Perencanaan Lahan Tambatan Perahu Nelayan

MVAhari. Kebutuhan listrik untuk fasilitas perdagangan dan jasa sebesar 15 yaitu sebesar 125,35 MVAhari dan fasilitas sosial serta penerangan jalan sebesar 15 yaitu sebesar 125,35 MVAhari, maka total kebutuhan listrik di zona pemukiman sebesar 1.169,915 MVAhari. Jaringan air bersih dari tandon di zona industri digunakan untuk memasok kebutuhan air bersih di zona pemukiman juga. Jaringan air bersih direncanakan di seluruh blok perumahan penduduk dengan besar volume kebutuhan sebesar 742.800 literhari. Kebutuhan air bersih untuk fasilitas perkantoran sebesar 10 yaitu sebesar 74.280 literhari. Kebutuhan air bersih untuk fasilitas perdagangan dan jasa sebesar 20 yaitu sebesar 148.560 literhari. Kebutuhan air bersih untuk fasilitas sosial dan kebocoran sebesar 20 yaitu sebesar 148.560 literhari. Kebutuhan air bersih untuk fasilitas MCK umum sebesar 10.800 literhari. Kebutuhan air bersih untuk fasilitas kran air bersih untuk nelayan sebesar 15.999 literhari, maka total kebutuhan air bersih untuk zona pemukiman sebesar 1.140.999 literhari atau 1.141 m 3 hari. Kapasitas air bersih dari sumber air bersih Sendangbiru setelah dikurangi kebutuhan di zona industri sebesar 2.329.946,4 m 3 hari dan untuk kebutuhan zona pemukiman nelayan sebesar 1.141 m 3 hari akan tersisa 2.328.805,4 m 3 hari. Jaringan telepon direncanakan dapat melayani kebutuhan telekomunikasi penduduk zona pemukiman dengan jumlah satuan sambungan telepon sebesar 37 unit dan untuk fasilitas perkantoran, perdagangan, jasa, dan sosial sebesar 40 atau sebesar 15 SST, maka total kebutuhan jaringan telepon sebesar 52 SST.

4.2.2 Perencanaan Lahan Tambatan Perahu Nelayan

Lahan tambatan perahu menggunakan perlindungan pemecah gelombang setinggi 20 m dan lebar 20 m serta panjang 1.400 m sehingga bagian yang muncul dipermukaan setinggi 5m untuk menahan gelombang dari arah selatan setinggi 3m. Setelah pemecah gelombang, diperlukan plengsengan untuk menahan pergerakan air laut ke lahan tambatan perahu dengan tinggi 20 m dan lebar 20 m serta panjang 1.500 m agar dapat mengurangi pergerakan air yang dapat menyebabkan perahu saling berbenturan dengan keras. Jarak ujung jetty dengan plengsengan sejauh 60 m dapat digunakan jalur pergerakkan perahu yang keluar masuk lokasi tambatan perahu. Pintu masuk lahan tambatan perahu dari dinding sebelah Barat ke plengsengan sejauh 200 m dapat menampung intensitas perahu yang melakukan pergerakan keluar masuk lahan tambatan perahu ke laut. Lahan tambatan perahu direncanakan sesuai jenis perahu agar tidak terjadi kerusakan perahu ketika terjadi benturan antar perahu yang tidak seimbang ukurannya. Untuk lahan tambatan perahu membutuhkan lima jetty dengan panjang masing-masing 300 m dari batas surut terendah dan jarak antar jetty 100 m agar dikedua sisi jetty dapat ditambatkan perahu satu baris. Bagian belakang perahu ditambatkan dengan menggunakan sauh perahu dengan panjang tali 25 m, maka ruang sisa dapat digunakan perahu untuk jalur keluar masuk ke jetty. Jetty untuk perahu mayang dapat menampung 100 unit dikedua sisinya, sedangkan untuk tiga jetty perahu sekoci dapat menampung 300 unit perahu dan satu jetty perahu jaringan dapat menampung 100 perahu jaringan. Perahu jukung memerlukan lahan berpasir di tepi pantai untuk tambatannya. Pengaturan secara sejajar, perahu jukung membutuhkan lahan pantai berpasir seluas 300 m 2 diletakkan di bagian barat lahan tambatan perahu agar mudah untuk jalur keluar masuknya. Lahan perbaikan perahu atau slipway diletakkan di pasir pantai, seperti kebiasaan nelayan Sendangbiru ketika memperbaiki perahu yang tidak menggunakan peralatan tertentu. Untuk menaikkan perahu ke pasir pantai, nelayan Sendangbiru memanfaatkan pasang surut air laut. Ketika posisi orbit bulan berada jarak terdekat dengan bumi atau tanggal muda bulan Jawa, maka air laut mengalami pasang tertinggi, sehingga nelayan dapat menempatkan posisi perahu lebih jauh masuk ke darat. Perahu ditahan dengan menggunakan sebuah kayu yang diletakkan di bawah perahu secara melintang dan kedua ujung kayu diikat ke badan perahu sehingga ketika air sudah mulai surut maka perahu terdampar di pasir dengan posisi tegak. Perahu pada posisi tersebut, nelayan dapat memperbaiki bagian bawah perahu yang rusak atau sekedar mengecat ulang. Peta 4.3 : Rencana Penggunaan Lahan Zona C Pemukiman Nelayan Peta 4.4 : Rencana Utilitas Umum Zona Pemukiman Nelayan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Hasil studi ini dengan rumusan permasalahan yang diajukan, dapat diambil kesimpulan yang dihasilkan dari analisa ambang batas industri dan ambang batas lahan industri perikanan laut di Pantai Sendangbiru.

5.1.1 Potensi Lestari Perikanan Laut

Tingkat produksi perikanan laut tahun 2003, ikan pelagis kecil kurang dilakukan pengusahaannya sedangkan ikan pelagis besar terjadi over-fishing. Nelayan lebih banyak melakukan operasi penangkapan Ikan pelagis kecil di dekat pantai, sedangkan ikan pelagis kecil yang berada di perairan 5 mil tidak ada yang melakukan penangkapan, karena nelayan terkonsentrasi di dekat pantai dimana biaya operasionalnya lebih murah. Dapat disimpulkan bahwa ikan pelagis kecil, ketika musim puncaknya tidak ada yang beroperasi di zona penangkapan B, C dan D, sehingga potensi lestari ikan pelagis kecil kurang dimanfaatkan secara maksimal ketika musim ikan tiba. Beroperasinya nelayan andon Kalimantan dan Sulawesi di Sendangbiru, memiliki jumlah tertinggi pada tahun 2002 – 2003 dan produksi ikan laut PPI Pondok Dadap meningkatkan 801,4 pada kurun waktu itu pula, dapat disimpulkan bahwa nelayan andon memberikan sumbangan besar terhadap produksi perikanan laut Sendangbiru. Stok perikanan laut Kabupaten Malang masih memiliki potensi untuk dilakukan pengembangan industri pengolahan ikan laut satu unit pabrik pengalengan ikan yang memiliki kapasitas produksi 40 ton perhari, dengan memanfaatkan Jalur Lintas Selatan Jawa yang dapat