Strategi dan Manajemen Pengelolaan Industri Perikanan Laut

diikuti oleh tingginya eksploitasi ikan laut yang menyebabkan terjadinya penurunan populasi ikan laut bahkan overfishing dalam jangka waktu tertentu. Jumlah industri yang dibangun terlanjur banyak, maka kekurangan bahan baku ikan laut akan menyebabkan ada beberapa industri yang tidak dapat berproduksi dalam jangka waktu tertentu. Tidak stabilnya perkembangan industri seperti ini akan menimbulkan kerugian dari segi sosial maupun ekonomi, hal ini dapat dihindari dengan menyeimbangkan jumlah industri pengolahan ikan laut dengan potensi perikanan laut yang dimiliki.

3.2 Strategi dan Manajemen Pengelolaan Industri Perikanan Laut

Industri perikanan laut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai strategi yang dijalankan. Dari strategi tersebut akan menentukan standar- standar yang dipakai dalam merencanakan pengembangan industri perikanan laut, maka keputusan pemilihan strategi yang akan diterapkan dalam pengembangan industri perikanan laut harus dilakukan di awal perencanaannya. Studi awal tentang strategi dan manajemen industri perikanan laut diperlukan untuk memberikan arahan sebagai tujuan sosial dan ekonomi yang ingin dicapai. Pemanfaatan sumberdaya perikanan laut yang rasional adalah memperhatikan keterbatasan kuantitatif yang ditunjukkan oleh potensi lestari perikanan laut. Ini akan menjadi ambang batas industri perikanan laut yang dapat diselenggarakan di Pantai Sendangbiru. Ketersediaan lahan yang sesuai untuk industri perikanan laut dengan mempertimbangkan konsekuensi lingkungan akan menjadi ambang batas pembangunan bagi sektor industri perikanan laut. Kegiatan menimbulkan efek samping yang penting dan bahkan tidak diinginkan. Efek samping dapat mempengaruhi subjek lainnya dan dapat terjadi pada tempat lain atau sebagai reaksi yang tertunda. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan lingkungan geografi menimbulkan kondisi berbeda dalam pemfungsian dan pembangunan kegiatan ekonomi. Dua kelompok utama kondisi tersebut menurut Jerzy Kozlowski 1986 dapat dijelaskan : 1. kondisi berasal dari “utilitas” sumberdaya yang menyatakan utilitas ekologi yaitu : berperan dalam pemfungsian ekosistem dan pemeliharaan keseimbangan lingkungan yang sesuai dan utilitas ekonomi yaitu : berperan dalam produksi atau kegiatan-kegiatan jasa. Kondisi-kondisi ini menentukan kemungkinan-kemungkinan pembangunan dari aktivitas yang diberikan. 2. kondisi berasal dari “sensitivitas” sumberdaya yang menyatakan responnya, atau reaksinya terhadap input eksternal dengan jalan pengurangan utilitas ekonomi danatau utilitas ekologi. Kondisi-kondisi ini menentukan konsekuensi kegiatan pembangunan. Sumberdaya lingkungan tidak hanya dikelola oleh manusia. Sumberdaya juga “dikelola” oleh alam. Hal ini merupakan keinginan manusia, kemudian menggunakan kerja alami sebanyak mungkin, tidak hanya untuk mencapai tujuan sosial dan ekonomi tertentu, namun juga untuk pemeliharaan kondisi lingkungan yang paling bermanfaat bagi manusia. Alam selanjutnya semakin bergantung pada pemfungsiannya oleh bantuan manusia – sangat dibutuhkan – namun juga mahal dan seringkali sangat tidak efektif. Hal ini memperlihatkan bahwa beberapa konsekuensi pembangunan yang negatif dan tidak diinginkan secara ekologi harus pula negatif dan tidak diinginkan secara ekonomi. Jadi analisis kemungkinan pembangunan harus menekankan terlebih dahulu pada karakterisasi kegiatan khusus dengan spesifikasi kebutuhan- kebutuhan sumberdaya dan efek sampingnya, serta pada pengujian unsur-unsur dan kenampakan-kenampakan lingkungan geografi dengan menekankan pada utilitas dan sensitivitasnya. Hubungan-hubungan ini akan menunjukkan, pertama, identifikasi hambatan-hambatan pembangunan yang terjadi bila sumberdaya yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan atau bila sumberdaya sensitif terhadap efek samping tertentu, dan kedua, identifikasi kemungkinan pembangunan yang terjadi bila kebutuhan dapat terpenuhi serta sumberdaya tidak sensitif terhadap efek samping. Hambatan dan kemungkinan akan ditentukan oleh saling hubungan antara kegiatan ekonomi itu sendiri. Pengertian seluruh hubungan ini penting guna menempatkan lokasi penggunaan pada tingkat perencanaan dan pengelolaan. 36 Perkembangan usaha penangkapan ikan laut memiliki pola tertentu dilihat dari tingkat penggunaan teknologi yang digunakan, efisensi cara penangkapan, modal yang ditanamkan, dan tingkat harga komoditi yang dihasilkan, antara lain perkembangan usaha penangkapan ikan laut yang linier. Perkembangan linier usaha penangkapan ikan yang bertahap adalah dari ekonomi subsisten ke ekonomi semisubsistensemikomersial dan selanjutnya tahap ekonomi komersialindustrial. Ekonomi subsisten sektor 36 Jerzy Kozlowski, Pendekatan Ambang Batas dalam Perencanaan Kota, Wilayah dan Lingkungan Teori dan Praktek Jakarta : Universitas Indonesia-Press 1997, hal. 133. penangkapan ikan mempunyai ciri-ciri antara lain apabila usaha perikanan itu semata-mata ditujukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri; penjualan ikan, apabila terjadi, semata-mata dilakukan oleh wanita atau istri-istri nelayan; sedangkan sumber ekonomi laut merupakan kekayaan komunal. Ekonomi semisubsisten dari usaha perikanan mempunyai ciri-ciri antara lain apabila sebagian besar produksi ditujukan untuk permintaan pasar lokal, harga ikan sangat rendah, sedikit tersedia surplus dan tidak ada dorongan kuat untuk menginvestasikan modal ke dalam usaha penangkapan ikan kecuali keperluan minimum yang diperlukan dalam usaha. Sementara ekonomi komersial usaha perikanan mempunyai ciri-ciri apabila produksi usaha ini ditujukan untuk pasar yang lebih luas; tersedianya surplus keuangan dari usaha perikanan; adanya keinginan yang kuat untuk menginvestasikan modal pada usaha perikanan, sedangkan alat produksi dikuasai oleh pengusaha-pengusaha yang bermodal capitalist entrepreneurs. 37 Dari kajian studi-studi literatur tentang usaha penangkapan ikan, adalah adanya jarak pemisah antara usaha penangkapan ikan yang berteknologi maju, berkemampuan eksploitasi tinggi, dan bermodal besar, dengan usaha penangkapan ikan yang mempunyai teknologi dan kemampuan eksploitasi yang rendah dengan modal yang terbatas. Studi Emmerson 1976 tentang nelayan Muncar Banyuwangi misalnya dapat diangkat sebagai contoh mengenai hal ini. Benturan antara kedua kelompok nelayan dengan tingkat kemampuan yang berbeda menunjukkan adanya garis pemisah yang tajam antara keduanya. Studi Mubyarto 1984 tentang kemiskinan masyarakat nelayan di Jepara dan studi Husain Sawit 1986 tentang nelayan tradisional pantai Utara Jawa melukiskan pula adanya jarak antara kedua kelompok nelayan di atas. Studi De Jonge 1985 sedikit banyak memberikan gambaran bagaimana garis pemisah ini tercipta. Dalam studinya terhadap nelayan di Madura, De Jonge memfokuskan perhatiannya pada masalah pengadaan modal usaha dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Dikemukakan bahwa usaha penangkapan ikan adalah usaha ekonomi yang padat modal, dan karenanya mereka kebanyakan tergantung kepada pedagang atau pemberi modal. Ketergantungan ini menyebabkan terjadinya monopoli pembelian hasil tangkapan, dan akibat lebih lanjut adalah penumpukan 37 Masyhuri, Menyisir Pantai Utara Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama, 1996, hal.18. modal, apabila terjadi surplus, tidak terjadi pada nelayan akan tetapi pada pemberi modal. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Floyd 1985 mencoba menguji apakah kebijaksanaan pemerintah Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand di bidang perikanan yang menekankan pada usaha peningkatan devisa mempunyai pengaruh yang positif pada kehidupan sosial ekonomi nelayan kecil. Kesimpulan yang diperoleh, kebijaksanaan seperti ini kurang mendorong tumbuhnya usaha penangkapan ikan rakyat, kecuali di Malaysia. Di Indonesia sendiri, pengaruh seperti ini kecil, meskipun lebih baik dibandingkan Thailand ataupun Filipina. Sedangkan penelitian Bailey mengisyaratkan bahwa usaha pengembangan industri perikanan untuk ekspor mendorong munculnya struktur industri perikanan yang dualistik. Fenomena di negara maju yang memiliki teknologi penangkapan ikan yang sudah canggih sehingga dapat menangkap ikan di manapun dan seberapa banyaknya, dan jumlah unit usaha penangkapan ikan yang besar cenderung sulit untuk mengurangi ataupun mengontrolnya. Hal ini mengakibatkan overfishing dan jumlah populasi ikan menurun, sehingga batas potensi lestaripun menurun. Untuk mengembalikan tingkat populasi seperti semula tentu lebih sulit dan memerlukan biaya yang mahal dan jika menghentikan industri penangkapan ikan untuk sementara waktu berarti usaha pengembalian sumber daya alam tersebut menjadi semakin mahal. Maka, belum ada solusi untuk mengatasi masalah kelangkaan dan peningkatan populasi ikan, di mana kita masih mengandalkan alam untuk ketersediaan sumber daya perikanan. Usaha penangkapan ikan di negara kita masih bercorak tradisional dengan tingkat populasi ikan yang masih tinggi, hendaknya mengutamakan manajemen pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih cermat. Teknologi bercorak tradisional dan konstanta MSY yang kecil lebih tepat. Konstanta MSY yang kecil akan meningkatkan jumlah populasi yang mempengaruhi tingkat kelahiran ikan. Populasi ikan pada tahap selanjutnya semakin meningkat, berarti MSY atau potensi lestari menjadi meningkat pula. Quota produksi ikan akan meningkat walaupun kecil jumlahnya dibandingkan populasi yang ada, tetapi grafik dari konstanta MSY yang kecil, peningkatan potensi lestarinya memiliki rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan konstanta MSY yang lebih besar dalam kurun waktu pertumbuhan populasi yang sama. Pertumbuhan yang terjadi di sektor penangkapan ikan cukup beragam dengan tingkat perkembangannya masing-masing. Dengan sendirinya, konsep pertumbuhan yang beragam seperti ini merupakan konsep penting dalam memahami obyek penelitian. Dalam studi ini, penulis berusaha mengembangkan konsep yang telah ada yaitu melakukan pengkajian perkembangan usaha penangkapan ikan yang linier dengan basis pelaku dari nelayan dan pengusaha setempat dengan harapan akan memberikan dampak yang positif dari segi sosial maupun ekonomi. Artinya perkembangan usaha penangkapan ikan tahap komersialindustrial dicapai dengan mengembangkan struktur sosial ekonomi yang telah ada dan mengikutsertakan investor-investor baru untuk membangun fasilitas pendukung. Investor-investor baru akan menempati posisi yang dapat memperkuat struktur usaha penangkapan ikan dan menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dengan para nelayan. Strategi ini lebih mengutamakan pada pengembangan nelayan setempat, sehingga kebijakan-kebijakan yang muncul lebih memihak pada kepentingan nelayan setempat. Jika ada kemungkinan penanaman investasi-investasi baru dengan modal besar dan menggunakan teknologi eksploitasi tinggi akan ditempatkan pada wilayah penangkapan yang berbeda dengan nelayan setempat, pada skala yang terbatas dari segi jumlah unit usaha penangkapan ikan dan dari segi wilayah penangkapannya. Kebutuhan-kebutuhan teknologi tepat guna untuk mencapai tingkat efisiensi penangkapan, pengolahan ikan, pengawetan ikan, dan pembekuan, agar pengiriman dapat menjangkau pasar yang lebih luas, dapat dijadikan sebagai pembangkit kreatifitas dan peluang bidang usaha lain di tingkatan lokal. Sehingga pengembangan usaha penangkapan ikan ini dapat ditopang oleh kekuatan fundamental ekonomi lokal. Meskipun teknologi yang dihasilkan masih di bawah kinerja teknologi modern, yang diharapkan terjadi kontinuitas perkembangan teknologi dari daya kreatifitas lokal. Tahap-tahap ini, dicapai seiring dengan perkembangan yang terjadi pada bidang-bidang lainnya. Meningkatnya harga ikan dicapai dengan meningkatkan daya jangkau pemasaran di tingkat pasar regional, setelah melakukan peningkatan teknologi pembekuan yang digunakan untuk pengiriman ikan. Sehingga memperkecil tingkat resiko dan mempertahankan kualitas ikan sampai pada lokasi pemasaran. Studi pengembangan zona industri perikanan ditinjau dari potensi perikanan laut adalah suatu kajian serangkaian proses kegiatan meningkatkan skala aktifitas ekonomi kawasan industri perikanan sampai pada batas maksimal bahan baku utama yaitu ikan laut yang dapat disediakan oleh sumberdaya laut Kabupaten Malang. Studi ini meneliti besaran sektor industri perikanan yang dapat diselenggarakan di lokasi studi beserta sarana dan prasarana yang dibutuhkannya. Hasil dari studi ini bertujuan mengalokasikan kebutuhan ruang yang dapat menampung perkembangan yang dicapai oleh sektor industri perikanan laut tersebut sampai pada batas potensi lestari perikanan laut. Strategi pembangunan industri perikanan laut yang berkelanjutan secara sosial-ekonomi dan ekologis : 1. perkembangan industri penangkapan ikan laut mengikuti pertumbuhan linier dan ditopang oleh fundamental ekonomi lokal yang kuat. 2. mengembangkan struktur industri perikanan yang telah ada atau nelayan setempat dan mengikutsertakan investor-investor baru untuk menempati posisi yang dapat memperkuat struktur yang telah ada. 3. eksploitasi sumberdaya lingkungan yang rasional mengharuskan kegiatan ekonomi dikembangkan sampai pada tingkat yang ditunjukan oleh hambatan kuantitatif. 4. menghargai integritas ekosistem modifikasi harus dikenalkan hanya berdasarkan evaluasi yang hati-hati terhadap konsekuensinya 5. nilai tambah diperoleh melalui berbagai teknologi pengolahan guna memaksimumkan pendapatan yang diperoleh dari sumberdaya alam yang diekspoitasi MSP : Maximum Sustainable Profit. Manajemen pengelolaan perikanan laut yang berorientasi pada keseimbangan pembangunan dan lingkungan yang berkelanjutan : 1. penentuan konstanta MSY sebesar 0,5 2. keseimbangan populasi perikanan laut dikontrol melalui jumlah dan jenis perahu yang beroperasi serta teknologi yang diijinkan dalam penangkapan ikan laut. 3. membagi zona penangkapan dengan rasio perahu yang beroperasi sesuai dengan jumlah populasi ikan laut yang dikandungnya untuk menghindari overfishing jenis ikan laut tertentu. 4. membatasi jumlah unit pengolahan ikan laut sesuai dengan jumlah potensi sumberdaya perikanan laut. 5. melakukan pengkajian stok perikanan laut setiap tahun dan mengkaji ulang ambang batas perikanan laut setiap 5 tahun sekali atau ketika terjadi peningkatan populasi perikanan laut yang secara signifikan dan permanen dapat menambah aktifitas ekonomi.

3.3 Analisa Ambang Batas Industri Perikanan Laut