancurkan TNI tujuan militer. Agresi Militer I ini mendapat reaksi dari dunia internasional. Inggris dan Amerika Serikat tidak menyetujui tindakan agresi ini. India dan Austra- lia mengajukan usul agar soal Indonesia dibahas dalam Dewan Keamanan. Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB mendesak Indonesia dan Belanda untuk meng- adakan gencatan senjata. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan Belanda mengu- mumkan gencatan senjata. Dengan demikian, berakhirlah Agresi Militer Belanda yang pertama. Meskipun secara resmi telah ada gencatan senjata, Belanda masih berusaha memperluas wi- layahnya. Batas terakhir perluasan wilayah yang dikuasai Belanda itulah yang dituntut sebagai garis demarkasi. Garis demarkasi ialah garis khayal yang kemudian dikenal sebagai “Garis van Mook”. Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan sen- jata dibentuk Komisi Konsuler. Anggota komisi ber- asal dari beberapa Konsul Jenderal di Indonesia. Komisi ini diketuai oleh Dr. Walter Foote Konsul Jenderal Amerika Serikat. Anggotanya terdiri dari Konsul Jenderal Cina, Belgia, Perancis, Inggris, dan Australia. Dalam laporannya kepada Dewan Kea- manan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa:  sejak tanggal 30 Juli - 4 Agustus 1947, pasukan Belanda masih mengadakan gerakan-gerakan militer;  pemerintah Indonesia menolak garis demarkasi Garis van Mook yang dituntut Belanda; dan  perintah penghentian tembak-menembak dira- sakan tidak memuaskan.

L. Agresi Militer Belanda II