1.7.14 Jaringan Jalan
Analisa terhadap kondisi jaringan jalan pada wilayah perencanaan yang ada saat ini beserta kecenderungannya untuk
memperkirakan kebutuhan jalan dan sarananya.
Klasifikasi jalan menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1980 jika didasarkan kepada fungsinya adalah :
28
1. Jalan arteri
Melayani angkutan umum dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan kolektor Melayani angkutan pengumpulan atau pembagian dengan ciri-ciri perjalanan
sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. 3. Jalan
lokal Melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Klasifikasi jalan menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1985 dapat
dibedakan menjadi : 1. Menurut Fungsinya terbagi atas :
a Jalan Primer
o Menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dalam satuan wilayah
pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga dan kota jenjang
dibawahnya sampai ke persil. o
Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah pengembangan.
b Jalan Sekunder
Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga
dan seterusnya sampai ke perumahan. 2. Menurut Volumenya, terbagi atas :
a Arteri Primer
Menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua dengan
ciri-ciri sebagai berikut: o
Didesign berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 60 kmjam
dan dengan lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter. o
Mempunyai kapasitas yang lebihi besar dari volume lalu-lintas rata- rata.
o Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas ulang-
aling, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal. b Arteri
Sekunder Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua. o
Didesign berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 30 kmjam
dan mempunyai lebar jalan tidak kurang dari 8 meter.
28
Soekarno Wahab, Ir, Diktat Kuliah Elemen dan Pengelolaan Transportasi, Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, ITN Malang, hal. 108.
o Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu-
lintas rata-rata. o
Lalu lintas tidak terganggu o
Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2.
c Kolektor Primer
Menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dan kota jenjang ketiga.
o Didesain
berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 40 kmjam o
Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 masih
terpenuhi. o
Tidak terputus walau memasuki kota d Kolektor
Sekunder o
Menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga. o
Didesign berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 20 kmjam
dan dengan lebar jalan tidak kurang dari 6 meter. o
Batas daerah pengawasan jalan yang diukur dari as jalan dengan jarak tidak kurang dari 7 meter.
e Lokal Primer
o Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga.
o Jalan tidak kurang dari 3,5 meter
o Batas luar daerah pengawasan jalan yang diukur dari as jalan tidak
kurang dari 4 meter.
1.7.15 Kriteria Pertimbangan Pemilihan Lokasi Industri